"I won't ever forget you, Orion. Begitu pula Rani. Kalian berdua akan kuingat selama sisa hidupku!"Bunker itu cenderung nyaman, malah terkesan elegan-mewah. Segalanya tersedia; listrik, bahan pangan, obat-obatan hingga fasilitas bintang lima lainnya. Sangat berbeda dengan dunia atas yang bertambah tak karuan. Lab Barn masih terbakar hebat. Entahlah dengan Kompleks Delucas yang barangkali mulai porak-poranda. Di lokasi bawah tanah ini, Lady Rosemary Delucas terpacak bersama puluhan survivor. Kedua anak kandungnya mengalami luka parah. Entah bagaimana kondisi Leon dan Grace yang sedang berjuang mempertahankan hidup. Mereka masih dalam perawatan darurat staf Lab Barn yang selamat dan ikut turun bersama penghuni Kompleks Delucas lainnya. Lady Rosemary belum mampu menjenguk mereka, batinnya masih sangat terguncang."Aku berjanji, suatu hari nanti akan keluar dari sini dan melakukan pembalasan, Orion, Maharani, Magdalene! I won't ever forget you all, just wait and see!"**********Beberapa
"Apa? Sebuah panggilan interview calon guru privat di sebuah kastil tua di kaki bukit sepi, jauh di luar kota Everlondon? Astaga. Kelihatannya sebuah tempat yang sangat menarik! Bagaimana ini?" Membaca surat penawaran itu, Maharani Cempaka, 24 tahun, menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan-lahan. Sudah sebulan lamanya ia berjuang habis-habisan mengelilingi pelosok kota Everlondon demi mencari pekerjaan baru setelah jauh-jauh berimigrasi dari negeri tropis eksotis Evernesia yang hangat di tengah garis khatulistiwa. Semua lamaran di surat kabar ia coba, begitu pula iklan-iklan baris di situs-situs internet. Sebagai seorang guru muda yang baru lulus dari perguruan tinggi, belum berpengalaman, ia tak punya banyak pilihan. Mengajar Bahasa Evernesia adalah kesukaannya sejak dulu. Pada waktu senggang ia banyak menulis artikel dan kisah novel online. Tak lagi ingin merepotkan keluarga besarnya di Evernesia, Maharani yang sudah yatim piatu s
Hati Maharani masih sedikit berdebar-debar dengan kalimat bernada sedikit tak mengenakkan dari seorang wanita yang belum lama ia kenal. Alih-alih merasa tak betah, ia mencoba untuk tetap berpikir positif, walaupun heran mengapa Lady Rosemary bertindak demikian.Wanita itu menjauh dan kembali duduk tenang di sofanya, meraih dan menikmati cangkir teh miliknya seolah tadi tak terjadi apa-apa. Gayanya anggun berkelas, tampak sekali ia seorang wanita Everopa terpelajar. Walau memuakkan, Maharani harus mengakui jika calon majikannya ini berkepribadian kuat, keras bagai batu karang, tak suka dan tak ingin dibantah dan ditentang.Tak lama kemudian, dua remaja berusia belasan tahun tiba di ruang tamu. Keduanya tampak cantik dan tampan, berusia sekitar enam belas hingga delapan belas tahun. Bergaya elegan dan dewasa walau berusia belia, terbalut busana semi formal. Keduanya mengangguk hormat kepada Maharani sambil menyapa formal dengan suara kecil, "Selamat datang, Nona Cempaka.
Keempat anggota keluarga Lady Rose itu duduk berhadap-hadapan; kedua remaja di satu sisi, Lady Rose dan Orion di sisi lainnya. Sebuah kursi telah tersedia dan ditarikkan seorang pelayan bagi Maharani di ujung meja kayu mewah persegi panjang yang sebenarnya bisa digunakan 10 orang itu. Ia merasa canggung, bukan karena harus duduk di posisi yang strategis itu, melainkan karena ia bersebelahan langsung dengan Lady Rose dan Leon. Grace dan Orion si pemuda misterius berada pada sisi terjauh. "Selamat malam dan selamat datang di perjamuan makan malam istimewa Keluarga Delucas, khusus untuk menyambut tamu agung kita, guru bahasa kita yang datang jauh-jauh dari Evernesia, Nona Maharani Cempaka!" sambut Lady Rose yang berdandan glamor dan bergaun klasik bagai seorang ratu. Sangat kontras dengan Maharani, pancaran auranya begitu kuat, membuat gadis itu sempat minder. Lipstik marun, pipi ber-blush on tegas pada bagian tulang pipinya yang tinggi menjadikannya
Makan malam perdana itu berlangsung begitu meriah sekaligus terasa begitu kaku bagi Maharani. Ia merasa kelaparan, semestinya bisa menikmati semua hidangan yang tersaji mewah di hadapannya ini, sebuah kesempatan yang sangat langka baginya. Terbiasa hidup mandiri dan sederhana di kost kecil murahnya di Evernesia, di ibu kota nan padat bernama Viabata, Maharani sering hanya bisa makan ala kadarnya di warung tradisional pinggir jalan, berlauk nasi putih, telur, sayur, tempe dan tahu. Namun kini di hadapannya tersaji segala jenis makanan mewah yang ia hanya pernah lihat di film-film bernuansa kerajaan. Semuanya dalam porsi yang lebih dari yang bisa mereka makan, seolah-olah mereka sedang berpesta. "Silakan, Nona Cempaka. Kami masih memiliki banyak sekali makanan. Jangan ragu-ragu, bila tidak enak, silakan beritahukan kepada kami agar koki kami bisa memperbaiki mutunya!" Grace Delucas, si bungsu, mencoba untuk memecah kekakuan. "Ya, tentu saja, terima kasih, Nona Delucas!
