'Aku begitu yakin itu Russell, walau belum pernah berjumpa muka dengan muka!' Orion berkali-kali meyakinkan diri sendiri, meski belum pernah bertemu langsung, ia sangat percaya bahwa yang terbesar itu adalah zombie Russell, mantan tetangga kamar isolasi, pasien pertama di Lab Barn.Zombie pria usia 30-40-an yang sebelah kaki dan tangannya telah diamputasi itu tetap kelihatan kuat, masih bisa berdiri tegak dalam kandangnya. Ia kelihatan lemah sekaligus sangat marah dalam ketidakberdayaannya.'Russell, apa yang terjadi? Mengapa kelihatan kau sudah tak seperti manusia pada umumnya? Apa seiring waktu, zombie akan menjadi seperti itu?' Orion teringat beberapa game console yang ia mainkan waktu masih remaja. Sosok yang menjadi 'bos' atau raja dalam game-game 'survival horror' selalu yang seperti Russell kini. Jauh lebih mengerikan dan menyeramkan daripada yang lain, bagaikan karakter antagonis dalam beberapa film atau puncak ketegangan menjelang tamat. Dalam kata lain, bagaikan monster!"Sa
Mata Orion menyipit, siaga mengawasi setiap pergerakan Russell yang masih lemah namun tahu bahwa ia tak lagi terkungkung dalam kandang besinya. Zombie itu tampak linglung, sama seperti 'rekan-rekan' senasibnya dari Chestertown. Mereka mungkin tak lagi 'hidup', tetapi jelas masih memiliki semacam 'naluri'.Mereka telah 'dibebaskan' kembali walau hanya untuk sementara. Untuk apa? Tak seorang penonton pun tahu apa sesungguhnya tujuan utama 'pertunjukan mengerikan' ini.Orion sendiri yang sadar, mungkin kesempatan untuk 'membantu Russell' hanya tinggal beberapa saat lagi, 'It's now or never!' batinnya sambil menunduk, melirik senapan yang tersembunyi di bawah kursi penonton. Ia sudah hendak meraihnya, tetapi segera mengurungkan niat. 'Mama dan Rose berada sangat dekat dan mereka akan terkejut atau malah mencegahku! Tidak sekarang...'Mati-matian berusaha untuk sabar, pemuda itu kembali fokus memandang ke tengah arena. Para zombie itu akhirnya keluar satu persatu setelah mendorong pintu k
Dalam situasi gelap gulita itu mulai tumbuh bibit-bibit kepanikan. Beberapa senter dan lampu darurat segera dinyalakan, tetapi tak seorangpun tahu mengapa listrik kompleks Delucas sampai padam. "Ada apa gerangan?" terdengar pertanyaan Lady Mag, "Apakah sering terjadi yang demikian di tempat ini?""Tidak!" Rose menjawab cepat, "There's something very wrong here!" ucapnya geram, "Petugas-petugas! Periksa apakah pagar listrik arena masih berfungsi penuh atau tidak! Jika tidak, usahakan agar kembali menyala! ""Astaga! Tidak menyala, Ma'am! Apa yang harus kami lakukan?" petugas-petugas itu memeriksa dan mulai panik, "Para 'korban' itu bisa saja menerobos keluar jika mereka 'sadar' bila ancaman sudah hilang!""Kalian berjaga, tahan sekeliling pagar! Lakukan hingga listrik menyala! Apabila tidak bisa, segera ambil tindakan darurat!" Rose sudah tak bisa lagi berpikir jernih, "Bersihkan mereka semua!"Sebagian petugas lagi dikerahkan untuk mengecek pusat generator listrik. Suasana mulai benar
"Oh, no!" Orion tak punya kesempatan lagi untuk mencegah apa yang berikutnya terjadi. Semuanya kini sudah terlambat!Seiring dengan kembalinya arus energi, pagar listrik itu kembali aktif. Semua yang bersentuhan dengannya otomatis..."Tidak, tidak, tidak!""Mimpi buruk! Ini hanya sebuah mimpi buruk, iya 'kan?""Astaga, tak mungkin ini betul-betul terjadi!"Semua yang berada di sekeliling lokasi itu hanya bisa menjadi saksi bisu. Isak tangis dan sedu sedan para penonton spontan memenuhi udara.Bukan hanya semua zombie yang berada di arena, semua petugas yang menahan pagar juga turut tersengat arus listrik yang tak terduga itu! Akibatnya sungguh dahsyat. Bukan hanya semua zombie koleksi dokter Kenneth -termasuk Russell- yang terpanggang, melainkan jatuh belasan korban jiwa dari pihak penjaga kompleks Delucas!Aroma sangit serta darah busuk kembali menguar. Korban di dalam dan di luar arena masih melekat pada pagar walau aliran listrik sudah dimatikan."Astaga! Ini sebuah tragedi! Ini di
