Mata Andira membulat dan bibirnya terbuka, tetesan krim jatuh ke bajunya karena terpapar cahaya.
"Kau harus segera mengabiskan eskrim mu, atau akan seperti hatiku."
"Ha?"
"Meleleh."
Mendengarnya, rasa kaget Andira diganti dengan kekehan tawa ya g renyah. Sekali lagi Martin dapat membuat Andira tertawa.
"Sudahlah, ayo kita pulang. Lagi pula kau harus menyiapkan makanan bukan? Anak-anak akan pulang. Sarah akan pulang dan Raisi akan pulang." Dia berdiri dan mengulurkan tangannya pada Andira selepas mereka menghabiskan eksrim yang mereka nikmati sejak tadi.
Andira tersenyum, dan meraih uluran tangan Martin, dia berdiri dan mereka melepas tangan, namun tetap berjalan beriringan. Selalu menyenangkan berjalan beriringan dengan orang yang kau cintai. Martin menikmati momen itu, hanya berjalan beriringan saja membuatnya menyukai setiap langkahnya.
Mereka masuk ke dalam mobil dan menuju rumah besar Dail
Di ruangan kerja itu, Martin dengan tatapan mengintimidasi dia menatap Ibrahim yang duduk di sebrang meja. Dia menatap pria itu dengan penuh rasa heran dan bingung i gun memulainya dari mana. Dua memejamkan matanya beberapa detik, menghela nafas dan mulai membuka mulut."Sejak kapan kau berhubungan dengan adikku?" Tatapannya serius namun tak begitu tajam."Apa itu bagian dari pekerjaan?" Ibrahim bertanya balik dengan suara berani, dan tatapan yang juga berani menatap sang atasan. Mendengar jawaban dan tatapan berani itu membuat Martin mengernyit dan sedikit menganga tipis. Dia yang tadinya mencondongkan tubuhnya kini perlahan menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi."Ini masalah pribadi adikku dan aku.""Kalau begitu tolong jangan sangkut pautka
"Bagaimana dengan pekerjaan ku Kak?" Raynaldi yang tiba-tiba, datang ke kantor sang kakak. Sarah duduk di kursinya dengan gaya elegannya."Aku akan bicara dengan Martin, jika dia tidak izinkan kau akan kusuruh bekerja saja di sini.""Bekerja di sini?""Kenapa kau selalu menolak?""Aku tidak tahu, aku hanya ingin menolak. Aku tidak ingin bekerja di sini! Tidak ingin Kak! Carikan aku pekerjaan yang lebih baik!"Mendengar sikap kepala Ray, membuat Sarah hampir meledakkan kepalanya. Dia sudah dipusingkan dengan urusan kantor, sekarang adiknya datang dan menambah masalah saja. Karena tak mendapatkan jawaban dari sang kakak. Ray pergi saja dari sana dan tak lupa membanting pintu ruangan Sarah."Hei! Anak sialan itu!"Sarah mengumpat terus, dia memijat-mijat keningnya, dan terlihat begitu sangat
Raisi dan teman-temannya terlihat sedang asik nongkrong di salah satu kafe ternama, mereka sering berkunjung ke sana. Mereka sendiri duduk di kursi tamu yang terletak di lantai atas.Salah seorang teman, dia menyalakan musik yang terdengar seperti alunan biola yang indah, itu mengundang perhatian Raisi. Dia mengingat Andira pernah membunyikan musik itu, dia pernah memainkan musik itu. Kini dia mendengarnya lagi. Raisi yang penasaran kini bergerak dan mendekat ke arah sang teman yang duduk tepat di sampingnya."Liat apa?""Video singkat. Kau tahu kan aku suka musik. Kebetulan aku nonton salah satu audisi kemarin. Dan ini yang paling indah. Bagus, namun dia tidak lolos.""Tidak lolos?"Raisi semakin penasaran, dia bergerak semakin mendekat dan mencondongkan wajahnya pada layar laptop yang ditonton oleh temannya itu. Dia mengenali wajahnya. Dia betul-betul mengenali wajah itu."Sepertinya aku mengenalnya."
