Share

Ingin Menyentuhmu

Bertemu dengan Luna membuat hati Jeffrey kembali menghangat, walaupun ia dan istri pertamanya itu tak banyak berbincang, namun sudah cukup untuk menjadi pelepas segala penat selama seharian ini.

Setelah memastikan bahwa Luna tidur dengan pulas, Jeffrey bangun dari duduknya, ia bermaksud mengemasi beberapa barang yang akan ia bawa untuk ditaruh di apartemen.

Apartemen yang ditempati Kania cukup jauh dari Mansionya, jarak yang harus ia tempuh sekitar 40 menit lamanya. Setelah selesai berkemas Jeffrey keluar dari kamar dan kembali menuju apartemen istri rahasianya.

Ada perasaan bersalah ketika tadi ia tak sengaja meninggikan suaranya dihadapan Kania, tapi mau bagaimana lagi, Jeffrey sangat cemburu setiap kali melihat wanita cantik itu diganggu oleh para pria tampan di kantornya.

Langkah kakinya memasuki ruang tamu apartemen, terasa sangat sunyi, mungkin Kania sudah tidur lelap, mengingat sekarang sudah hampir tengah malam. Tangannya memutar gagang pintu kamar, dan dapat ia lihat istri cantiknya tengah tertidur pulas dibawah selimut tebal yang membungkusnya, wajahnya terlihat sayu dengan jejak air mata yang sudah membekas. Kania terlihat sudah mengganti bajunya dengan piyama tidur berwarna merah muda, terlihat manis sekali dipakai oleh si wanita cantik ini.

Sebelum menyentuh Kania, Jeffrey memutuskan untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Ia menghabiskan waktu sekitar 15 menit untuk mandi. Kini pria Pratama itu hanya memakai kaus putih polos dan celana panjang bahan berwarna abu-abu, badannya sudah kembali segar setelah dihujani air hangat dari shower.

Langkahnya kembali mendekati sang istri, dengkuran halus terdengar, sepertinya tidur Kania sangat nyenyak sekali. Jeffrey mulai mengambil posisi untuk berbaring disebelah Kania, matanya menatap lekat pahatan wajah cantik yang sedang terpejam itu, tangan Jeffrey terulur untuk membelai surai lembut Kania. Dipandanginya dengan lekat wajah cantik itu. Yang Jeffrey tau, Kania adalah orang yang ceria dan sangat berisik, walaupun pembawaannya tidak seanggun Luna. Namun sifat ceria dan senyuman tulusnya mampu membuat setiap orang yang melihat akan terkesan padanya.

Namun kini wanita cantik itu lebih banyak diam dengan wajah dinginnya, Jeffrey sangat merindukan senyuman hangat yang dulu selalu wanita cantik itu tunjukkan kepadanya.

“Kania, maafkan aku.” bisiknya tepat di telinga Kania, ia kecup dengan lembut pipi putihnya.

“Maafkan aku sudah memaksamu menikah denganku.” lanjutnya lagi dan kembali menciumi wajah Kania. Harum vanilla khas si wanita cantik ini memasuki indera penciumannya.

Katakanlah bahwa Jeffrey sangat terobsesi pada Kania, sampai ia tak memperdulikan bagaimana perasaan Kania, yang Jeffrey inginkan hanyalah menjadikan Kania sebagai istrinya dan kelak akan melahirkan anak-anaknya.

Sebenarnya Jeffrey sangat ingin sekali menyentuh Kania lebih dari sekedar ciuman, mereka berdua sudah sah menjadi sepasang suami istri. Namun sayangnya istri cantiknya itu sudah tertidur pulas, Jeffrey harus kembali meredam keinginannya.

***

Dering alarm dari handphone Kania berbunyi, tepat pukul 6 pagi. Tangannya mengarah ke nakas yang ada di sisi tempat tidurnya, mencari handphone yang semalaman ia taruh di situ.

Mematikan alarm yang berbunyi nyaring. Matanya mengerjap perlahan, mengumpulkan kesadarannya yang masih terasa enggan untuk bangun pagi, terlebih lagi hari ini adalah hari senin, tugas kantor yang menumpuk sudah menantinya di depan mata.

Sebuah dengkuran halus terdengar ditelinganya, membuat kesadaran Kani langsung terisi penuh. Kepalanya menoleh ke arah sebelah, didapatinya seorang pria tampan sedang tertidur pulas dengan posisi terlentang.

Tubuh Kania langsung menegang, ia baru ingat bahwa kemarin mereka berdua sudah menikah, wanita cantik itu baru sadar bahwa kamar yang ia tempati bukanlah apartemen lamanya, melainkan kamar apartemen baru yang Jeffrey berikan padanya selepas upacara pernikahan kemarin.

