Martin berdiri kaku menatap putranya yang tak berbusana itu, dia sama sekali tak menoleh ke arah Andira, gadis itu hanya menyelimuti tubuhnya dan menolak menatap kedua pria yang bersitegang karena dirinya itu. "Kau akan menyeret ku? Karena jalang seperti dia?" Raisi sambil menunjuk ke arah Andira. Hal itu tidak menunjukkan bahwa dirinya berani di mata Martin, melainkan pengecut yang keras kepala. Martin melipat bibirnya dan menelan ludahnya, dia menatap Raisi dengan mata berkaca-kaca pada Raisi Dailuna. Dengan mengangguk-angguk pelan, Martin maju ke hadapan Raisi, dan dengan cepat menampar dengan keras anaknya itu. "Gunakan pakaian mu bajingan!" Suara Martin yang kembali meninggi. Raisi tidak terima, dia kembali menatap ayahnya, dan menggegeleng-geleng tidak jelas. "Aku tidak mau, Tuan Dailuna!"Plak!Sekali lagi, Martin menyerang putranya itu. Dan dengan cukup keras, Martin menjambak rambut Raisi dan menyeretnya. Raisi terjatuh dan teruduk, namun Martin dengan kemarahannya menyere
"Tunggu, tunggu di sini, aku akan kembali," jawabnya dengan senyum yang mekar. "Tidak apa-apa, okey, kau akan baik-baik saja, aku akan segera kembali." Dan berdiri lah Martin, dan memungut pakaian Raisi yang terletak di lantai, lalu dia keluar dari kamar itu dan masih melihat Raisi berdiri di tempatnya. Martin berhenti sejenak dan berkata, "Pergilah, jangan sakiti dia." Setelah itu dia menjatuhkan pakaian Raisi tepat di hadapan anaknya itu. Dan Martin pergi melalui Raisi. Perkataan Martin membuat Raisi merasa tersakiti, rasanya Raisi adalah pengecut dan pecundang yang luar biasa. Dia baru saja memukuli seorang gadis, wanita. Matanya berkaca-kaca dan jiwanya menyadari bahwa apa yang telah dia lakukan adalah sebuah kesalahan. "Apa yang telah aku lakukan?" Suaranya terdengar menyesal. Hatinya teriris mengingat bagaimana Andira menjerit dan menangis, bagaimana gadis itu menatapnya dengan penuh rasa takut. Apa Andira pantas mendapatkannya? Dia jatuh ke lantai dengan berlutut. Hatinya g
Rumah besar yang sepi, bahkan petugas di rumah itu terlihat seperti sia-sia, tukang kebun terlihat bosan karena tak tahu ingin mengerjakan apa, pak satpam yang hanya duduk dan meminum kopi, serta supir pribadi yang tidak mengantar siapapun. Andira memantau pekerja itu melalui jendela. Ketiga pekerja yang tak sibuk, mereka hanya asik tertawa dan berbincang. Andira juga hanya sendiri di rumah itu, Raisi meninggalkan rumah, Hatice pergi bekerja dan Martin pun sama. Dia hanya sendiri di rumah yang begitu besar, dan bingung ingin melakukan apa. Sedangkan Martin, di kantornya, kolega-kolega bisnisnya mendatanginya, mereka membicarakan tentang hubungan pernikahan Martin yang telah kandas. Teman-teman lama serta kerabat keluarga Dailuna juga mempertanyakan tentang pernikahan yang kandas itu. "Kenapa bisa bercerai?""Apa yang mungkin menjadi penyebabnya?""Kau tahu? Kau adalah keturunan Dailuna pertama yang mengalami perceraian.""Ayahmu pasti kecewa terhadap mu!""Keluargamu hancur Martin
Martin terlihat masih berada di dalam ruangannya, menunggu Andira kembali menghubunginya, dia diam dan hanya memandangi ponsel miliknya, dan akhirnya, ponselnya berdering. Dengan sigap dan begitu lincah Martin meraih ponsel miliknya. "Iya Andira?""Andira?" Suara laki-laki, ternyata Rami. Martin menjauhkan ponselnya dari telinganya dan menatap layar ponsel yang tercantum nama Rami. "Kau rupanya." Martin saat kembali mendekatkan ponsel miliknya di telinga. "Andira, gadis pembantu mu itu?" tanya Rani sekali lagi. "Apa pentingnya bagimu, sekarang katakan kabar apa yang kau bawa?" "Oh ya, aku mendapatkan informasi dari media-media yang mengabarkan mu, yang memberitakan tentangmu itu, rupanya ada dua sumber yang memberitahu para media, yang pertama adik iparmu, maksudku mantan adik iparmu, dan yang kedua, tanpa nama, aku tidak bisa melacaknya, sepertinya ada yang membenci mu selain mantan istri mu dan juga adiknya," jelas Rami di balik ponsel. Martin yang mendengar penjelasan Rami m
