'Astaga. Ini dia momen yang kutunggu-tunggu! Secepatnya aku akan masuk ke kompleks dan bersembunyi di manapun hingga aku berhasil... menyampaikan... ini... Orion Brighton, semoga Tuhan mengampuniku karena kurang mengasihi dan gagal menjaga nyawaku sendiri. Akan tetapi demi dirimu dan Maharani, aku rela...'Mendekat untuk melihat, kini sosok terinfeksi itu bisa mendengar dari jarak tak seberapa jauh, tepatnya dari kamp Edward Bennet, para tamu 'pencari suaka' mengeluhkan padamnya lampu. Terpaksa kembali menyalakan senter, lampu minyak dan lentera berbaterai isi ulang yang entah akan bertahan sampai kapan."Astaga, baru saja berhasil keluar dari kota mati, sekarang di sini gelap lagi!""Semoga aman! Rev. Edward Bennet telah menjamin kita bahwa kompleks Delucas memiliki segalanya!""Berharap saja tak ada zombie di dalam sini..."Sosok misterius terinfeksi itu hanya bisa mendengarkan semua percakapan itu dalam diam, 'Sayangnya, kalian salah besar! Aku sewaktu-waktu akan berubah dan bisa sa
Lady Magdalene dan kedua remaja Delucas yang berada dalam mansion Brighton belum mengetahui semua yang terjadi di luar sana. Meski sempat tertidur sesaat; Leon dan Grace di sofa, Mag sendiri di kamarnya, hanya sekitar satu hingga dua jam saja ketiganya bisa terlelap saking lelah.Entah rasa penasaran atau mimpi buruk apa yang kemudian menyentakkan mereka satu persatu kembali ke alam nyata. Grace tak terbiasa tidur di tempat selain kamar sendiri, ia yang pertama terjaga, nyaris seperti tersentak dibangunkan kekuatan tak terlihat."Pukul berapa ini? Sudah menjelang fajar? Kelihatannya Nona Rani dan Papa Orion belum juga kembali! Astaga, mereka sudah pergi lama sekali. Apa sebenarnya yang mereka lakukan di kota?" Ia mencoba menelepon ponsel Rani dan Orion. Sayangnya, tak ada sinyal. Kemungkinan besar memang operator selular di Chestertown juga sudah tak berfungsi."Leon, bangun! Papa Orion dan Nona Rani tak bisa dihubungi dan mereka juga belum kembali dari Chestertown!"Leon sebenarnya en
Orion dan Maharani tak memerlukan senter untuk melihat target-target dengan jelas. Perlahan mendekat dan bersembunyi di balik pepohonan dan sesemakan taman utama main mansion Brighton, keduanya menghitung. Ada sepuluh hingga dua belasan sosok di sekitar pintu utama. Jaraknya mungkin hanya beberapa belas meter, tak terlalu dekat namun juga tak jauh. Langit tak lagi biru kehitaman, cahaya oranye lemah merekah semakin terang di ufuk Timur. Fajar yang sepi tak berangin itu sebentar lagi akan terkoyak oleh beberapa suara... Orion tak ingin menunda lebih lama. Diarahkannya shotgun pada target dan membidik untuk mencontohkan."Aku pernah berangkat berburu hewan hutan. Anggap saja kita sedang begitu, Sayang! This is a hunting season. We're on a hunt." bisiknya seakan menghibur Rani sekaligus meningkatkan rasa percaya diri, "Ingat, kita bidik pada kepalanya, sasaran satu-satunya, headshot!" Semua seperti adegan slow motion saja bagi Rani. Satu timah panas lurus meluncur. Nyaris tanpa suara k
"Tolong aku! Lapar... Haus... Sesak..."Leon dan Grace sebenarnya tahu lebih baik segera menyelamatkan diri sekarang juga daripada sok jadi jagoan. Tetap saja kekerasan hati sang anak sulung membuat kakinya teguh bertahan. Ia tak ingin jadi pengecut yang pergi begitu saja tanpa perlawanan!"Kami tak punya apa-apa yang kau inginkan, Sir! Pergi dari sini, atau kau kami tusuk! Kami takkan berbaik hati..." Di luar dugaan, Leon merogoh saku jaket adiknya dan menyambar pisau lipat Grace. Diacungkannya di depan dada seolah-olah mencoba mengancam sosok korban reanimasi, pria tua malang yang segera mencapai mereka dalam jarak beberapa meter lagi."Leon, ayo kita lari saja! This is not gonna work...we will die..." Grace menatap adegan di hadapannya dengan rasa ngeri."Diam saja kau, Dik! I know, at least I have to try... I don't want to run like a chicken!"Zombie lansia itu semakin mendekat. Kelihatannya masih 'sadar' dan masih sangat mirip dengan manusia hidup kecuali bagian kulit wajah nan te