Semalam ia terlalu lelah menangis, sampai Kania tertidur dengan pulasnya. Seingatnya sebelum Kania tertidur, Jeffrey belum kembali ke apartemen, sangat pulas tidurnya sampai tak mengetahui bahwa pria Pratama itu sudah pulang.

Diliriknya ke dalam selimut, kemudian Kania menghela nafas lega. Pakaiannya masih utuh, dan tidak ada rasa sakit yang membekas pada tubuhnya sama sekali, berarti Jeffrey tidak menodainya ketika ia tertidur.

Kania bangun dan mulai melangkahkan kakin ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dinyalakan shower yang menghujaninya dengan air hangat, terasa sangat segar. Setelah menghabiskan waktu sekitar 20 menit, Kani keluar dari kamar mandi, sabun beraroma vanilla menguar memenuhi seisi ruangan. Tangannya masih sibuk mengeringkan dengan handuk kecil. Dilihatnya Jeffrey masih tertidur pulas. Sebenarnya Kania sangat ingin membangunkan Jeffrey. Namun ia urungkan niatnya karena ketika pria itu bangun maka segala sifat menyebalkannya harus kembali Kania hadapi.

Langkahnya ia bawa menuju lemari, memilih pakaian yang akan ia kenakan untuk pergi bekerja. Jeffrey memberikan banyak pakaian-pakaian baru. Pilihannya jatuh pada kemeja berwarna biru muda dengan rok span berwarna cream yang melekat di pinggul rampingnya.

Kemeja lengan panjangnya ia gulung sepertiga, dengan gelang silver yang ia sematkan di lengan kiri. Rambut panjangnya ia ikat dengan kuncir kuda andalannya. Sedikit riasan ia berikan di wajah cantiknya, membuatnya semakin anggun dengan hanya riasan tipis. Dengan sepatu high heels yang senada dengan rok spannya, serta tas selempang kecil senada dengan kemejanya. Membuatnya semakin cantik dan anggun. Kania sudah sangat siap untuk kembali bergelung dengan berkas-berkasnya di kantor.

“Kau sudah bangun?” sebuah suara membuat jantung Kania serasa langsung lepas dari tempatnya, ia terlonjak kaget. Kani reflek menoleh ke arah asal suara, pria yang sedari tadi tertidur lelap, terlihat sudah bangun dan memamerkan senyuman menyebalkannya.

Namun Kani memilih diam, ia sangat malas mengeluarkan suaranya untuk bercakap dengan Jeffrey, buang-buang energi saja. Masih terlalu pagi untuk meladeni segala sifa menyebalkan Kania.

“Kau wangi sekali Kania, sangat wangi sampai masuk ke dalam mimpiku.” pria Pratama itu kembali meracau, suara khas bangun tidur terdengar sangat seksi. Namun Kania justru sebal dengan suara itu, Kania hanya memutar bola matanya malas.

“Astaga ... jam berapa sekarang?” Jeffrey langsung panik, dilihatnya jam yang menggantung di dinding kamar.

Kania hanya menatap Jeffrey. Ada apa dengan pria itu? Mengapa terlihat begitu panik?

“Sudah jam setengah 7 pagi. Kania, maaf aku harus pulang ke Mansion, aku terbiasa menyuapi Luna setiap paginya. Kita bertemu di kantor ya.” Jeffrey langsung menyambar jaket miliknya dan langsung berlari keluar apartemen.

Kania menghela nafasnya. Sakit hati? Jujur iya. Sekali lagi Kania ingat akan posisinya yang hanya sebagai istri kedua Jeffrey, tentu sang istri pertama adalah prioritas pria Pratama itu. Kania hanyalah cadangan, yang hanya didekati ketika pria Pratama itu membutuhkannya.

Tak mau berlarut dalam kekesalan dan rasa sakit, Kania memilih menuju dapur untuk membuat sarapan. Hanya ada beberapa lembar roti tawar dan selai strawberry, mereka tak mempunyai bahan makanan lain, karena belum sempat belanja bahan makanan kemarin.

Wanita cantik itu menggigit roti panggangnya, tangannya sambil memainkan ponsel. Dilihatnya banyak pesan masuk dari Vita, Jessie, dan beberapa pria yang selama ini mendekatinyaㅡ seperti, Jackson, Alan dan Johnny. Tiga pria tampan itu tak ada yang tau tentang pernikahan Kania dan Jeffrey, mereka bertiga kerap mengirim Kania pesan, menghujani Kania dengan banyak perhatian, dan beberapa kali mengirimi Kania hadiah.

