Share

Bab 7

Grace memejamkan matanya rapat. Mendapat tepukan di wajah membuatnya merasakan kantuk. Makeup artists itu mengaplikasikan bedak pada wajahnya. Kiranya, sudah hampir satu jam ia duduk dikelilingi MUA dan hairstyles, pantatnya sudah cukup panas. Bagian yang tidak terlalu ia suka saat akan menjalani pemotretan adalah bagian make up yang harus berjalan lama. Menurutnya, natural atau tidak, sama-sama lama.

Hari ini ia akan menjalani pemotretan untuk sebuah majalah fashion bersama 5 model dan 2 aktris.  Gilirannya masih cukup lama. Tim mendahulukan 2 aktris, yang katanya hendak ada jadwal shooting. Ia tidak terlalu mengenal kedua aktris itu, sejujurnya ia tidak terlalu suka melakukan pemotretan bersama dengan aktris atau aktor, kadang kala ada diskriminasi, seakan hanya mereka yang penting dan sibuk. Mungkin tidak semua begitu, namun dari pengalaman yang pernah ia alami, dan begitu kenyataannya. Seperti halnya hari ini, karena kehadiran dia aktris itu, jadwalnya mundur satu setengah jam.

"Grace!"

Ia membuka matanya, mendengar panggilan Gabby di sampingnya.

"Hm?"

Gabby menyodorkan ponselnya yang sedari tadi ia taruh tas. "Mamamu menelpon sejak tadi."

Ia melirik layar ponselnya yang menunjukkan adanya 10 missed call dari nomor Mamanya. Ia sama sekali tidak terkejut, sebab ia sudah tahu apa tujuan Mamanya telepon. Apalagi kalau bukan tentang konser perdana Elle.

Berulang kali ia mengatakan bahwa dirinya sibuk, namun Mamanya sama sekali tidak percaya dan menuduhnya hanya beralasan.

"Biarkan saja!" jawabnya seraya memejamkan mata kembali.

Percuma, konser Elle akan dilaksanakan 2 jam lagi, sementara dirinya baru mulai pemotretan sekitar satu setengah jam lagi, itupun jika tepat waktu. Paling cepat, ia akan selesai sekitar 4 jam lagi, ditambah dengan 45 menit perjalanan. Meski ia menyelesaikannya dengan cepat, ia tetap tidak dapat menghadiri konser Elle.

"Sebaiknya telepon balik, dan katakan bahwa kau tidak bisa datang."

"Aku sudah mengatakannya hingga mulutku berbusa, By."

Gabby hanya menghela napas lalu kembali duduk di sofa ruang tunggu. Ia paham, meski ponselnya telah dimode hening, tetap saja ia akan gelisah dan terganggu saat melihat ada banyak telepon dari Mamanya.

"Grace Wyne, giliran mu." panggil salah satu anggota crew.

Ia segera bersiap. Untuk terakhir kalinya ia melihat kaca, memastikan penampilannya sempurna. Ia memakai gaun yang cukup panjang dengan nuansa etnik. Riasannya dibuat senatural mungkin, agar mampu menyampaikan jati diri Indonesia.

Berpose di depan kamera sudah menjadi makanannya sehari-hari. Dengan pengalamannya yang banyak, ia segera mengerti instruksi dari fotografer.

"Oke, istirahat sebentar."

Grace didatangi oleh make up artists untuk touch up. Mereka hanya memastikan riasan masih baik-baik saja.

"Grace!"

Gabby tergopoh-gopoh lari ke arahnya. Dadanya naik turun, tenggorokannya kering, dan susah untuk menelan ludah.

"Ada apa?"

Tanpa bisa berkata-kata, Gabby langsung menyerahkan ponselnya. Ada 20 missed call dari Mamanya. Peningkatan. Matanya memicing, saat menemukan sebuah kotak masuk dari Mamanya.

-Kamu harus datang jika masih menghormati Mama dan Papa-

-Jika kamu tidak datang, jangan harap dapat maaf dari Mama-

Dada Grace seketika naik turun, kemarahan yang tadinya mengendap, kini melambung tinggi hingga mendesak dadanya.

"Argh!" teriaknya.

Mamanya selalu tidak memberikannya pilihan. Konser Elle bukan segalanya, masih ada konser-konser lain. Tapi Mamanya membuatnya seolah menjadi orang terburuk hanya karena tidak datang.

"Aku akan pergi, kau urus disini."

"Pemotretan belum selesai, Grace. Apa kau tidak bisa membuat penawaran?"

"Menurutmu bisa?" Grace terkekeh tajam.

"Coba bilang pada Elle, mungkin dia bisa meyakinkan Mamamu."

