Share

Hari Yang Sial

Pagi ini matahari bersinar cerah sekali, sinarnya yang masuk di antara celah jendela kamar Hayu, membuat Hayu menutupi wajahnya dengan sebelah tangan, dia hampir terlambat. Tidak biasanya dia bangun kesiangan seperti pagi ini. Semalaman dia tidak bisa tidur, berpikir banyak hal tentang hubungannya dengan Bisma. Bu Tuti mengetuk pintu kamar anaknya.

“Nduk, Bisma sudah menunggumu di luar.”

“Masih berani ke sini rupanya.” Hayu membatin kekasihnya itu.

“Ya, Bu. Hayu sedang bersiap-siap,” teriak Hayu berlari ke kamar mandi. Dia harus bergegas kalau tak mau terlambat dan kena omel bosnya yang kepo akut itu. Selesai mandi ala kadarnya, dia bergegas keluar kamar, untungnya dia tidak perlu memakai make up, dia tidak suka. Wajahnya yang cantik hanya menggunakan pelembab dan liptint. Baginya itu sudah cukup. Di anugerahi kulit kuning langsat, membuatnya tidak perlu menempelkan berbagai macam kosmetik.

Hayu berpamitan pada ibunya yang masih sibuk membuat kue-kue yang sudah di pesan orang. Dibantu dua orang yang dengan cekatan menyelesaikan beberapa kue-kue basah.

“Bu, Hayu berangkat dulu.” Hayu mencium punggung tangan ibunya. Bu Tuti memberikan satu kotak kue basah.

“Untuk pak Candra,” ucap Bu Tuti, menyerahkan sekotak kue basah bermacam-macam rasa. Hayu mengambil kotak yang diulurkan padanya.

“Baik, Bu.”

Hayu keluar dari rumah, menghampiri Bisma yang sedang menunggunya di teras.

“Sudah, ayo berangkat, kita bisa terlambat!”

Hayu tak menjawab, dia masuk ke mobil Bisma. Tak ada percakapan apa pun di antara mereka. Hayu enggan memulai pembicaraan.

“Apa kamu marah padaku?”

“Marah? For what? Aku tak punya energi untuk itu. Ini masih pagi, aku tidak mau mood ku hancur hari ini, apalagi banyak pekerjaan penting yang harus aku selesaikan pagi ini.”

Bisma diam, dia merasa Hayu berubah pagi ini. Tapi dia juga, tidak mau memicu pertengkaran. Sampai di Hardana Grup mereka turun. Melirik jam di pergelangan tangannya, Hayu berlari masuk ke dalam terlebih dahulu. Tak ada kecupan hangat untuk Bisma pagi ini. Bisma mencebik, dia kesal sekali.

Hayu yang hampir terlambat segera masuk lift, mengabaikan Bisma yang masih memarkirkan mobilnya. Dia tak peduli, yang ada di pikirannya, dia tidak mau terlambat. Kinerjanya selama ini cukup baik, baru kali ini dia apes sekali, harus berkejaran dengan waktu.

Tring!

Lift berhenti tepat di lantai 17, Hayu bergegas mengayunkan langkah menuju meja kerjanya. Lantai 17 hanya untuk ruang CEO, jadi bisa dibayangkan betapa besarnya ruangan itu.

Hayu menghela nafas, pak Candra sudah berdiri dan bersandar di meja kerjanya.

“Hayu! Kenapa terlambat! Kita ada meeting penting pagi ini, kamu sudah menyiapkan berkas yang akan kita bawa saat meeting nanti? Apa kamu memang sedang ada masalah dengan Bis malam itu, sampai kamu tidak bisa tidur dan datang terlambat pagi ini!”

“Maaf, Pak. Semua berkas yang akan kita bawa pagi ini sudah saya siapkan semua, jadi bapak tidak perlu khawatir. Mengenai alasan saya terlambat ke kantor, tidak perlu saya jelaskan secara rinci, ini bukan tempat curhat, tapi tempat mencari uang.”

“Berani kamu sama saya!”

“I’m not.”

“Yes you are. Ngejawab terus!”

Candra yang kesal dengan Hayu pun masuk kembali ke ruangannya. Hanya Hayu dan Candra yang bersikap begitu, meski mereka adalah atasan dan juga bawahan.

Hayu meletakkan tas di kursi kerjanya, menyiapkan berkas yang akan di bawanya nanti, Bisma menghampiri kekasihnya itu.