Senyuman tipis terukir kala membaca pesan mereka satu persatu. Pesan grup dari Vita dan Jessie yang mengatakan bahwa mereka sangat merindukan Kania dan merasa sangat sepi ketika apartemennya hanya dihuni oleh mereka berdua. Ketiganya memang tinggal bersama dalam satu apartemen, sudah bukan hal aneh lagi dengan ketiga wanita cantik itu. Mereka setiap harinya akan berbagi tugas, entah untuk memasak atau beres-beres apartemen itu hal yang wajar bagi ketiganya. Dan sekarang tidak adanya Kania di apartemennya, membuat keduanya merasa sangat kesepian. Tidak ada celotehan dari Kania yang sering membangunkannya, ataupun teriakan darinya ketika membuat sarapan.

Ah benar, Kania merindukan kedua sahabatnya itu. 10 menit berlalu, sarapan Kania sudah habis, dan kini saatnya wanita cantik itu siap-siap untuk pergi bekerja.

Jeffrey Pratama sungguh sangat menyebalkan, pria Pratama itu memindahkan Kania ke apartemen yang sangat mewah. Namun jaraknya sangat jauh dari kantor tempat ia bekerja. Butuh waktu sekitar 35 menit untuk ke kantor J.Inc dengan mengendarai bus umum. Apartemen lamanya walaupun bukan apartemen mewah, namun hanya berjarak 15 menit dari tempat kerjanya. Kania berdecak kesal. Nampaknya pria Pratama itu sangat ingin menyembunyikan dirinya.

***

Jeffrey mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh, ia harus sampai di Mansion utama sebelum pukul 7 pagi, karena jam 7 biasanya waktu sarapan Luna. Jalanan pagi sudah mulai ramai, para pekerja yang menuju tempat mereka mencari nafkah dan murid yang akan menuju sekolah mulai keluar dan memadati jalanan. Jeffrey harus menyalip banyak sekali mobil demi sampai tepat waktu di Mansionya.

Mobil mulai memasuki halaman Mansion, dilihatnya sudah pukul 7 lebih sepuluh menit, Luna pasti sudah sarapan pagi.

Langkah panjangnya berlari memasuki Mansion, nafasnya terangah, ia langsung menuju kamar sang istri. Dan benar sesuai dugaannya, Luna sedang menikmati sarapan paginya, dengan seorang maid yang menyuapi Luna.

“Jeffrey? Aku kira kau tidak akan pulang.” suara lembut wanita berwajah kelinci itu menyapa sang suami yang baru saja masuk ke dalam kamar.

“Maafkan aku terlambat.” Jeffrey mengatur nafasnya, ia mendekati Luna.

“Berikan mangkuknya, Bi. Biar aku saja yang menyuapi istriku.” ucap Jeffrey kepada sang maid, lalu maid itu pun menyerahkan mangkuk kepada tuannya.

“Jeffrey, harusnya kau tidak perlu repot-repot untuk menyuapiku.” ucap Luna.

“Aku tidak mau melewatkan satu hari pun melakukan kebiasaanku ini, aku ingin memastikan kau memakan sarapanmu dan meminum obatmu.” Jeffrey tersenyum kearah istrinya, tangannya mulai menyuapi Luna.

“Apa semalam tidurmu nyenyak?” tanya Jeffrey lagi.

Dan Luna hanya menganggukkan kepalanya.

“Iya, sangat nyenyak. Walaupun rasanya ada yang kurang.” kekehnya.

“Maafkan aku yang tidak bisa memelukmu sampai pagi.” Jeffrey menunjukkan wajah sedihnya.

“Tidak apa-apa, jangan meminta maaf. Ini bukanlah salah mu.”

“Lalu kau sendiri? Apa kau tidur dengan nyenyak?” tanya Luna lagi.

“Hemm ... aku tidur sangat nyenyak semalam.” tangan Jeffrey terulur untuk menyeka bibir Luna yang belepotan karena terkena bubur.

“Aku sudah kenyang, Jeff.” ucap Luna ketika suaminya hendak menyuapinya kembali.

“Kau tadi sudah makan berapa suap?”

“Pagi ini aku makan empat suap, Jeffrey. Perutku kenyang sekali.”

“Kalau begitu minum obatnya, Luna.” Jeffrey menyerahkan butiran-butiran obat kepada istrinya.

“Terimakasih karena kau sudah menjadi suami yang sangat perhatian.” Luna tersenyum manatap suaminya.

“Apapun akan aku lakukan untukmu.” Jeffrey mengecup kening istrinya lama.

“Aku mandi dulu, ya.” pria tampan itu bangun dari duduknya, dan segera masuk ke dalam kamar mandi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status