Flashback
Oh ya, berbicara tentang Sarah, dia menikah juga karena terpaksa, malam itu, malam yang paling mengerikan untuk Sarah saat ayahnya mengatakan bahwa dia harus menikah di malam saat dia baru pulang dari pestanya. Pesta malam tahun baru bersama teman-temannya. Dia pulang dalam keadaan mabuk.
Dengan luntang-lantung jalannya masuk ke dalam rumah.
“Ayah Nona ingin bicara.” Seorang pelayan tua, dia meraih mantel kulit Sarah saat gadis itu baru pulang di tengah malam. Sarah yang sudah teler dan jalannya sudah tak seimbang menatap pekerja rumahnya itu.
“Bicara....di tengah malam ini?” Suaranya sedikit terbata-bata, dan tatapannya lelah, terlihat seperti wanita yang belum tidur dalam dua hari.
“Katakan padanya, aku akan mau tidur. Aku lelah, aku akan bicara padanya besok.” Dengan senyum yang mekar pada gadis muda itu dan mulai berjalan dengan kaki yang seakan ingin jatuh.
“Aku antar Nona saja ke kama
Sarah mengingat-ingat kembali momen saat pertama kali ayahnya mengatakan tentang pernikahan. Dia jatuh pingsan, tidak sadarkan diri. Hingga esoknya, ternyata semuanya sudah direncanakan. Sarah terlihat merenung, mengabaikan tatapan Martin padanya.“Apa yang kau pikirkan?” Sedikit cubitan di punggung tangan Sarah. Sarah larut dalam memorinya, mengingat momen dimana dia pertama kali mendengar kata pernikahan untuk dirinya sendiri. Dia baru terbangun dari ingatannya saat Martin mencubit punggung tangannya.“Aku tidak memikirkan apa-apa, aku melamun.”Martin mengernyit, dia menyipitkan matanya, lalu berkata, “Kau melamun saat aku sedang bicara denganmu?”“Kenapa? Tidak boleh?”Mendengar hal itu Martin memandang kesal, dan mulai berdiri, dia memperbaiki kancing jas abu-abu yang dia kenakan dan sudah menganggap bahwa mereka menyetujui tentang pembatalan perceraian. Martin keluar dari ruangan itu, dan sempat
Makan malam yang dihadiri oleh keluarga lengkap, terlihat canggung. Namun tidak apa setidaknya lengkap. Martin Dailuna mengunyah makanannya sesekali melihat siapa yang menyiapkan makanan penutup. Sama seperti sebelumnya, namun kali ini perasaan Martin kebih sejuk, keluarganya mungkin tak menatap ke arahnya dan merasa tidak nyaman dengan makan malamnya. Namun dia, dia betul-betul nyaman. Matanya kini menatap ke arah Sarah, lalu Raisi kemudian Randy dan Nadira. Keempat orang yang ditatapnya sama sekali tidak menatap ke arah Martin. “Bagaimana ujian final mu?” Martin bertanya menatap Raisi yang berhenti mengunyah setelah mendengar pertanyaan dari sang ayah. Dia perlahan menoleh ke arah Martin dan berusaha untuk sopan. “Lumayan.” Dengan singkat dia menjawab. Lalu pandangan Martin menatap ke arah kedua anaknya yang lain. “Kalian? Bagaimana? Sudah mau ujian?” tanyanya dengan nada suara berat namun lembut. “Belum, kami belum ujian. Lagi pula kalau ak
Makan malam yang dihadiri oleh keluarga lengkap, terlihat canggung. Namun tidak apa setidaknya lengkap. Martin Dailuna mengunyah makanannya sesekali melihat siapa yang menyiapkan makanan penutup. Sama seperti sebelumnya, namun kali ini perasaan Martin kebih sejuk, keluarganya mungkin tak menatap ke arahnya dan merasa tidak nyaman dengan makan malamnya. Namun dia, dia betul-betul nyaman.Matanya kini menatap ke arah Sarah, lalu Raisi kemudian Randy dan Nadira. Keempat orang yang ditatapnya sama sekali tidak menatap ke arah Martin.“Bagaimana ujian final mu?” Martin bertanya menatap Raisi yang berhenti mengunyah setelah mendengar pertanyaan dari sang ayah. Dia perlahan menoleh ke arah Martin dan berusaha untuk sopan.“Lumayan.” Dengan singkat dia menjawab. Lalu pandangan Martin menatap ke arah kedua anaknya yang lain.“Kalian? Bagaimana? Sudah mau ujian?” tanyanya dengan nada suara berat namun lembut.“Belum,
