martin dailuna terduduk lemas di atas sofa dengan beberapa orang di sampingnya dan di depannya yang menekuni kasus ini. rami pengacara martin berada di samping martin, sementara detektif kepolisian juga duduk berusaha untuk memecahkan kasus ini. martin hanya diam dan lemas, dia tidak tahu harus melakukan apa karena semua ini seakan adalah jalan buntu yang tidak dapat dipecahkan. ruangan terasa sunyi dan hanya rami yang berbincang dengan petugas kepolisian di sana. "Kami tidak dapat menemukan bukti apapun tentang Nigel Dailuna, dia menghilang entah dimana, dia tahu bahwa kami membuntutinya, jadi tolong Tuan, katakan sesuatu yang Anda ketahui," ucap salah satu dari mereka yang mencondongkan wajahnya ke arah Martin. Sedangkan Martin, dia hanya menghela nafa dan menatap petugas yang menanyainya. "Jika aku tahu, kalian tidak akan ada gunanya sekarang, karena akan aku cari sendiri, mengerti?" Tatapan tajam Martin tanpa getir menyinggung kasar petugas yang menanyainya hal demikian. Semu
Semuanya diam, bahkan Martin pun diam, dia mulai memiliki kecurigaan terhadap Ibrahim, dalam benaknya, Ibrahim mulai mencurigakan, semua pecahan-pecahan muncul dalam benaknya. Dia juga kini mengetahui dimana Ibrahim tinggal, dan bagaimana Ibrahim telah lama berkomunikasi dengan Bi Ana, dia menemukan fakta bahwa Ibrahim yang pernah menjenguk Bi Ana di rumah sakit. Sekarang Martin memilih untuk menyelidiki sendiri siapa itu Ibrahim. Dia kini berada di gedung perusahaannya dan meminta pekerjanya untuk memberikan data pribadi Ibrahim. "Kapan terakhir kali Ibrahim datang kemari?" tanya Martin. "Sudah hampir satu pekan dia tidak datang Pak, dia bahkan tidak memberi kabar, entah dimana dia," jawab sekretaris nya. Martin hanya mengangguk, dan mengizinkan pekerjanya itu untuk pergi. Dia mulai membuka map nya dan melihat data data Ibrahim. Seorang orang tua tunggal, memiliki satu orang putra dan pernah menikah sekali. Kini Martin menemukan keganjalan dalam data pribadi Ibrahim. Ibrahim d
Betapa terkejutnya Martin ketika mengetahui bahwa Ibrahim telah menipunya selama ini, lalu siapa yang telah bekerja di kantor, dia menghela nafas beberapa kali dan kemudian memukul-mukul setir mobil. "Menyebalkan! Menyebalkan! Menyebalkan! Bisa-bisanya aku tertipu!" Kepalanya merasakan penat yang luar biasa, matanya berkaca-kaca, kelopak mata itu terlihat rapuh dan pasrah. "Aku akan membunuhnya, aku akan membunuhnya, yang benar saja ini semua!" Dia mengendarai mobilnya dengan laju kencang dan saat dia kembali ke rumahnya dia mendapati Rami sudah berada di sana. "Dari mana saja kau, aku mencarimu, menghubungi mu, dan kau bahkan tidak mengangkatnya," katanya, lalu tak lama kemudian Sarah datang entah dari mana. "Martin!" Dia berteriak dengan suara keras saat berjalan masuk ke dalam rumah Martin. Segera Martin berbalik. "Apa yang kau lakukan selama ini? Ha! Apa yang kau lakukan? Kau bahkan tidak bisa menemukan putrimu dan sekarang kau masih berada di sini!" Sarah mengamuk, mata
Seketika Martin terhentak di tempatnya, matanya mendadak membulat dan penuh dengan keterkejutan, semuanya berjalan seakan tak memiliki arah, dia sekarang hanya diam, dan bahkan uangnya tak dapat menyelamatkan dirinya, apa yang sebenarnya terjadi? Dia tidak paham, jika memang Ibrahim yang melakukannya, kenapa pula Ibrahim melakukan itu, apa salah Martin padanya, bahkan Martin tidak pernah memiliki musuh yang betul-betul serius selain bisnis dan hanya dalam bisnis nya saja. Kini Martin melangkah maju ke depan Sarah dan dengan pelan membuka lengannya, dia memeluknya perlahan dan menenangkan Sarah dalam pelukannya. Mantan istrinya itu menangis sejadinya, dia membasahi pundak Martin. Air mata Sarah membanjiri bahu Martin. "Aku tidak pernah menyangka akan sejauh ini." Martin bergumam, dia menatap kosong ke depan. "Bagaimana jika mereka membunuh putriku.., bagaimana jika mereka melakukan...""Shussss.., jangan katakan sesuatu yang buruk," ucap Martin sembari melepas pelukannya dengan pelan
