"Kamar pengantin? Maksud Mama, kami berdua boleh menginap di sini? Terima kasih banyak, hal yang sangat menyenangkan! I really miss our old home sweet home. Namun maaf, tampaknya kami harus segera kembali ke kediaman Delucas. Mereka, terutama Lady Rose, akan curiga jika sampai tahu kami berdua tidak ada di sana!" Orion segera menjawab sambil tersenyum, walau pertanyaan ibunya tadi tak pelak menimbulkan gelitik kecil di hatinya. Membuatnya tiba-tiba bertukar pandang gelisah sambil tersipu-sipu bersama Rani. "Betul juga. Oh ya, Orion, kalian berdua bahkan belum sempat bertukar cincin pernikahan. Semua ini terburu-buru dilakukan dalam waktu tak sampai sehari, bahkan pemberkatan tadi terpaksa kita lakukan tanpanya!" "Tak apa-apa, Ma. Lebih baik jika cincin-cincin itu menyusul saja. Kami juga takkan bisa mengenakannya di jari manis karena pernikahan ini harus dirahasiakan dengan baik di hadapan seluruh keluarga Delucas. Bagaimana, Rani? Is that okay?" "Aku setuju denganmu, Orion, eh, Sua
Sungguh, seumur hidupnya Rani belum pernah merasa seperti yang kini ia rasakan. Di atas ranjang itu, berdua hanya dengan pengantin pria yang ia cinta dan mencintainya, mereka perlahan-lahan mulai 'berkenalan' satu sama lain. Tidak terburu-buru, nyaris seperti dua anak yang sedang belajar sesuatu yang baru. Mata cokelat sipit Orion tajam dan dalam, tak jemu-jemu memperhatikan detail tubuh Rani. Jauh berbeda dengan wanita-wanita Everopa baik Rosemary maupun yang ia tonton di televisi dan film-film. Kulitnya kuning langsat bersinar, begitu lembut bagai kelopak bunga baru merekah. Aroma tubuhnya pun berbeda, tak menyiratkan parfum-parfum mewah melainkan wewangian Evernesia dari pelembut raga yang Rani setia pakai sehari-hari. Gaun pengantin Rani sudah hampir lepas dari tubuh bagian atasnya. Dua mustika wanita lembut kenyal milik terpribadinya kini jelas terpampang, tidak terlalu besar. Berukuran pas dalam genggaman Orion, turut memberi pemandangan indah. Kini nyata bagi
Leon bersyukur cuaca perbukitan Chestertown malam itu sangat cerah, langit dipenuhi cahaya taburan bintang-bintang. Dipercepatnya langkah untuk tiba di paviliun Rani. Ia belum sadar bahwa tadi ia tak memasukkan anak kunci cadangan dengan baik dalam saku jaketnya. Begitu tiba di sana, dirabanya bagian saku itu, namun tak menemukan apa-apa! "Oh, di mana benda itu? Damned! Apa tertinggal di kamar? Tak mungkin! Jatuh? Aduh, sungguh ceroboh diriku ini!" Sementara Leon sibuk mencari-cari di sekitar beranda paviliun yang remang, sesosok tubuh dari kejauhan mengamati 'bocah besar yang mencurigakan' itu. Pria itu langsung mendatanginya. "Leon Delucas! What a nice surprise! What are you doing here?" Leon yang sedang menunduk mencari-cari tetiba menengadah. Terkejut, segera berdiri dan disapanya pria pendatang baru itu, "Hai, Dokter, uh, Kenneth!" "What are you doing, pada malam selarut ini mendatangi paviliun seorang wanita?" Leon salah tingkah, agaknya merasa dokter muda di hadapannya ini
"Astaga, kira-kira siapa atau apa yang ada di balik pagar hidup ini, Dok?" Kenneth bersiaga. Dalam saku jas putihnya selalu tersedia sebentuk senjata api berukuran kecil yang sudah dilengkapi dengan peredam. Ia sudah bertekad takkan menggunakannya jika tidak dalam keadaan terpaksa. "Sst, jangan bergerak atau bicara keras-keras, Leon," bisik dokter itu sambil mendekat ke pagar hidup yang cukup rimbun dan tebal itu. Lewat celah-celah rapat di antara dedaunan, masih dapat terlihat situasi di luar. Jalan terlihat sepi, erangan itu masih terdengar sesekali, tak terlalu dekat, tetapi tidak jauh. Seseorang, atau sesuatu, bergerak-gerak dalam kegelapan. Mungkin manusia yang sedang berjalan pelan, mungkin juga hewan liar. "Aku belum bisa memastikan. Tapi lebih baik kita pergi dari sini dan mengamati dari ruang CCTV di main mansion saja!" Kenneth kembali ke dekat Leon dan mengajak anak muda itu pergi. Leon tadinya masih bertahan ingin melihat se
