Share

Jelita

Hayu yang sedang menatap ponselnya menoleh ke arah sumber suara. Sekretaris Sean memanggilnya. Hayu melambaikan tangan.

Dina menghampiri sahabatnya itu, tak lupa menyapa atasan Hayu yang juga rekan kerja bosnya.

“Selamat Pagi, Pak Candra.” Candra hanya mengangguk menanggapi sapaan Dina.

“Kenapa terlambat, kami sudah menunggu dari tadi,” tanya Hayu, pada sekretaris Sean yang juga sahabat baiknya

“Maaf, Hayu, Pak Sean mendadak harus berangkat ke Macau pagi ini, jadi saya yang akan menggantikan beliau.”

“Kalau begitu, ayo kita mulai meetingnya.”

Candra berubah menjadi dingin dan tegas begitu bersama klien. Berbanding terbalik saat bersama Hayu. Mereka mendiskusikan kerja sama yang akan mereka lakukan. Tepat ketika jam makan siang, meeting selesai.

“Sebaiknya kita makan siang dulu, baru kembali ke kantor,” tawar Candra pada dua sekretaris di depannya itu.

“Maaf, Pak. Sebelumnya terima kasih, tapi saya harus kembali ke kantor karena setelah makan siang, saya harus mengurus pekerjaan pak Sean, jadi saya permisi dulu.” Dina berpamitan dengan Candra dan juga Hayu.

“Maaf, Hayu, lain kali kita makan siang, nanti aku telepon.” Hayu berdiri mengantar Dina. Tak lupa mencium kedua pipi Dina. Candra hanya menatap Hayu dengan tatapan yang sulit di artikan, dan itu tertangkap jelas di mata Dina.

Setelah kepergian Dina , hanya ada mereka berdua. Hayu yang sudah memesan makanan, mulai menyantap makan siangnya tanpa mengeluarkan sepatah kata, dia tahu mami Bisma sedang memperhatikannya. Sibuk melamun, dia tak sadar, jika mulutnya berlepotan terkena saus. Candra yang melihatnya segera mengambil tisu dan membantu mengelapnya, saat itu juga, sosok yang sangat tidak ingin ditemuinya berada di sana. Bisma berdeham.

“Ehm, Hayu. Apa yang kalian lakukan di sini?”

Rasanya Hayu ingin masuk ke bumi dan mengubur dirinya sendiri. Kali ini dia yakin, masalah akan semakin runyam. Hayu hanya menatap Bisma dan membiarkan Candra menjawabnya

“Kami sedang makan siang, Bis. Kebetulan meeting di sini, jadi sekalian saja kami makan siang. Mau bergabung?”

“Tidak, aku akan menemui Mami, kebetulan dia mengajakku makan siang juga. Apa kamu mau ikut denganku, Hayu? Menemui Mami?”

“Maaf, ini masih jam kantor, Bis. Aku tahu Mami ada di ruangan sebelah. Tadi kami sudah bertemu, jadi sebaiknya, kamu saja yang ke sana. Mami juga sedang bersama teman-temannya. Jadi, aku tidak ingin mengganggu.”

Bisma tampak berpikir, tiba-tiba hatinya resah dan gelisah. Entah apa yang terjadi dengan Maminya dan Hayu. Bisma merasa bahwa Hayu sedang tidak ingin bertemu Maminya, dia berusaha menghindar. Padahal bukan hal itu yang Bisma harapkan.

“Mau pulang bareng?” tawar Bisma. Berharap Hayu mengiyakan, tapi Candra, sahabat sekaligus atasannya itu lebih dulu menjawab.

“Kami masih ada meeting di tempat lain setelah ini, jadi sebaiknya kamu bisa membedakan urusan pribadi dan pekerjaan.”

Bisma tak menjawab, dia berbalik meninggalkan Hayu dan Candra, menemui ibunya di ruangan sebelah. Hayu menatap hingga punggung Bisma menghilang. Hayu mengucapkan terima kasih pada Candra.

“Terima kasih, Pak. Kita nggak ada meeting setelah ini, jadi saya tahu bapak sengaja berkata seperti itu untuk menolong saya.”

“Jangan GR kamu, Hayu. Benarkah kita tidak ada meeting setelah ini? Berarti aku salah ingat. Ayo lanjutkan makannya, atau kamu mau pindah duduk bersama kekasihmu itu.”

Hayu mendengus kesal dengan ejekan Candra. Dia pun membalas ejekan itu.