"Andira apa kau berada di dalam sana? Andira aku hanya ingin meminta maaf, tolong maafkan aku atas apa yang aku lakukan kemarin, kau bisa memaafkan ku?" Suara itu, ucapan itu membuat Andira merasakan getaran sempurna pada sekujur tubuhnya. Dia mengingat bagaimana Raisi memperlakukannya, bagaimana Raisi Dailuna begitu kejam padanya. Dia masih merasakan luka pada tubuhnya dan luka dalam hatinya, Andira masih mengingat betul sentuhan kasar dari Raisi Dailuna. Andira tidak menjawab, dia hanya berdiri kaku, dengan ujung jemari tang bergetar sempurna. Dulu, dia menganggap Raisi adalah pemuda yang lebih baik dari ayahnya, yakni Martin Dailuna, namun sekarang, Raisi jauh lebih berbahaya dari Martin Dailuna. Oh ya, Martin sama sekali tidak berbahaya. "Andira, tolong maafkan aku," ucap Raisi sekali lagi, dengan ketukan pelan dan lembut, suara lembut dan manis didengar, namun begitu mengerikan untuk didengar oleh Andira. "Aku tidak akan membuka pintunya, Anda boleh pergi Tuan Muda!" Suara
Setelah beberapa saat kemudian, dan akhirnya Andira merasa tenang karena tak mendengar tanda-tanda keberadaan Raisi. Akhirnya Andira merasa berani kembali untuk membuka pintu kamarnya. Dengan pelan dia membukanya dan betapa terkejutnya dia saat melihat seseorang berdiri tepat di hadapannya, namun bukan Raisi melainkan orang lain dengan topeng yang menutupi wajahnya. Mulut Andira ditutupi dengan kain yang berisikan obat bius, dan langsung saja gadis itu, tak sadarkan diri. Pria itu membawa Andira keluar dari rumah besar Martin Dailuna dengan melalui pintu belakang rumah yang sedikit dirahasiakan, hanya Martin dan keluarga sebelumnya yang tahu, bahkan Raisi juga tidak tahu. Dengan cepat dan sigap, orang berperawakan pria tinggi itu melewati lorong panjang ke belakang dan menggendong tubuh Andira, sampai di luar kita hanya akan melihat padan rumput yang luas dan terlihat mobil tua di sana. Andira langsung dimasukkan ke dalam mobil itu. Dan sebelum pergi, pria misterius itu menaruh se
Martin mengangguk dan dibantu merapikan setelan miliknya, hingga dia betul-betul terlihat tampan untuk pria sesuainya. Rambutnya tersisir rapi dan wajah yang begitu bersih dengan mata coklat yang bercahaya. Dia berterimakasih lalai membayar dan pergi dari sana. Berbicara tentang penampilan Martin Dailuna, dia begitu memesona untuk pria seusia dirinya, mungkin belum terbilang sangat tampan, namun pakaian serta penampilannya yang mewah membuatnya jauh lebih menawan dari sebelumnya. Tentu, dia pria yang kaya dan sedang jatuh cinta. Saat Martin pergi, terlihat pemuda itu memandang ke arah televisi yang ada di ruangan kerjanya, dia melihat siaran TV yang menayangkan tentang Martin Dailuna. Dia mengernyitkan keningnya dan matanya menyipit mencoba menerka apa betul pria yang berada di telivisi benar adalah pria yang tadi dia layani? Dia melihat berita yang tidak baik tentang Martin Dailuna. "MARTIN DAILUNA BERCERAI DENGAN ISTRINYA DIKARENAKAN PERSELINGKUHANNYA DENGAN GADIS YANG LEBIH MU
Martin terdiam dengan surat dan bunga yang terjatuh, dia diam lemas dan kedua matanya membulat, nafasnya agak sesak, namun dia berhasil mengatur kembali nafas miliknya. Setelah berhasil mengatur nafasnya, dia kemudian dengan lincah dan buru-buru keluar dari kamar itu, mendaki tangga dan masuk ke ruangannya, dia membuka sebuah brangkas yang tersembunyi dan mengambil sebuah senjata di sana. Pistol hitam dengan ukuran normal langsung dia selipkan pada mulut celananya. Dia lalu berlari dengan begitu lincahnya menuruni tangga dan keluar dari istananya, menancap gas mobilnya dan meninggalkan istana Dailuna. Terlihat dia begitu panik, kita bisa melihat pada wajah dan matanya, kepanikan yang luar biasa. Martin Dailuna, kedua tangan yang menyetir itu terlihat bergetar, nafasnya kembali tak teratur, terlalu cepat hingga membuatnya kesulitan bernafas. Dengan tiba-tiba dia menghentikan mobilnya dan meminggirkannya. Dia menunduk ketakutan, apa yang terjadi? Siapa yang mungkin melakukan ini pad