"Apa yang kau lakukan?" Mata Martin membelalak. Dia menbungkuk dengan tangan di paha dan salah satunya menyentuh bibir yang berdarah. Dia mendongak menatap Raisi yang berdiri tepat di hadapannya."Apa hubunganmu dengan Andira?!" Suaranya besar dan dengan sangat keras, sangat-sangat keras."Aku akan membunuh mu!" Martin yang langsung berdiri dan menatap nanar mata sang anak.Karena terdengar suara bising, Ibrahim yang masih berada di luar juga membuka pintunya dari luar, dan melihat Martin yang mengangkat kera baju putranya. Dia menelan ludah saat melihat amarah di masing-masing mata."Dengar… Saya tidak…""Kenapa kau begitu berani padaku!?"Suara Martin membuat Ibrahim berhenti bicara, tangan Martin semakin kuat menarik kera bajunya, sedangkan Raisi tangannya tidak melawan dia hanya menatap dan membalas tatapan taja
Seorang gadis terlihat mengajari seorang remaja laki-laki di halaman belakang rumah. Dia menampilkan senyum indah dan mengajar dengan sepenuh hati. Andira, dia berdiri di samping Randy yang sedang mencoba bermain biola."Ini sangat susah." Randy mulai mengeluh."Tidak akan susah jika terbiasa. Aku juga dulu seperti itu Tuan Muda."Mendengar apa yang dikatakan Andira, itu membuat Randy merasa sedikit lega, dia masih terlihat menjepit biolanya di antara leher dan bahunya.Tangan Andira mulai menyentuh lembut jemari Randy dan mengarahkannya dalam bermain biola, dia tersenyum saat Randy mulai baik dalam menggunakannya, Randy juga ikut menampilkan senyumnya pada gadis itu."Nah kan, kau sudah bisa. Nanti juga akan terbiasa dan akan lebih muda."Randy mengangguk dan mulai menggesek-gesek lembut senar biola itu. "Begini lebih muda."Andira yang melihat kemajuan dari Randy membuatnya menghela nafas senang, dan mulai menghindar lalu duduk di a
Martin mengelus lembut bibirnya, dan matanya memandang ke bawah, dia merenung dan membayangkan apa yang mungkin terjadi. Apa yang mungkin akan terjadi. Dia terus berpikir, hingga seseorang menyentuk pintu."Jangan ganggu!" Martin saat mendengar ketukan itu. Namun pintu tetap terbuka, membuat Martin menghela nafas berat, dia menatap ke arah pintu dan melihat, istirnya yang melangkah masuk dan menutup pintunya. Martin merasa kesal, hatinya yang sudah sedari tadi panas kini semakin panas.Sarah berjalan masuk dan langsung duduk di kursi tamu di depan meja. Matanya terlihat terkejut melihat Martin dengan pinggir bibir yang pecah dan berdarah."Ada apa dengan bibirmu? Kau terluka?" Dia langsung berdiri dan mencondongkan wajahnya pada Martin, tangannya mencoba menyentuh bibir Martin, namun Martin terlanjur memundurkan wajahnya dan menghindar dari sentuhan Sarah. Dia merasa jijik dan tatapannya sangat-sangat benci. 
Suara besar mengagetkan Andira, dia langsung berdiri dari duduknya bersamaan dengan Randy yang juga terkejut. Pintu kaca itu terbuka dengan keras dan Raisi berdiri tepat di bingkai pintu. Dia berhenti di sana. Andira dan Randy memandang ke arah Raisi.Raisi menatap Andira, begitupun sebaliknya."Aku ingin bicara denganmu." Arah mata dan bicaranya menatap ke arah Andira. Dan Andira dia menoleh ke arah Randy yang juga menoleh ke arahnya. Randy paham dengan maksud Andira, dia beranjak pergi saja dari sana meninggalkan Raisi dan Andira.Setelah pergi dari sana, Raisi menutup pintu kaca itu dan berjalan ke arah Andira. Dia berjalan dan mendekat ke arah gadis yang dia idamkan itu. Mereka kini saling bertatap."Anda ingin bicara apa Tuan Muda?" Andira bertanya, tatapannya tulus menatap Raisi dan suaranya lembut dan juga pelan."Kau mengikuti audisi?" Suara
Tatapan antara Sarah dan Martin beradu, mereka saling bertatap tidak suka. Penolakan Martin mampu membuat Sarah kehilangan kesabarannya dan wajah Sarah yang menjengkelkan membuat Martin ingin sekali mengamuk, dia tanpa sadar telah mengepalkan tangannya. Mengingat apa yang dilakukan Sarah pada adiknya, Hatice. Bagiamana mungkin menjadi selingkuhan seorang suami dari wanita yang telah baik bahkan sangat baik padamu."Pergilah dari sini, aku sangat tidak ingin membahas tentang Raynaldi mu itu!" Martin kini menyandarkan tubuhnya pada kursi kebesarannya dan tangannya berada di atas meja, tatapannya tajam menatap Sarah, bibirnya tipisnya tertutup dan sedikit memonyongkan."Kenapa lebih memilih orang lain kebanding kerabat?" Sarah bertanya lagi, dia juga menyandarkan tubuhnya pada punggung kursinya dan juga menatap tajam mata Martin."Aku hanya memiliki sedikit kerabat, Raynaldi bukanlah kerabat ku."Sekali lagi, ucapan Martin Dailuna men