Orion tahu jika tindakannya akan sangat mencurigakan apabila dilakukan diam-diam tanpa izin, maka ia sempatkan melapor kepada Henry Westwood sebagai kepala pelayan."Tuan Henry Westwood, apakah Anda sudah melakukan penyisiran dan pelacakan jejak di semua bangunan?""Ya. Sayang, belum ditemukan tanda-tanda keberadaan orang yang melarikan diri. Herannya, dari semua pengungsi yang terdata tim dokter Vanderfield, tak berkurang satu orangpun dari kamp Bennet. Jadi, siapa sebenarnya penggali lorong di tanah itu?""Kurasa aku perlu mencoba sesuatu. Karena tak ingin istriku Rose tahu, bisakah Anda membantuku merahasiakan ini?" Orion menambahkan sambil berbisik, "Hanya Anda yang bisa kupercaya di tempat ini.""Oh, aku merasa tersanjung dengan kepercayaan Anda, terima kasih banyak. Meski saya tak begitu mengerti, saya akan coba.""Baiklah. Akulah yang harus berterima kasih atas kerjasama Anda."Melengkapi diri masing-masing dengan senjata dan alat pelindung diri, kedua pria itu lalu bersama-sama
Orion tahu pasti bahwa apa yang sedang ia saksikan dalam keremangan garasi pengap ini sama sekali bukan keajaiban!Melainkan sebuah kutukan yang sebelumnya telah dialami Russell!'Saatnya untuk bertindak! Tetapi...' pemuda itu berusaha keras untuk membidik sejitu mungkin. Ia sudah mengarahkan moncong shotgun sedekat mungkin dengan pelipis Rev. James. Takkan menyakitkan. Sebutir timah panas saja sudah cukup untuk membuat jiwanya tenang. Namun Orion tak punya keberanian dan juga ketegaan.'Astaga, bagaimana ini? Aku tak bisa, jari-jariku gemetaran! Aku juga tak dapat membidik dengan tepat! Tapi sekarang juga aku harus mengambil keputusan, jika tidak...'Sungguh, Orion merasa belum siap. Padahal di depannya tubuh tak bernyawa Rev. James mulai mendapatkan kekuatan entah dari mana untuk 'bangkit' bagaikan 'Lazarus' yang sudah terbaring tanpa nyawa selama tiga hari namun berhasil dibangkitkan dengan mujizat!"Orion... tolong," bibirnya yang menghitam terbuka sementara ia duduk menegakkan dir
"Saya masih tak percaya ini sungguh-sungguh jasad pendeta utama kota kecil kita yang sudah beberapa waktu tak muncul ke hadapan publik!" Henry Westwood lama kemudian baru dapat bicara. Sebagai pria yang cukup matang, ia hampir tak pernah menangis. Namun pada siang hari menjelang sore nan muram itu, sang kepala pelayan dan Orion sama-sama menunduk sejenak, menahan tangis, menitikkan air mata."Sungguh, Tuan Orion, seumur hidup baru kali ini saya merasa sesedih ini, meski tindakan ini sangat dibenarkan dan legal sekalipun. Saya sering menembak hewan buruan, tak pernah melukai yang masih hidup, namun sekarang, aku baru saja..." "Rev. James sudah meninggal dunia secara alami dan sekarang sudah tenang. Sebaliknya, beliau akan sangat berterima kasih kepadamu, Tuan Henry. You just did the most humane, honorable thing. Aku juga harus melakukannya sesegera mungkin kepada seseorang di Lab Barn." Henry hendak bertanya lebih banyak, namun ia urungkan semua rasa penasaran itu. "Seseorang? Uh. Ya,
"Orion!" Rani bergegas membukakan pintu paviliun. Pemuda itu berdiri di hadapannya. Tak seperti biasanya, tubuh tinggi pemuda itu tampak sedikit membungkuk dan lemah, wajahnya sayu. Beberapa bercak cokelat dan hitam berbau tanah dan sesuatu yang tak sedap melekat di masker dan jaketnya. "Ada apa? Mengapa kau jadi begini?" Rani berusaha keras agar Orion tak menangkap ekspresi ketakutannya bahwa 'telah terjadi sesuatu' yang tidak ia harapkan.Orion melepaskan sepatu dan jaketnya di luar, menggantungkannya di sandaran kursi beranda. "Biarkan aku masuk dan mandi di sini sebentar, nanti akan kuceritakan!" Rani bisa merasakan sedih dan duka mendalam yang ada dalam setiap nada dan ekspresi mata Orion yang biasanya ceria. Tanpa banyak bicara ia mempersilakan suami rahasianya masuk. "Silakan ke kamar mandi, akan kuambilkan handuk baru yang bersih, nanti kau bisa mengganti maskermu!" Rani tak ingin banyak bertanya dulu. Sementara Orion mandi, Rani tak bisa menahan rasa penasaran. Ia ingin me
"Jadi, apa sekarang rencana kita, Sayang?" Rani dan Orion masih berada di atas ranjang yang sama, kepala mereka berdekatan di atas bantal yang sama. Tampaknya mereka tak ingin cepat-cepat bangkit dan bersiap-siap pergi meski dunia menunggu-nunggu keberadaan mereka.Rambut panjang hitam berkilau Rani tergerai menutupi sarung bantal, sementara dagu hingga pipinya menempel di leher Orion yang jenjang, bahunya yang lapang. Ia tergila-gila pada jakun pemuda itu, milik maskulin pria yang menjadikan suara rendahnya begitu dalam, merdu, sedap didengar. "Pertama-tama, aku ingin memberimu dua atau tiga buah hadiah!" pemuda itu cepat menyahut sambil membelai rambut halus Rani yang selalu memikat tangannya. "Hadiah apa itu?" "Tunggu!" Orion lembut menyingkirkan Rani yang masih bermanja di tubuhnya, meski istrinya yang masih betah di sana sedikit merutuk. "Uh, menunggu apa lagi?" "Benda yang diwariskan Rev. James untuk kita berdua. Mungkin ini harus tetap menjadi rahasia hingga waktunya tiba.