"Aku menemukan Lizzia mu," ucap Ibrahim, dia berjalan ke arah Nigel yang berdiri menatap Raisi yang babak belur dan terikat di atas kursi. Raisi yang mendengarnya segera mengangkat kepalanya dan menatap Ibrahim. Mata Raisi membelalak menatap Ibrahim, selama ini dia percaya sekali dengan Ibrahim dan kini, dia menatap orang dari dalang semua hal ini. "Ibrahim?" gumam Raisi, darah mengalir di wajahnya. "Bagaimana kabar mu anak muda? kenapa? kau terkejut?" tanya Ibrahim yang kemudian mengabaikan Raisi. "Kau sialan itu! Kau yang melakukan semuanya? Dasar bajingan!" Raisi memberontak marah, matanya terlihat nanar sehingga memberi gangguan antara Nigel dan juga Ibrahim. Kini keduanya keluar dari ruangan itu dan melangkah jauh. "Dimana kau menemukannya?" tanya Nigel, dia terlihat lelah karena memukul anak sulung Dailuna. "Di istana Dailuna, dia bersembunyi di sana," jawab Ibrahim. "Hmm, sudah kuduga, dan bodohnya aku tidak mencarinya di sana. Ah lupakan, setidaknya kau sudah menemukan
Kondisi Nadira semakin parah, dia bahkan hanya memakan beberapa suap saja di dalam kurungan dan Hatice semakin merasa terpuruk dengan kondisi demikian. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi untuk menyelamatkan Nadira. Dia lebih memikirkan kondisi keponakannya itu dibandingkan dengan kondisinya sendiri. Nadira saat ini tidur di atas pangkuan Hatice, matanya bengkak dan tubuhnya terasa ringan. Hatice memandang ke depan, ke arah dinding polos yang ingin sekali ia hancurkan. Dia bahkan tak dapat mengamuk dalam kesedihan dan kemarahannya. Dia hanya mengatakan, "Ayahmu akan menemukan kita," katanya, terus dia katakan pada Nadira yang masih saja meneteskan air mata dalam tidurnya. Isak tangis Nadira yang selalu besar, kini tak dapat terdengar lagi dia bahkan tak tahu apakah dia masih bisa selamat atau akan terjebak dan tiada di tempat mengerikan itu. Dia tidak memiliki harapan bahwa ayahnya akan datang padanya setelah mengetahui bahwa Andira sangat membuat ayahnya buta dan hanya berada d
"Apa yang kau akan lakukan, padanya?" tanya Andira, dia menatap Ibrahim dengan tatapan tajam yang curiga, dalam benaknya akan terjadi sesuatu yang mungkin tidak akan pernah ia bayangkan. kini ia berada dalam masalah besar yang tak pernah ia sangka akan lalui. Banyak masalah yang telah ia lalui tapi masalah yang satu ini, masalah inilah yang paling brutal baginya. Karena masalah ini, dia hidup dalam mimpi buruk, juga dia menyadari akan rasa sukanya yang dia balas untuk Martin Dailuna. Tapi ada sesuatu yang aneh dalam kisah ini, dan Ibrahim telah menyembunyikan banyak hal padanya. "Pada siapa?" tanya Ibrahim balik pada Andira. Dia kini berjalan masuk ke dalam ruangan dimana Andira berada, sebuah ruangan yang terlihat seperti sebuah kamar dengan tempat tidur kecil di dalamnya. "Tuan Martin, Raisi, dan yang lainnya, apa yang akan kau lakukan pada mereka?" tanyanya lagi, dia bertanya berulang kali. Ibrahim kini duduk di samping Andira, raut wajahnya seolah akan memberi tahu sesuatu pada
Andira berdiri dari duduknya setelah mendengar berita yang tak diduganya. Dia bertanya tanya apa yang mungkin terjadi pada Hatice dan Nadira. "Kau harus ke sana, cepat lah, karena jika tidak mungkin kau akan terlambat, Ibrahim," katanya. Andira terlihat begitu cemas dan wajahnya begitu muram. "Kau tidak perlu memberi tahu aku akan apa yang harus aku lakukan, aku tahu apa yang harus aku lakukan," kata Ibrahim yang kemudian keluar dari ruangan kamar Andira. Kini Andira duduk di kembali di atas ranjangnya, tepatnya di pinggir ranjang. Dia menelan ludah berkali kali dan merasa bahwa ada yang terjadi pada salah satu diantara mereka. Gadis ini merasa bersalah sangat bersalah. Dia sebenarnya tidak memiliki dendam apa apa pada Martin Dailuna, tapi Ibrahim yang mendorong dia untuk melakukan hal keji. Tangannya lemas, jemari jemarinya terasa bergetar hebat, apa yang dia lakukan saat ini adalah hanya merasa takut dan duduk dengan menyesali apa yang dia telah lakukan selama ini, apa yang dia la