"Oh, ha-ha-hai, selamat malam, Tuan Delucas," Maharani tergagap menyadari sosok yang tetiba hadir di belakangnya dan kini berdampingan dengannya. Pemuda Everopa itu mengenakan stelan jas semi formal yang tampak elegan namun nyaman dikenakan. Sangat pantas di tubuhnya yang langsing, tinggi, ideal dan atletis. Rambutnya cokelat sedikit gondrong hampir menyentuh bahu. Maharani tampak agak mungil di sisinya. Pemuda itu bertumpu pada pagar beranda, menatap lawan bicaranya dengan pandangan hangat. 'Tidak terkesan genit apalagi penuh nafsu, hanya ramah atau bersahabat. Atau mungkin lebih dari itu?' Demikian sempat terlintas di benak Maharani. "Akhirnya kita bisa bertemu berdua saja, Nona Maharani. Jangan memanggilku Tuan Delucas. Sebenarnya aku bukan tuan besar dalam keluarga ini. Panggil saja aku dengan nama kecilku, Orion." Suara pemuda itu begitu merdu didengar, senyumnya juga begitu manis, bibir lembut berpadu deretan gigi putih bersih terawat. Hidungnya
"A-a-apa yang Tuan Orion, eh, kamu katakan kepadaku?" Maharani memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Ajakan Orion Delucas itu membuatnya gugup, terlebih karena tidak ada orang lain di lobi itu. "Aku tidak main-main, jalan setapak menuju paviliunmu cukup jauh dari mansion ini, perlu waktu minimal sepuluh menit untuk mencapainya, apalagi udara sangat dingin dan hujan mulai deras. Terima saja tawaranku." "Ta-ta-pi nanti Lady Rose Delucas tidak akan senang apabila..." Orion mendekat, sepertinya tubuhnya yang tinggi akan merapat lebih dekat apabila Rani tidak mundur selangkah karena masih merasa begitu segan. "Istriku, uh, mengapa aku sebut begitu walau memang kenyataannya, tak akan bisa membantah karena ini memang darurat! Tenang saja, yang penting malam ini kau sehat dan siap mengajar besok dalam kondisi prima! Mari, ikuti aku dan segeralah beristirahat. Di dalam lemari kamar tamu nanti ada banyak gaun tidur bersih dan baru khusus untuk tamu, kau bisa memilih dan mengenakannya!" Or
Sebenarnya Maharani tak ingin melihat dan mendengar semua itu. Tak ayal ia terlanjur mengetahuinya, tak bisa lagi menahan-nahan rasa penasarannya. Seumur umur ia belum pernah menonton satu pun film dewasa, bahkan sinetron dan Drama Khoreya-Everiental saja tak pernah sempat disaksikannya. Namun adegan tak terduga yang tersaji dan tak sengaja diketahuinya telah membuat insting terpendamnya membara. 'Orion, I don't know why, but honestly, I want you too!' Sementara sebuah perasaan lain berkecamuk dalam hatinya, antara kesal, marah, dan... 'Cemburu? ah, tidak, tidak, tidak! Aku bukan tipe gadis cemburuan, apalagi kepada suami orang lain, itu sebuah hal terlarang, aku hanya ingin...' Maharani menggigit bibir, tak tahu harus berkata apa dalam hatinya mengenai istilah yang satu itu. Lady Rose terengah-engah, ia sangat ingin agar suaminya itu memulai saja permainan intim mereka, tak hanya sekadar menyentuh, meremas atau membelai. "