Dari arah belakang, sebuah mobil meluncur dengan kecepatan tinggi dan berhenti tepat dihadapan lelaki muda yang akhirnya memutuskan meluruhkan tubuhnya di tanah. Pintu mobil terbuka dan keluarlah seorang gadis cantik nan seksi. Ia menghampiri lelaki itu dengan menarik kasar lengannya.
"Bangun, Angga! Jangan jadi pengecut!" teriaknya di antara desau angin dan suara air yang seperti tumpah dari langit.
Lelaki muda itu menatapnya dengan nanar. Matanya yang merah dengan wajah sendu, membuat si wanita semakin muak.
"Jika kau tetap seperti ini, aku akan pergi selamanya darimu dan benar-benar akan memilih Kaindra!" ancamnya yang langsung membuat lelaki itu menegakkan punggungnya.
Angga menatap tajam dan dingin pada wanita itu. Perubahan raut wajahnya, membuat si wanita terkikik senang.
"Bagus seperti itu. Cepatlah masuk ke dalam mobil dan kita pergi."Lelaki itu segera berdiri dan masuk ke dalam mobil dengan tubuh kuyup.
Kemudian mobil berwarna merah klasik itu segera meluncur pergi. "Harusnya kau bunuh saja Papa," sungut si wanita dengan pandangan lurus ke depan."Dia menyiksaku lagi," lirih Angga dengan suara dingin yang bergetar.
"Yeah. Dan untung aku segera menemukanmu. Aku benci melihatmu lemah. Jangan pernah lagi kembali menjadi Davin, atau aku akan benar-benar pergi darimu." Wanita itu menoleh dengan tatapan menusuk ke arah Angga.
Pria itu membalas tatapannya dengan menyeringai, "tidak akan. Karena aku mencintaimu … Avena Elisabeth."
***
Suara ketukan pintu terdengar nyaring membuat Seno mendesah kesal. Ia melepas kuluman bibirnya pada sebuah gundukan kenyal yang indah. Pria paruh baya itu memberi isyarat menggunakan matanya pada si wanita agar ia turun ke bawah, ke arah selangkangannya.
"Masuk," serunya dengan suara serak.
Seorang pria dengan tubuh kekar berotot dengan tato memenuhi tangan, masuk dan berdiri di hadapannya. "Tuan … ada kabar dari kediaman keluarga Mahendra. Nona Vena menghilang sudah dua hari ini," ucapnya sontak membuat Seno terperanjat.
Pria paruh baya itu berdiri dan melepaskan kenikmatan kuluman bibir sexy si wanita dengan gusar. "Apa maksudmu Vena hilang?!"
"Dua hari yang lalu, Nona Vena hanya pamit pada Tuan Mahendra untuk pergi shopping ke mall. Tapi, ternyata ia tak kembali hingga detik ini. Tentu saja semua orang sudah mencarinya. Dan menurut kabar, Tuan Kaindra sudah melaporkannya ke pihak berwajib," pungkas Jalu--tangan kanan Tuan Seno.
Pria paruh baya itu menaikkan celananya dan membenarkan letak ritsleting, lalu berjalan keluar ruangan dengan diikuti oleh Jalu.
"Perintahkan semua anak buahmu untuk menemukan anak itu," perintahnya. Lalu ia berteriak nyaring, "Davin! Di mana kamu!" teriaknya dengan kepala menatap ke arah lantai atas.
"Davin!"Tidak lama kemudian, seorang pemuda tampan datang tergopoh menuruni tangga.
"Iya, Pa.""Ada tugas untukmu, Nak. Pergilah bersama Jalu untuk mencari Adikmu, Vena."
Pemuda itu membelalakkan matanya dengan wajah tertegun. "A-apa, Pa? Kenapa Vena?"
"Anak itu hilang. Dan hanya kamu yang tahu di mana tempat favoritnya, juga siapa teman-temannya selama ini. Pergilah kalian secepatnya," ucap Tuan Seno dijawab anggukan oleh Jalu.
"Baik, Pa. Tapi, aku ganti baju dulu," ujar Davin dan hendak pergi naik lagi ke atas. Namun, ia urungkan karena terdengar teriakan marah sang Papa.
"Apa pakaian yang kau pakai sekarang tidak pantas hanya untuk mencari Vena! Pergi sekarang juga, Davin!"
Davin hanya mengangguk cepat dan segera beranjak pergi dari tempat itu diikuti Jalu. Mereka masuk ke dalam mobil dan meluncur pergi membelah kota Jakarta.
Lelaki muda itu mendesah kasar dengan menyandarkan tubuhnya pada jok mobil. Sedangkan Jalu yang duduk di depan, disamping sopir sibuk memainkan ponselnya."Tuan Jalu, kita mau kemana?" tanya si sopir dengan melirik laki-laki disampingnya.
"Sebentar, aku sedang memerintahkan anak buahku untuk ikut mencari," sahutnya lalu sibuk menelepon.
Setelah selesai, ia memutar tubuhnya ke belakang dan menghadap pada Davin yang masih bersandar dengan lesu."Tuan muda, dimana tujuan kita pertama agar bisa menemukan Nona Vena?"
Davin memalingkan wajahnya dari jendela kaca, lalu menatap Jalu dengan menyeringai. "Mana aku tahu. Sejak dia menikah, aku tidak tahu kemana saja dia pergi. Kenapa kau tidak tanya saja pada suaminya, si Kaindra yang sok berkuasa itu!" ketusnya dengan wajah datar.