“Hayu, masih marah?”

Hayu masih sibuk dengan berkas-berkas yang ada di tangannya. Tanpa mendongakkan kepalanya dia menjawab, “Enggak, aku nggak marah. Ini sudah jam kerja, meski pemiliknya ini sahabat kamu, tidak seharusnya kamu berada di sini, sebaiknya kamu kembali ke ruangan kamu, Bisma. Aku tidak enak dengan Pak Candra.”

Bisma mendengus kesal, tak urung dia pergi juga meninggalkan kekasihnya yang dia tahu masih marah padanya.

Sejak tadi, Hayu berusaha menahan rasa kesal yang bersemayam di dadanya sejak semalam, tapi entah kenapa, rasa kesal itu pagi ini masih berlanjut, belum hilang dari hatinya. Padahal Bisma masih bersikap manis seperti biasanya.

Hayu hampir lupa kalau ibunya menitipkan sekotak kue-kue basah untuk atasnya itu. Hayu melangkahkan kakinya, mengetuk pintu ruangan Candra.

"Masuk," ucapnya dari dalam. “Ada apa, kita berangkat sekarang? Ini baru jam berapa?”

“Tidak, Pak, saya hanya mengantarkan titipan dari Ibu saya.” Hayu menaruh kotak kue di atas meja Candra.

Dengan wajah yang berseri, Candra membukanya, dia tahu itu pasti berisi kue-kue kesukaannya. Candra mendongak, menatap Hayu, “Thank you, Hayu.

Hayu mengangguk dan meninggalkan ruangan candra. Kembali ke meja dan mengerjakan pekerjaannya hari ini. Tepat pukul 9, Candra keluar dari ruangannya, mengajak Hayu berangkat meeting. Biasanya jalanan akan macet dan candra tidak mau terlambat.

“Hayu, ayo kita berangkat sekarang.”

“Baik, pak.”

Hayu mengambil tas dan juga berkas yang dia butuhkan, berjalan mengekori candra. Memasuki lift terlebih dahulu dan menekan tombolnya.

“Thank you, Hayu.”

“Sama-sama, pak.”

“Hay, kamu hari ini aneh, muka kamu belum kamu setrika? Kusut banget? Saya jadi tak berselera memandang kamu.”

“Untung saja kita berada di lift khusus ya, Pak. Kalau tidak pasti besok saya jadi judul berita utama di kantor.”

Candra tertawa terbahak-bahak, “Habisnya wajah kamu itu, nggak bisa membohongi saya, kalau kamu sedang ada masalah dengan Bisma.”

Hayu mendengus kesal, menarik nafas dalam dan menghembuskannya.

“Apa seberat itu, sampai-sampai kamu menghela nafas seperti itu,” imbuhnya menggoda sekretarisnya itu.

“Bapak mau tahu banget atau mau tahu saja? Coba bapak tanyakan pada sahabat bapak itu? Lagian bapak kenapa selalu ingin tahu tentang kehidupan saya.”

Dengan cepat Hayu menutup mulutnya, dia keceplosan.

“Maaf, Pak. Rem saya mendadak blong. Jangan potong gaji saya, Pak.”

“Nggak,” jawab Candra mengacak-acak poni Hayu. Dengan kesal Hayu meniupnya agar rapi kembali. Candra yang melihat tingkah absurd sekretarisnya itu terkekeh. Dia makin gemas dengannya, namun dia ingat gadis di depannya ini milik sahabatnya. Mereka keluar dari lift menuju mobil Candra. Kening Hayu berkerut, biasanya ada sopir yang mengantar mereka berdua.”

“Pak, hari ini Bapak menyetir sendiri?”

“Masuk!”

Lagi-lagi Hayu menghela nafas, dia masuk mobil candra. Mereka menuju restoran jepang yang sudah di pesan oleh klien mereka. Perjalanan dari kantor ke restoran jepang tersebut lumayan lama karena jalanan yang mulai ramai, perjalanan yang biasanya bisa di tempuh dalam waktu kurang dai 20 menit hari ini jadi 35 menit.

Mereka akhirnya tiba di restoran, Hayu turun terlebih dahulu, sungkan kalau Candra sampai membukakan pintu mobil untuknya, takut disebut sekretaris durhaka.

Sialnya saat Hayu turun dari mobil, matanya berserobok dengan tatapan mami Bisma.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
A. JOEZAH
lanjutkan kak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status