Share

Chapter 7

Sikap tenang walau sedang marah selalu di nampak kan oleh pria berkacamata ini, pria yang memiliki wajah kharismatik namun selalu bersikap dingin.

Martin Dailuna, dia marah karena baru saja seseorang mencuri uang miliknya, dan dalam benaknya muncul pertanyaan, bagaimana bisa seseorang mengetahui kode brangkasnya.

Setidaknya itulah yang dipikirkan Martin. Pria berkacamata itu kembali duduk di kursinya dan masih berfikir, tidak mungkin seseorangnmengetahui kodenya sedang istrinya saja tak tahu kode milik Martin.

Uang yang disimpan Martin itu adalah uang untuk pegawai rumahnya, mulai dari pembantunya, tukang kebun, sopir pribadi anak-anaknya, hingga satpam di rumahnya.

Walau Martin berfikir keras dia tidak menemukan kemungkinan siapa yang mencuri uangnya, tidak mungkin pekerja rumahnya, mereka mana ada yang berani, dan tidak mungkin keluarganya sendiri. Lama terdiam, Martin memilih untuk menunggu hingga makan malam dimana keluarganya akan berkumpul. Dia akan mendiskusikannya setelah semua keluarganya datang.

Jam 7 malam, semua sudah berkumpul di meja makan termasuk Martin dan untuk pertama kalinya dari sekian lamanya Raisi ikut makan malam.

Tatapan Martin terus saja menatap ketiga anak-anaknya. Mulai dari Randy yang paling bungsu, lalu Nadira, dan Raisi yang saat itu sedang fokus memandang ke arah dapur, tempat Andira selalu berada.

Martin menyadari itu, dan tahu bahwa putra sulungnya juga menyukai gadis yang sama dengannya.

Sarah istri Martin juga sangat menikmati makanannya, melihat keluarganya lengkap dan tidak kurang satupun.

Martin yang sudah tidak sabar ingin mengetahui siapa pencuri uang miliknya, kemudian menarik nafas panjang dan menghembuskannya, lalu ia berkata, "Papa hari ini kehilangan uang di dalam brangkas milik Papa di ruang kerja, siapa diantara kalian yang tahu sesuatu," ucap Martin, membuat keluarganya seketika berhenti mengunya makanannya.

"Uang Papa ada yang curi?" tanya Raisi, matanya membulat menghadap Martin.

"Kenapa bisa?" tanya Sarah.

Randy dan Nadira hanya terdiam, namun Nadira sedikit terlihat gugup dan tubuhnya merasakan keringat dingin membasahi nya.

"Sudah saya bilang dari dulu kalau kau harus memasang cctv di ruang kerjamu namun kau tidak pernah mau memasangnya," ujar Sarah, dia seperti menyalahkan Martin akan apa yang terjadi.

"Apa Papa yakin uang Papa hilang?" Pertanyaan Randy yang mampu membuat Martin mengerutkan dahinya.

"Sekali Papa bilang hilang itu berarti hilang Randy!" Martin mulai mengeraskan suaranya.

"Eh, aku melihat pembantu muda itu keluar dari ruangan Papa saat aku akan ke kamar Randy," ucap Nadira tiba-tiba. Dia menjadikan Andira sebagai kambing hitam akan aksinya.

"Apa yang kau lakukan di kamarku?" tanya Randy yang tiba-tiba terkejut mendengar Nadira masuk ke kamarnya.

"Aku masuk untuk mengambil tempat pensilku yang kemarin kamu pinjam," jawab Nadira. 

"Sudah! Panggil Andira kemari!" Suara Martin tiba-tiba membesar.

"Andira!" panggil Sarah, suaranya terdengar keras dan agak kasar memanggil Andira.

Terlihat mata Sarah penuh kemarahan. Dia juga berfikir bahwa Andira yang mencuri uang Martin.

Dalam sesaat Andira datang dengan rasa gugupnya, berhadapan dengan keluarga Dailuna membuatnya sangat ketakutan. Andira berdiri tepat di samping Sarah, dia terlihat agak ketakutan.

"Iya Nyonya, kenapa memanggilku?" tanya Andira dengan nada pelan sambil menundukkan kepalanya.

Mata Martin langsung menatap wajah lugu milik Andira, hatinya merasa bahwa tidak mungkin gadis selugu dan selembut Andira mampu mencuri di tempat yang baru dia datangi. Hingga mata Martin tersangkut pada Raisi yang juga memandang Andira dengan tatapa tulus seperti tatapan yang dimiliki Martin untuk Andira.

"Katakan apa yang kau lakukan di ruang kerja Martin?" tanya Sarah dengan nada tegas.

Mendengar itu Andira agak gugup, namun

tetap menyawab dengan tenang, "Aku

membersihkan ruangannya, kata ibuku aku juga harus membersihkan ruangan Tuan Martin," jelas Andira tanpa terbata-bata.

"Katakan yang sebenarnya apakah kau yang mencuri uang milik Martin ha?" tanya Sarah sekali lagi. Martin hanya diam menatap Andira dengan tatapan tenang. Dan ketiga anak Martin juga hanya diam. Namun Nadira sedikit ketakutan, Randy terlihat biasa-biasa saja dan Raisi dia terlihat sangat kasihan pada Andira.

Sebelum menjawab pertanyaan Sarah, Andira menelan ludah beberapa kali. Sesekali ia menatap kearah keluarga Dailuna, kemudian matanya tersangkut pada Nadira yang menyuruhnya keluar dari ruangan Martin saat ia membersihkan ruang kerja Martin.

"Aku tidak mencurinya Nyonya, sumpah demi ibuku, aku tidak pernah mencurinya," jawab Andira matanya berkaca-kaca.

Dia melihat tatapan kasar dari Nadira dan juga Sarah, tatapan tulus dari Raisi, dan tatapan menakutkan yang selalu menakutkan tatapan mata di balik kacamata milik Martin.

"Bagaimana kalau aku menggeleda kamar tidurmu?" Martin tiba-tiba bertanya, nada bicaranya seperti sangat tenang. Mendengar ucapan Martin semua setuju. Andira pun merasa tidak keberatan karena dia tidak mencuri.

"Aku saja yang menggelada kamarnya Mart," ucap Sarah.

"Aku sendiri yang akan menggeledanya Sarah, aku akan menggeledanya sekarang. Dan anak-anak setelah sarapan kembali ke kamar kalian, kau juga Sarah!" ujar Martin, sesuatu bermain di kepalanya, mungkin ini adalah kesempatan untuknya masuk ke dalam ruangan dimana Andira juga berada di sana.

"Baiklah terserah kau Mart, aku juga akan keluar, ada pesta pembukaan restoran milik Arfin malam ini," balas Sarah. Ucapan Sarah membuat Martin terkejut, dan juga merasa kesal. Inilah kenapa dia tidak pernah jatuh cinta pada Sarah, karena sikap Sarah yang suka pergi tanpa sadar bahwa dia sudah punya keluarga.

Martin berdiri dari tempat duduknya, anak-anaknya pun kembali ke kamaranya. Raisi juga sangat khawatir pada Andira dan Nadira yang merasa gugup, kalau-kalau ayahnya tak menemukan uang di kamar Andira.

Sedangkan Andira dia merasa sangat ketakutan pada pria yang selalu memiliki tatapan misterius yang menakutkan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Irfan Maulana
bagus baguss
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status