Share

Chapter 8

Martin memasuki kamar Andira, matanya mengitari ruangan kecil namun bersih dan rapi. Dia melihat biola milik Andira tersimpan rapih di atas meja, di sebalah biola itu terdapat buku bersampulkan coklat yang membuat Martin penasaran apa isi buku itu. Bisa jadi catatan Andira, atau resep makanan yang membuat makanannya sangat nikmat.

Andira sendiri berdiri di samping tempat tidurnya, terpaku di sana sambil memandang Martin menggeledah kamarnya. Martin berjalan menuju meja yang di atasnya terdapat biola dan buku bersampulkan coklat.

"Darimana kau mendapatkan uang untuk satu biola, aku pikir biola cukup mahal untuk anak pembantu sepertimu?" tanya Martin. Ucapan yang mampu membuat Andira seketika menelan ludah, sepertinya Martin sedang meremehkan dirinya karena statusnya sebagai anak pembantu di rumah kaya milik Dailuna. "Itu milik ayahku, dia seorang pemusik, sampai dia meninggal dia berikan itu padaku," jawab Andira, untuk pertama kalinya dia berani memandang ke arah mata Martin.

Martin yang menyadari tatapan Andira menaikkan kedua alisnya dan terlihat senyum miring di bibir tipisnya. Dia juga terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya.

Martin melangkahkan kakinya, dan berdiri tepat di hadapan gadis berkulit putih susu itu.

Matanya yang dibingkai kacamata memandang mata milik Andira yang sedang memandang ke bawah. Andira terlihat memainkan kedua telapak tangannya yang sudah berkeringat dingin.

Martin merasakan kegugupan Andira, namun dia malah semakin mendekatkan tubuhnya di hadapan gadis muda itu. Tangan kekar Martin mulai terangkat, dan jemarinya mengangkat pelan dagu Andira, dia kini dapat merasakan langsung tatapan milik Andira yang langsung menatap matanya namun dengan mata ketakutan dan berkaca.

"Katakan, apa kau yang mencuri uang di brangkasku?" tanya Martin, nada bicaranya

tenang, namun tatapannya masih saja mengintimidasi.

"Bukan," jawab Andira sambil menggelengkan kepalanya.

Mendengar itu, Martin mulai kehilangan kesabarannya, jari telunjuk yang tadinya berada

di dagu Andira kini perlahan melangkah turun ke leher Andira, jemarinya itu bermain di leher

Andira.

Gadis berusia 21 tahun itu kini tak mampu mengatur nafasnya dengan baik. Sedang

Martin mulai membentuk tangannya seperti sabit melingkari leher Andira, sesekali Andira menelan ludah, dan sekarang rasa takutnya semakin memuncak, dia menutup matanya, dan mengeluarkan air mata. Melihat Martin yang kini seperti akan mencekik Andira jika ia tak mengaku.

"Sekarang katakan, apakah kau melihat orang lain berada di ruangan ku siang tadi?" tanya Martin, tangannya masih berada di leher Andira.

Mendengar itu Andira lalu mengingat Nadira yang mengusir dirinya saat dia membersihkan

ruang kerja Martin.

Andira mengangguk, dan membuat Martin tersenyum, lalu bertanya, "Siapa?" tanya Martin.

"Nadira," jawab Andira.

Mendengar itu Martin lalu melepaskan tangannya dari leher Andira, seketika Andira kemudian mempercepat nafasnya dan merasa lega terlepas dari cengkaraman tangan Martin. "Kau serius?" tanya Martin lagi, namun hanya dijawab dengan anggukan oleh Andira.

Martin menatap Andira dengan tatapan tulus dan kasihan, dia kemudian menepuk lembut pipi Andira, dan pergi dari sana.

Andira yang sedari tadi merasa terancam langsung saja menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidurnya, air matanya kiang mengalir, dia sangat ketakutan melihat cara Martin membuatnya untuk berbicara, dia sekarang memikirkan ibunya di rumah sakit yang dijaga oleh adiknya yang masih berstatus pelajar.

Dia menggantikan ibunya karena sedang sakit dan adiknya yang harus ia biayayi. Tatapan tajam Martin Dailuna masih terbayang di benak Andira, yang tadinya hanya ucapan kasar, kini hampir berubah menjadi tindakan yang agak kasar, dia berfikir betapa tersiksanya ibunya saat bekerja di sini.

Para majikan yang sangat keras dan tak peduli terhadap perasaan pembantunya. Namun hatinya kini mengarah pada Raisi yang memiliki sikap lembut, tampan dan baik hati.

Berbeda dengan ayahnya yang memiliki sikap dingin, agak kasar dan tidak tahu caranya menghargai.

Mengingat Raisi hati Andira berubah menjadi lebih tenang.

Dan Martin, dia berjalan dengan langkah pelan sambil mengingat Nadira yang pernah meminta uang untuk membeli ponsel baru.

Dia tentu saja tidak akan menghukum Nadira dengan cara kasar dia hanya akan melihat apakah Nadira betul-betul membeli ponsel baru sehingga dia akan yakin bahwa memang putrinya sendirilah yang mengambil uangnya.

Dan kode kombinasinya pun adalah tanggal lahir Nadira jadi akan sangat mudah untuknya mengambil uang di dalam brangkas milik Martin.

Saat Martin akan menuju ruangan kerjanya, dia melihat Raisi berjalan yang mengarah ke kamar

Andira.

Melihat itu Martin berhenti dan juga menghentikan Raisi.

"Raisi!" panggil Martin, mendengar itu Raisi pun berhenti dan Martin pun menghampirinya.

"Kau mau kemana?" tanya Martin saat berdiri tepat di hadapan putra sulungnya.

"Tidak kemana-mana," jawab Raisi yang juga mulai berani memandang mata ayahnya.

"Aku tahu, kau akan ke kamar pembantu muda itu kan?" teka Martin, dia terlihat memiringkan kepalanya, menunggu jawaban dari Raisi.

"Pa, aku bukan anak-anak lagi yang harus memberitahu kemana aku akan pergi," ucap Raisi. Mendengar itu membuat Martin kemudian agak memonyongkan bibir tipisnya.

"Baiklah pergilah kemanapun yang kau inginkan, tapi jangan harap kau bisa jatuh cinta pada gadis yang berstatus pembantu," ucap Martin dengan tatapan sini pada sang putra.

Dia memandang berani mata Raisi seakan mengisyaratkan kalau-kalau Raisi jatuh cinta pada Andira, Martin lah yang paling pertama menentangnya.

Bukan karena Martin tidak merestuinya karena Andira adalah anak seorang pembantu, tapi karena dia yang selalu mendapatkan apa yang dia inginkannya, termasuk rasa inginnya pada Andira.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
padang kidul
kebanyakan terkunci..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status