'Astaga! Tempat ini ternyata juga tak aman!' sosok misterius itu terburu-buru bersembunyi di balik bayang-bayang beberapa mobil terparkir. Dari kolong kendaraan-kendaraan dilihatnya seberkas cahaya matahari memancar masuk. Ruangan besar itu sejenak terang benderang, lalu pintu-pintu ditutup dan kembali gelap.Dalam kesakitannya, sosok misterius itu berusaha mendengarkan dengan baik semua percakapan beberapa orang yang baru datang."Akhirnya kita tiba kembali di rumah dengan selamat, Papa Orion, Nona Rani! Terima kasih!""Sama-sama, Leon, Grace!" ucap Orion lega dan gembira.'Hah, Orion Brighton? Dia ada di sini!' sosok misterius terkesiap."Sekarang bagaimana aku bisa menumpang di sini tanpa sepengetahuan Rose bahwa kalian yang menjemputku?" suara Lady Magdalene Brighton ikut memecah kesunyian."Kurasa kau harus mengarang sesuatu, Orion. Jadi Lady Mag tidak muncul tiba-tiba dalam kompleks dan mengejutkannya!" usul Rani."Ya, kira-kira, apa yang dapat kita lakukan?" Orion berpikir sejen
Petualangan dini hari para remaja Delucas bersama Orion-Maharani ke Chestertown masih tetap menjadi rahasia, setidaknya hingga saat ini. Mereka berempat tentu saja tak ingin mengulanginya lagi dalam waktu dekat. Terutama Leon dan Grace, begitu tiba langsung masuk ke kamar mereka masing-masing untuk membersihkan diri dan beristirahat, harus kecewa karena kembali mati lampu. Namun hal itu masih jauh lebih baik daripada nyaris diserang zombie tua di jalan tadi!Orion mengantarkan ibunya ke Lab Barn. Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan bersih dari gejala-gejala infeksi Octagon, Lady Magdalene diizinkan masuk ke main mansion. Bersama-sama Orion, mereka bertemu kembali dengan Lady Rosemary yang sudah menunggu di ruang tamu."Sahabatku, sungguh kejutan luar biasa! Akhirnya kau bisa juga berkunjung ke mari!" Rose hangat menyambut Mag, meskipun ia sedikit curiga atas kedatangan dadakan ini, tentu saja tak bisa keberatan."Ya, aku datang sendiri karena rindu kepadamu dan khawa
"Halo, ada siapa di sana?"Mengumpulkan segenap keberanian, Maharani membuka perlahan daun pintu tempat yang dituju sosok misterius dari dalam tanah. Ia tahu tindakannya ini sangat riskan, apalagi ia tak membawa apa-apa yang bisa digunakan sebagai senjata. Namun ia tak mungkin mundur lagi, semuanya terlanjur terjadi.Tak ada jawaban. Wanita muda penasaran itu terus menelusuri jejak, walau tempat itu sangat gelap, masih ada cahaya matahari masuk dari deretan jendela tinggi kecil-kecil di dekat plafon.'Astaga! Itu... Nona Maharani Cempaka, istri Orion Brighton!' sosok misterius di kolong sebuah mobil terperanjat, 'Barangkali ini memang sudah jalan dan takdir Tuhan, mengantarkan dia untuk menemuiku! Tetapi, aku...' sosok itu senang sekali sekaligus ragu, 'Jika ia menemuiku dalam keadaan seperti ini, tidakkah aku akan membuatnya repot sekaligus khawatir? Lalu aku akan ketahuan oleh semua penghuni kompleks Delucas, dan hanya akan membuat kegaduhan... Apa yang harus kulakukan?'Ia memutuska
Rani sungguh berharap saat ini Orion yang entah di mana datang, lalu bisa melaporkan langsung semua ini kepadanya. Ponselnya masih berisi cukup energi baterai, namun ketiadaan jaringan komunikasi menyebabkan tak ada lagi yang bisa chat atau menelepon langsung. Jadi, percuma saja. 'Haruskah aku nekat pergi mencari Orion, apapun kelak konsekwensinya?' Tetiba pintu paviliun diketuk! "Si-si-siapa di sana?" Rani sungguh berharap itu Orion. Meskipun begitu, kewaspadaannya tetap tinggi. Diselipkannya benda yang baru ia dapatkan di antara bantal-bantal sofa. "Selamat siang, Nona Rani. Ini saya, Henry Westwood!" "Oh, Anda... sebentar, Tuan Henry!" Rani segera membukakan pintu. Ia sungguh ingin bisa menyampaikan pesan kepada Orion lewat sang kepala pelayan ini, namun bagaimana caranya? 'Apakah Henry cukup aman dan bisa dipercaya?' Henry tak ingin masuk, ia hanya berdiri di depan pintu, bersikap formal seperti biasa. "Maaf mengganggu waktu Anda sebentar, Nona. Saya hanya ingin menyampaikan