Share

Chapter 6

Andira terlihat membersihkan ruang kerja Martin Dailuna yang terlihat lebih luas dari sebuah kamar, di dalamnya akan ditemukan rak-rak buku yang yang berisikan buku-buku yang banyak, dengan meja kerja yang di atasnya berkas-berkas penting, dan sebuah brangkas yang berada tepat di belakang meja Martin.

Andira merapikan semuanya, hingga dia menemukan sebuah laci yang tak bisa terbuka, karena terkunci. Laci yang mampu membuat Andira merasa penasaran akan laci tersebut.

Lama berada di sana, tiba-tiba seseorang membuka pintu. Menyadari itu Andira kembali merapikan berkas-berkas yang berserakan dan membersihkan debu yang menempel di buku-buku milik Martin.

Yang membuka pintu ruangan Martin adalah seorang gadis yang tidak lain adalah Nadira.

Dia masuk ke dalamnya dan matanya mengabaikan Andira karena melihat brangkas yang sama seperti brangkas di kantor Martin.

"Hei, kalau kau selsai keluar saja," ucap Nadira pada Andira yang masih melaksanakan tugas.

"Tapi Non, aku masih bekerja," jawab Andira.

"Udahlah, lagian sudah bersih, pergi sana!" Nadira membentak, dia seperti memiliki maksud lain di ruangan Martin sehingga mengusir Andira dari sana.

Andira menelan ludah, dan menurut. Dia keluar dari sana, namun dalam hati Andira ada rasa curiga pada Nadira yang tiba-tiba datang lalu mengusir dirinya.

Kini tinggal Nadira yang ada di dalam ruangan Martin, dia mengingat-ingat kode yang dia lihat saat Martin membuka brangkasnya di kantor saat Nadira berkunjung meminta uang.

Karena Martin tak memberinya uang yang diinginkan dirinya, itu membuat Nadira merasa kesal dan tetap menginginkan ponsel baru.

"Hm, kodenya apa ya?" ucapnya sendiri, lalu tiba-tiba dia melihat ayahnya menekan angka 2-12-3 dan sadar bahwa itu adalah tanggal ulang tahun dirinya.

"Tanggal 2 Desember 2003, Papa memang menyayangiku, aku akan mendapatkan ponsel baru!" Nadira tersenyum miring saat mengetahui kombinasi kodenya. Dia menekan angka 2-12-3 dan lihat brangkasnya langsung saja terbuka, dia melihat tumpukan lembaran uang yang  sangat banyak.

Nadira menelan ludah dan tak percaya bahwa ayahnya memiliki uang yang tak terhitung, karena memiliki uang sendiri di rumah, di kantor, bahkan di bank. Tak berfikir panjang Nadira langsung mengambil seikat uang yang sudah tersusun rapi.

Lalu dia menutup kembalib rangkasnya dan pergi dari sana.

Saat berjalan turun dari tangga, Nadira melihat ayahnya sudah ada dan terlihat berbicara dengan Andira. Supaya tak ketahuan Nadira berusaha bersikap baik-baik saja dan menyambut Martin dengan senyum lebar.

"Hai Pa," ucap gadis berusia 15 tahun itu, dia kemudian memeluk Martin, tanda menyambut sang ayah.

Andira yang tadi berbicara dengan Martin langsung pergi dari sana karena melihat Nadira yang mendatangi sang majikan.

Melihat itu mata di balik kacamata Martin masih saja memandang ke arah gadis yang berusia 21 tahun itu.

"Baiklah, Papa harus pergi ke ruang kerja, masih banyak yang perlu Papa kerjakan," kata Martin saat ingin mengakhiri perbincangannya dengan Nadira.

Mendengar ruang kerja, Nadira tiba-tiba merasa gugup dan hanya membalas ayahnya dengan anggukan dan senyum.

Nadira kemudian keluar dari rumahnya dan tentu saja akan bertemu dengan teman-temanya.

Martin yang memang sengaja pulang lebih awal hanya karena ada sesuatu yang sangat disukai nya berada di rumahnya, yang tak dia dapatkan di kantor besar miliknya.

Selain seorang pengusaha, Martin juga sangat menyukai seni terutama seni lukis.

Namun cita-citanya menjadi seorang seniman tak dapat ia lanjutkan karena tekanan orang tua yang memaksanya untuk menjadi seorang pengusaha.

Kemudian harus dijodohkan dengan Sarah, menikah dengan wanita yang tidak pernah ia cintai hanya karena urusan bisnis orang tua mereka masing-masing. Mungkin karena itulah Martin merasa terkungkung seperti seokor burung yang berada dalam sangkar dan tak dapat ke mana-mana selain berada di kantor dan di rumahnya.

Martin membuka ruangannya dan melihat ruang kerjanya sudah bersih total, dia kemudian duduk di kursinya dan memandang ke arah lacinya, dia membuka laci itu dengan kunci yang selalu ia bawa. Dan terlihat gambar wajah dengan warna hitam putih, wajah milik Andira. Saat pertama kali melihat Andira, Martin langsung terpukau dengan bentuk wajah gadis cantik itu, dengan tubuh yang hanya setinggi dada Martin, kulit putih susu, bibir merah, mata yang kecoklatan, rambut yang sepanjang bahu yang terikat oleh jepitan rambut dan memperlihatkan leher belakang Andira yang terlihat begitu putih dan halus, dimana semua itu mampu meningkatkan jiwa seni Martin. Dia merasa bahwa jika Tuhan adalah seniman maka karya yang paling indah miliknya adalah Andira.

Puas memandang gadis cantik yang sudah ia lukis itu, tiba-tiba matanya tersangkut pada brangkas yang dia sudah tutup rapat-rapat dengan menggunakan kode kombinasi.

Martin yang ingin melihat apakah uang dalam brangkasnya masih aman, dia kemudian membuka barangkasnya, lalu betapa terkjutnya dia saat melihat seikat uangnya sudah hilang.

Martin masih tak percaya dan tetap memastikan, namun ternyata uangnya berkurang. Martin menghela nafas panjang dan merasa kemarahan mulai menumpuk dalam dirinya.

Martin yang marah menutup brangkasnya dengan sangat keras dan berfikir siapa yang berani mencuri uangnya di rumahnya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status