Malam yang dipenuhi bintang. Perselingkuhan yang dinikmati. Dan tragedi yang mungkin menanti. Saat ini, Sarah asik memandang laut malam bersama kekasih simpanannya. Kaki mereka tak beralas, ombak kecil membentur kaki mereka dan pandangannya menatap ke arah langit yang berbintang, serta suhu tubuh mereka dingin karena angin laut.Perbincangan terjadi, mereka berdiri dan berjarak. Tangan Lutfi berada di saku celananya, sedangkan kedua tangan Sarah diletakkan di perut, saling bergenggam dan mata mereka hanya menatap gelapnya laut dan indahnya bintang.“Apa menurut mu kita serasi?” Lutfi memulai percakapan. Pertanyaan yang membuat Sarah terkekeh kecil.“Kita harus bertanya pada orang lain untuk pertanyaan itu.” Jawaban yang juga membuat Lutfi tersenyum.“Sayangnya tidak ada orang lain di sini, apa aku harus bertanya pada bintang?”Sekali lagi, mereka saling tersenyum dan bertatap. Lutfi terlihat meraih tangan Sarah d
Pemuda itu pulang, mungkin dari bersenang-senang, namun baunya sama sekali tak tercium bau minuman. Mungkin hanya menenangkan diri. Dia berjalan ke arah kamar Andira dan mengetuk pintunya.Tak lama kemudian pintunya terbuka, dan lampu yang tadinya mati kini menyala.“Tuan Muda.” Mata itu terlihat kantuk.“Sejak tadi aku sudah ingin bicara denganmu.” Dia dengan senyum. Andira yang terlihat lelah kini terlihat malas. Namun dia menyembunyikan rasa malas itu. Entahlah, awalnya dia sangat bersemangat dan selalu bersemangat jika itu dengan Raisi, namun kenapa sekarang tidak?“Bicara? Tentang apa?”“Ayolah, ikut denganku,” ucapnya dengan senyum dan meraih tangan Andira. “Bintang di malam ini bertaburan, tidak enak jika tidak menikmati bintangnya.”Mereka berjalan keluar, ke taman. Taman yang dirawat oleh Pak Rustam tak kalah indahnya di malam hari. Selain itu, lampu-lampu kecil ketika mala
Dia menuliskan sesuatu di sebuah kertas kecil. Begini yang dia tuliskan, “Besok hari Kamis, ingat audisimu. Kau akan sangat indah bersama biola coklat mu. Omong-omong dansamu dengan Raisi itu payah .”Dia menuruni tangga dengan lincah di malam hari dan masuk ke kamar Andira, setelah itu dia taruh kertas kecil itu di atas meja dekat lemari. Sudah menaruh, dia langsung berjalan pergi dan menaiki tangga dengan kaki yang juga lincah.Sementara itu, Raisi dan Andira larut dalam tarian mereka. Hingga Sarah pulang dan mengagetkan mereka. Dengan cepat Raisi mematikan musiknya dan menyuruh Andira untuk bersembunyi.“Tapi dimana?”“Di sana saja, ayo!” Dia menarik tangannya dan masuk ke dalam semak bunga. Suara semak itu terdengar hingga ke telinga Sarah yang berlalu. Sarah yang sudah lelah dan sedikit mabuk langsung masuk saja ke dalam rumah.Raisi terlihat tersenyum menyeringai setelah melihat ibunya berlalu pergi. Mereka
------------------------Bagaimana aku bisa katakan padamu? Aku mencintai yang baru. Hatiku tergerak untuk mencintainya. Tenang aku tidak melupakan mu wahai kekasihku yang selalu bermain dalam benakku. Kau memberiku nyawa dan jiwamu. Aku memberimu segalanya dan sekarang tak ada yang tersisa. Bantulah aku untuk pergi dan biarkan aku mencintainya. Kau tetap cintaku namun dia membuatku jatuh cinta lagi.Ingat ini kekasihku, kekasihku yang terindah. Aku tidak pernah melupakanmu, justru aku sangat mencintaimu. Namun aku rasa aku menderita dengan perasaan hampa ini. Aku mencintai gadis selain dirimu, memang berat dan menyakitkan, namun kekasihku, aku melihat matamu padanya, indah sekali. Aku melihatmu dalam kedua kelopak mata indahnya.Aku Martin Dailuna. Untuk kekasihnya di surga.----------------------------Dia menciumi tulisan yang berada di kertas itu dan menaruhnya di atas makam Mia. Dia hanya singgah sebentar, karena hari ini adalah hari aud
"Tuan, bukankah itu, Nyonya?" Dia menujuk ke arah pasangan yang sedang bersama, mereka terlihat duduk di resto terbuka dengan mudah untuk terlihat. Mendengarkan apa yang dikatakan Andira, Martin langsung meminggirkan mobilnya. Pemandangan itu membuat Andira merasa sedikit lupa dengan kegagalannya untuk melaju ke fase berikutnya. Kata juri, dia gagal karena musik yang dia mainkan sudah sangat klise dan tidak spesial karena sudah di cover oleh banyak orang pemusik.Martin memandang fokus ke arah yang ditunjuk oleh Andira."Lutfi?" Alisnya mengernyit dan matanya sedikit menyipit hingga kedua kelopak mata itu lalu membulat. Dia memandang masuk ke arah dua pasangan yang saling berbincang, tertawa dan makan bersama.Di dalam sana, tak ada dinding yang menutupi sehingga orang luar dengan muda melihat para pe