Kenneth dan Leon berusaha keras menarik kesimpulan siapa atau apa yang mereka lihat di layar LED canggih itu. "Coba kau zoom, Leon. Jika terlihat lebih dekat barangkali kita akan tahu!" "Sure, it's a piece of cake for this device! Selain sudah berwarna, juga bisa lebih tajam daripada CCTV jenis lama!" Sosok yang terlihat di monitor sekilas mirip manusia biasa; seorang, dua orang laki-laki yang berpakaian lengkap. Hanya gerakannya yang sedikit aneh, seperti orang linglung. Dengan tangan terarah lurus ke depan sesekali seperti mencoba meraih sesuatu, manusia aneh itu entah buta atau mencari-cari sesuatu yang tak bisa ia temukan. Dalam kegelapan malam plus bayang-bayang pagar, wajah pria itu tak dapat terlihat jelas. Kenneth, yang belum pernah melihat 'korban virus Octagon' sebelumnya, sekali lagi menitahkan Leon, "Aku belum yakin itu hanya manusia mabuk atau apa, namun bisakah kau men-'save' adegan ini? Aku ingin mengiri
"Orion, wait a minute! Aku merasa ada hal yang tidak beres di sini! Lebih baik kita jangan berhenti! Just keep on moving!" "Rani, aku merasa kedua pria aneh itu butuh pertolongan. Mungkin yang terkapar itu baru saja mengalami kecelakaan, tertabrak kendaraan atau diserang hewan liar? Sering terjadi di jalan perbukitan ini!" Orion berkeras ingin berhenti. "Oh, come on, mengapa kita harus mulai berdebat untuk pertama kalinya sejak pernikahan beberapa jam silam?" Rani masih berusaha keras 'mengerem' niat baik Orion itu. Pemuda itu tetap meminggirkan sepeda motor dan berhenti. Ia turun seorang diri lalu berkata, "Rani, you wait here and don't go after me! Aku hanya sebentar saja!" "But..." Orion berusaha mendekat ke orang yang terkapar, berjongkok untuk menepuk sedikit ujung bahunya. "Hai, apakah Anda tak apa-apa? Are you alright, Sir?" Orang itu tak menjawab dengan kata-kata. Erangan pelan mirip dengkuran, keluar dari bibirnya. Tiba-tiba kepalanya perlahan bergerak-gerak. Dalam kere
"Apa yang sebenarnya terjadi di luar sana, ready or not, true or false, aku harus segera mengetahui semuanya! Tak ada yang boleh ditunda-tunda! I have to find out all by myself!" Leon sudah sangat ingin menyambar jaketnya kembali, mempersiapkan masker dan senjata tajam atau alat pemukul apa saja, lalu pergi seorang diri ke dekat pagar hidup di mana baru saja terekam dengan jelas sosok Orion sang papa sambung sedang mengecek orang mencurigakan yang sangat mirip dengan zombie itu! "Aku tak ingin berprasangka buruk, tetapi ada baiknya jika semua terungkap; betulkah itu Orion atau aku hanya berhalusinasi karena terlalu mengantuk dan lelah!" Baru saja Leon beranjak keluar dari ruangan, seorang penjaga di ujung koridor telah melihatnya dari kejauhan. "Selamat pagi, Tuan Muda Leon Delucas! Still too early to be here, apakah Anda baru bangun tidur atau belum berangkat beristirahat? Maaf, tadi saya menemukan benda ini di lorong
"A, a, apaan ini? Siapa kau? Si, si, sialan!" Pria itu terhenyak. Tubuhnya berusaha berbalik walau kakinya yang sebelah masih tertahan dalam genggaman erat 'si orang asing' pertama, "Stop it, both of you!" 'Orang asing kedua' berwajah pucat membiru mirip rekannya itu tampak 'gembira', nyaris seperti ingin bicara, 'Akhirnya kami menemukanmu!' Namun tak sepatah katapun terucap dari bibir hitam dan mulut gelap berbau busuk itu. Ia hanya menyeringai semakin lebar sambil mencengkeram erat-erat bahu si pria bersenjata. Bibirnya komat-kamit seolah ingin berkata tanpa suara, 'Aku lapar... aku haus... aku tak bisa bernapas, tolong aku!' "Le, le, lepaskan aku, atau kalian akan kutembak! Senapanku ini sudah berisi peluru, siap untuk membu...!" Ia belum lagi sempat menyelesaikan kalimatnya. Kedua pria aneh itu tiba-tiba membuka mulut mereka lebar-lebar. Bagaikan dua makhluk kelaparan, sepatu dan bahu jaket pria