"Kita sudah tiba. Sekarang semua turun dari bus, ingat selalu waspada, taati protokol kesehatan dan bawa semua perlengkapan yang ada; senjata tangan dan senjata api, jeriken-jeriken kosong sebanyak mungkin serta alat semprot kimia anti api!" Kenneth yang memimpin rombongan 'go downtown' menitahkan 19 orang lainnya termasuk Rani dan Leon untuk turun dari bus.Mereka semua turun dengan langkah ragu. Ditemani pencahayaan senter-senter seminim mungkin agar tidak menarik perhatian makhluk-makhluk apapun, akhirnya 'pasukan' turun satu persatu dari pintu belakang bus, membentuk barisan tunggal. Langkah Rani sedikit gemetar. Di belakangnya tubuh Leon menjulang tinggi, seperti siap untuk menjaga dan melindungi. Meski risih berdekatan, sang guru tak dapat menolak. Absennya Orion kali ini membuatnya sedikit merasa ada yang kurang. Mimpi singkatnya tadi juga sungguh aneh sekali. 'Orion dan semua orang di kompleks diserang zombie-zombie lepas? Sungguh aneh, tetapi tak mungkin terjadi! Semua zombie
'Aku yakin sekali jika Edward Bennet, si pendeta gadungan yang tak ada di sini, telah melakukan semua ini! Aku harus mencari informasi seakurat mungkin di pusat generator kompleks Delucas!' Malam itu juga Orion berangkat seorang diri ke pusat generator kompleks di mana beberapa orang kru masih menyelidiki kasus listrik yang padam lalu tetiba menyala kembali. Pemuda itu segera tahu jika ia tak dapat menuduh siapa-siapa. Mereka yang berjaga pada shift itu mengaku tak ada yang aneh, semua terjadi begitu saja. "Mungkin hanya kesalahan teknis, Tuan. Kami mencoba memperbaiki lalu tiba-tiba saja menyala kembali. Ini murni sebuah kecelakaan. Maafkan kami!"Orion tak dapat diyakinkan begitu saja hanya dengan kata-kata. 'CCTV sebelum kejadian listrik padam masih menyala, tentunya sempat merekam siapa yang datang ke tempat ini!' pikirnya sambil menuju ke ruangan rahasia di main mansion, pusat kamera pemantau itu. Memutar momen beberapa saat sebelum listrik padam, Orion menemukan memang ada soso
"Harus ada seseorang atau dua dari kita yang mengalihkan perhatian zombie-zombie itu agar mereka menjauh dari sini..." ujar Kenneth dengan suara sekecil dan serendah mungkin."Bagaimana caranya?" tanya Rani dengan nada yang sama."Dua orang dari kita harus keluar berlari secepat mungkin agar perhatian para korban teralih dan berusaha mengejar mereka. Dalam kata lain, dua sukarelawan harus siap sedia menjadi umpan!""Oh, so easy! Aku saja!" Leon hampir berseru saat mengajukan diri. Ia merasa ini akan sangat seru, hampir seperti dalam permainan video game survival horror yang sering ia mainkan saat luang."Apa? Tidak!" Rani tegas-tegas melarang, hampir dengan nada yang sama juga, "Lady Rosemary akan sangat marah apabila sampai terjadi hal yang buruk terhadap dirimu, putra satu-satunya!""Kau khawatir pada diriku? Jika begitu, bagaimana jika kita lakukan berdua saja, Nona Rani?" Leon malah melempar usul yang 'jauh lebih baik' dari sebelumnya!"Kau sudah gila, Anak Muda?" Kenneth merasa ma
"Oh, tidak, jangan sekali-kali kau berani mengucapkan sepatah katapun kepada Orion, atau...""Atau kau akan menyingkirkanku? Kau mulai berani mengancamku? Oh, coba saja. For your information, rombongan pengungsi yang kubawa sesungguhnya bukan orang-orang biasa. Mereka terlihat seperti lansia dan anak-anak yatim piatu pada umumnya, bukan? Namun sesungguhnya mereka adalah pengikutku yang setia dan terlatih. Para mantan jemaat fanatik yang juga telah muak pada kepemimpinan Rev. James yang konvensional dan kaku.""Maksudmu?""Mereka siap untuk melakukan apa saja. Bahkan sebagian besar sudah kulatih menggunakan senjata. Jadi, apa yang dapat kau perbuat sekarang? Mengusir kami dari sini?"Mendengar semua hal mengejutkan itu, Orion semakin merasa harus segera membuka rahasia ini! Sayangnya hingga kini Rani belum juga kembali. Orion tak mungkin hanya buka suara seorang diri. Bukti-bukti pernikahan mereka masih aman tersimpan di ransel Rani. 'Bukannya aku takut, akan tetapi aku tak ingin Rose t