"Uh, mengapa Anda tiba-tiba bisa menanyakan seseorang yang tidak ada di antara kita?" 'si pendeta' Edward Bennet belum siap menerima pertanyaan itu. Dalam hatinya terbetik aneka dugaan, 'Jangan-jangan Rose telah melanggar perjanjian denganku sebagai alasan untuk mengusirku keluar dari 'halaman rumahnya'! Huh, awas saja! Kalian tidak tahu apa saja yang sanggup dan hampir kulakukan!'Tentu saja sebagai 'Hamba Tuhan', Edward Bennet tak bisa berbicara selugas itu. Dengan senyum yang paling ramah dan tulus, ia membalas Henry Westwood, " Sayangnya, saya bukan seorang 'brother's keeper, penjaga saudara laki-laki' apalagi yang jauh lebih senior. Sebagai atasan, beliau tentu memiliki alasan tersendiri." Edward menambahkan sebagai basa-basi, "Sebenarnya mengapa Anda bertanya?" "Karena sejujurnya saya sedikit heran, mengapa pernikahan salah satu bangsawati paling terhormat di Chestertown tidak langsung dilayani oleh pendeta nomor satu, melainkan Anda..." Henry bertambah tidak senang saja dengan
Dengan lampu senter kecilnya, Leon masih berusaha mengamati semua yang ada di garasi. Memang tak ada jejak lain atau tanda-tanda berarti untuk menuduhkan semua kepada Orion maupun Rani. Henry Westwood dan Orion sudah membersihkan semuanya setelah menyelesaikan misi rahasia."Huh, sayang sekali tak ada bukti, apa hanya imajinasiku saja bahwa di tempat ini baru saja terjadi pembunuhan? Kurang istirahat membuatku tidak bisa berpikir jernih!"Monolog Leon itu mendapat 'jawaban' instan dari balik pintu yang tak terkunci. "Tuan Muda Leon Delucas!"Ia terkesiap, "A-a-staga. Tuan Westwood!" kepala pelayannya pasti sempat mendengar monolognya, namun sudah terlambat bagi Leon untuk mencari alasan."Tuan Muda, apa yang Anda lakukan di sini? Bukankah Anda sebaiknya selalu berada di tempat yang aman meskipun hari masih cukup terang?" Henry selalu bersikap tegas penuh selidik kepada para remaja Delucas, "CCTV di hampir seluruh penjuru kompleks masih padam. Kami tak mungkin bisa berpatroli di mana sa
"Oh, akhirnya Anda datang juga, Dokter Kenneth Vanderfield Yang Terhormat!" Edward Bennet seperti biasa, memberikan sambutan plus senyum lebar yang jauh dari tulus, "Wah, maafkan aku juga karena aku sama sekali tidak tahu. Bagaimana jika kita berangkat bersama-sama saja? Kelihatannya akan jadi sebuah petualangan yang mendebarkan!""Oh, permisi, maafkan aku, Rev. Bennet, tetapi itu tak bisa dilakukan!" Lady Rose segera mengintervensi kedua pria itu, "Hanya boleh salah satu dari kita yang memimpin. Sebab jika sampai terjadi sesuatu yang tidak kita harapkan, harus tetap akan ada 'pemimpin' yang memegang kendali utama di kompleks ini. Kemarilah kalian, kita bicarakan semua. Baiklah, bagaimana, Rev. Bennett?"Kenneth berjalan maju dan ikut berdiri di dekat podium, begitu pula Edward Bennet. Kedua pria itu sama-sama meringis kesal, namun seperti biasa, tetap berusaha menjaga citra alim mereka di mata semua kru dan pengikut."Oh, keputusan yang sangat baik! Baiklah, kurasa giliranku besok saj