"Aku tidak sudi berhutang budi padanya."

Ia segera pergi ke ruang ganti, menggantikan pakaiannya. Dengan gerakan terburu-buru, ia menghapus make up nya. Bagaimanapun, ia masih mementingkan orang tuanya dibandingkan dengan pekerjaan. Walaupun nyaris tak pernah mengungkapkan secara langsung, tapi ia sangat menyayangi kedua orang tuanya.

"By, aku serahkan ini padamu."

Gabby mengangguk. Ia beruntung karena Gabby selalu bersedia membereskan masalah yang telah ia buat. Kepergiannya akan berimbas pada karir yang baru ia bangun, namun ia pun tidak memiliki pilihan lain. Andai konser Elle dimulai ketika pekerjaannya selesai, mungkin tidak akan berakhir rumit seperti sekarang. Gabby harus pandai-pandai membuat alasan pada pihak klien, agar ia tidak dituntut karena telah melanggar kerja sama, ia secara sadar pergi ditengah jam kerjanya.

"Serahkan semua padaku!"

Ia menutupi wajahnya dengan topi hitam dan masker hitam senada. Langkahnya sangat hati-hati, kepalanya celingukan mencari sela-sela aman untuknya keluar dari gedung. Ia sibuk menutupi wajah agar crew yang ia lewati tidak tahu bahwa dirinya pergi. Setelah keluar dari gedung, Grace segera mencari tukang ojek online yang sudah ia order beberapa menit yang lalu. Menggunakan motor lebih mempersingkat waktu dari pada harus memakai mobil.

Jarak dari gedung pemotretan menuju ke gedung tempat konser Elle diadakan cukup jauh. Perkiraannya, membutuhkan waktu sekitar 1 jam, itupun jika tidak macet.

Grace segera mencari ojek online yang tadi ia pesan. Tak jauh dari tempatnya berdiri, seorang pria berjaket hijau tengah menatap ponsel. Ia yakin itu adalah ojek pesanannya.

Setelah mengkonfirmasi, tukang ojek itu menyerahkan helm padanya.

"Jika tiba sebelum 1 jam, saya akan bayar dobel."

"Sulit, mbak. Paling cepat, satu setengah jam. Ada tabrakan beruntun, kita harus putar arah."

Grace menatap jam tangannya, cukup lama. Otaknya berputar, menghitung  perkiraan waktu.

Motor yang mereka kendarai melaju dengan kecepatan 70 km per jam. Ia belum mengenal jalan Ibukota, walaupun sempat jalan-jalan dengan Gabby, namun tidak semua jalan bisa ia ingat sekaligus, tetap ada yang luput.

Ia hanya mengamati jalan yang mere lewati tanpa berkehendak untuk mengeluarkan suara. Ia tidak ingin ocehannya mengganggu konsentrasi pria yang mengemudi di depannya. Lebih baik ia diam, dan menunggu hingga sampai tujuan dengan selamat.

Nyaris seperti perkiraan, namun mereka sampai lebih cepat 5 menit. Ia segera mengeluarkan dua lembar ratusan ribu.

"Ambil saja kembaliannya!"

Konser Elle diadakan di Bamega Art Center, gedung yang menjadi pusat seni di Ibukota. Seni 2 dimensi, 3 dimensi, musik, maupun peran. Sangat beruntung Elle dapat melangsungkan konser perdananya di sana, karena teater milik Bamega Art Center berstandar Internasional.

Memasuki lobi, ia segera mencari teater tempat konser Elle dilaksanakan. Jika sesuai jadwal, konsernya akan berakhir dalam 15 menit. Setidaknya ia datang meski hanya menonton beberapa menit. Ia juga tidak tertarik dengan konser Elle, jika bukan karena Mamanya, ia tidak sudi untuk datang.

Alunan musik piano mengalun, memasuki gendang telinganya. Ia yakin itu adalah tempat Elle melakukan konser. Setelah masuk, ia melihat Elle dengan balutan gaun putih berlengan pendek tengah duduk menghadap piano dengan senyum lembut. Ia menyisir bangku yang yang tampak penuh. Ia tidak menyangka jika banyak yang tertarik dengan konser Elle. Harusnya ia dapat bangku paling depan bersama dengan orang tuanya beserta para orang penting yang mendukung konser Elle, namun ia tidak mau memecah konsentrasi penonton, dan memilih duduk di bangku kosong paling belakang.

Hah.

Ia menghela napas, berusaha tidak mendengar lantunan musik yang dibawakan Elle. Bagaimanapun, ia tetap tidak suka dengan wanita itu. Ia lebih memilih mengeluarkan earphones dan menyalakan lagu dari ponselnya.

TBC..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status