“Setidaknya, saya jelas punya kekasih, dari pada Bapak, tidak jelas, mana tiap hari harus melakukan kencan buta.”

“Kalau saya mau, saya tinggal menunjuk salah satu dari fans saya, tapi saya enggak berminat. Masih mending saya jojoba, jomblo-jomblo bahagia, dari pada kamu, punya kekasih tapi tak di anggap.”

Jleb!

Segera Candra menutup mulutnya, mengingat perkataannya mungkin akan menyinggung perasaan Hayu.

“Maaf, bukan maksudku.”

Hayu memainkan makanannya, dia tahu Candra hanya bercanda, tapi memang apa yang diucapkan Candra ada benarnya. Dia menang tak dianggap sama sekali. Bahkan Bisma saja, tak mampu membela dirinya di depan maminya. Pahit memang, tapi memang kenyataan tak seindah expectasi.

“Its ok, Pak. I know it. Lebih baik kita teruskan acara makan siang ini, sebelum saya kembali ke kantor.”

“Hayu..”

Hayu terkekeh, dia lupa kalau lelaki yang ada di hadapannya ini adalah atasannya yang super duper menyebalkan.

“Maaf, Pak. Bapak bikin saya lupa diri.” Mereka tertawa, tak peduli jika ada arang yang melihat mereka. Bisma yang hendak ke toilet, kesal melihat mereka sebahagia itu. Bisma mengepalkan tangan, dia tidak rela jika Hayu tertawa bersama lelaki lain. Tapi dia bisa apa, di dalam sana ada maminya dan teman-teman sosialitanya. Salah satu dari mereka juga berniat mengenalkan Bisma dengan anaknya. Bisma mengurungkan nianya ke toilet, hatinya memanas mengingat Hayu dan Candra. Biasanya dia tidak akan merasakan sesakit ini, mungkin karena hubungan Hayu dan Bisma yang saat ini sedang tidak baik-baik saja, jadi dia mudah tersulut.

Hayu dan Candra menghentikan acara makan siangnya ketika seorang wanita cantik dengan wajah cantik jelita menghampiri Candra. Candra menoleh, mukanya memerah melihat siapa yang sudah berdiri menjulang di hadapannya. Gadis dengan nama Jelita, secantik wajahnya, gadis yang pernah Candra cintai dan gadis yang menyakitinya. Candra yang tadi bersikap hangat, mendadak memasang wajah yang sangat dingin dan angkuh, bahkan Hayu sampai kebingungan melihat perubahan Candra. Dalam hati dia bertanya, ada hubungan apa Candra dengan gadis cantik bak model internasionil itu.

“Halo, Ndra. Apa kabar? Lama tak jumpa. Ini siapa?”

“Hai, aku baik-baik saja. Dia sekretarisku. Apa yang kamu lakukan di sini? Bukannya kamu masih di luar negeri?”

Hayu diam, menyimak pembicaraan mereka berdua.

“Aku baru pulang, sekitar tiga hari yang lalu. Kapan-kapan kita bisa makan siang bareng?”

“Maaf, aku nggak bisa, Jel.”

“Kenapa? Apa kamu masih mencintaku dan juga membenciku?”

Candra yang mendengar ucapan Jelita tiba-tiba berdiri. “Dengarkan aku baik-baik Jelita, aku tidak mencintai kamu lagi. Lagi pula ini tempat umum. Di mana sopan santun kamu, apa begini hasil kuliah kamu di luar negeri? Mana manner kamu?”

“Hei, slow. Nggak usah ngomong sambil memasang urat, Candra. Aku hanya bertanya padamu. Kalau kamu enggan menjawabnya, jangan dijawab.”

Mama Bisma keluar dari ruangannya, menghampiri mereka bertiga.

“Jelita, sini, Nak. Bisma ada di dalam.”

Sepertinya sengaja mami Bisma meninggikan volumenya agar Hayu mendengar ucapannya.

Hayu dan Candra saling berpandangan.

"Iya Tante, sebentar. Maaf sepertinya aku tidak bisa berlama-lama di sini. Mereka sudah menungguku.”

Mami Bisma mengamit lengan Jelita, membawanya masuk ke dalam dan bergabung dengan mami Bisma dan teman-temannya.

“Sepertinya akan ada tontonan yang lebih seru lagi, Hayu. Kamu harus menyiapkan mental, agar kamu tak menjadi gila.”

“Maksud, Bapak?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status