Jalu menghela napas kasar dan memutar tubuhnya lagi ke arah depan. Ingin sekali ia memaki, tapi akan sangat percuma karena majikan mudanya ini sangat berbeda.
"Dan satu lagi, Jalu. Jangan pernah panggil gue Davin!" teriaknya dengan mata memerah dan rahang mengeras.
Malam yang cerah dengan kemerlip bintang menghiasi angkasa. Terlihat dua orang pria sedang duduk santai di pinggir kolam renang dengan menyesap minuman masing-masing."Sudah hampir satu minggu, istrimu menghilang. Tidakkah kamu merasa cemas, Nak?" Sorot hangat itu menatap Kaindra sambil menyesap teh hangat.Terdengar desahan kasar dari pria yang duduk berhadapan dengan sang Ayah itu. "Aku sudah melaporkan pada pihak berwajib, Pi. Dan aku juga sudah mencarinya. Tapi, Vena seperti hilang ditelan bumi."Tuan Mehendra terkekeh, "bagaimana bisa seorang gadis bisa hilang ditelan bumi?""Mungkin saja ada makhluk halus yang menculiknya. Siapa tahu 'kan?" sahut Kai tak acuh.
Alena memandang rumah berwarna biru laut dengan pekarangan luas dihadapannya. Dia baru saja turun dari becak yang mengantarnya dari stasiun.Tampak senyum di wajahnya yang manis dan teduh. Mengingat kenangan masa kecilnya di rumah ini. Sudah dua tahun, ia tidak pulang. Dan tiga hari yang lalu, Ayahnya menyuruh pulang karena ada sesuatu hal penting yang ingin dibicarakan.Selama ini, Alena merantau bekerja di luar pulau. Ia ikut keluarga bibinya di Kalimantan, dan bekerja menjadi staff administrasi sebuah perusahaan tambang batu bara.Gadis itu membuka pagar hitam yang tidak terlalu tinggi dan memasuki pekarangan."Lena ... kok nggak telepon dulu kalau sudah sampai, 'kan bisa dijemput Ayah?"Seorang wanita setengah baya muncul dari pintu dan menghampirinya dengan tergopoh.Gadis muda itu tersenyum dan segera memeluk sang wanita."Nggak jauh juga jarak stasiun ke rumah, Bu. Tadi begitu sampai bandar
Mobil Kijang biru tua yang dikemudikan Lek Dirman merayap menembus malam pekat dan kabut yang dingin keluar dari kota Purworejo menuju arah timur.Pak Bima sudah bertekad akan pergi sejauh mungkin agar Seno tidak bisa menemukan mereka. Terutama Alena, gadis itu harus disembunyikan.Di bagian bangku jok belakang, Alena dan Ibunya duduk meringkuk berpelukan. Sedang Arman duduk sendiri di bangku tengah dengan pandangan kosong melihat pemandangan luar yang gelap dan penuh kabut.Pukul tiga pagi kendaraan mereka memasuki kota Yogyakarta. Masuk kota ini, jalan sudah mulai ada aktifitas meski masih pagi buta.Bima memutuskan untuk beristirahat sejenak di pinggir jalan sambil membeli sarapan nasi gudeg. Mereka duduk berjejer sambil menikmati suasana jalan raya yang masih lengang.Tidak ada tawa maupun senda gurau antara mereka. Semua tenggelam dalam pikiran masing-masing dan kesedihan karena harus meninggalkan rumah yang sud
Orang-orang mulai berdatangan dan menolong mereka dengan melepas ikatan tangan terlebih dahulu. Tidak lama kemudian ambulans datang membawa Arman juga Ibunya. Sedangkan Dirman tetap berada di sana menunggu mobil derek tiba untuk menarik mobil tua itu. Bagaimanapun, sawah itu milik orang lain dan keluarga Bima harus bertanggungjawab dengan kerusakan yang terjadi.Marini, ibu Lena histeris memanggil-manggil putrinya saat sadar, hingga para perawat terpaksa menyuntikkan obat penenang untuk menenangkannya. Sedang Arman harus menjalani operasi tangan kirinya yang patah akibat di tendang dengan keras berkali-kali.Bima mengusap rambut Marini--istrinya dengan sendu. Wanita itu diam tertidur karena pengaruh suntikan dari perawat. Pria itu menyeka sisa lelehan air mata di pipi istrinya."Bu ... bagaimana caraku untuk menyelamatkan Lena? Kenapa nasib keluarga kita jadi seperti ini? Kita sudah kehilangan Vena, bahkan sebelum dia gena
"Kenapa malah bengong?" Pertanyaan Davin membuat gadis itu tersentak. Ia segera menundukkan wajahnya.Lelaki muda itu terkekeh kecil, "kamu masih takut? Baiklah kita keluar dari sini."Davin menarik tangan Alena dan menggandengnya keluar dari gudang itu. Sampai di luar ternyata sudah malam. Beberapa orang yang menghajar keluarganya tadi pagi tampak berjaga di luar. Lena beringsut bersembunyi dibalik punggung Davin."Kenapa kalian menempatkannya di gudang busuk itu?" hardik Davin."Perintah Tuan besar," ucap si brewok, salah satu pengawal.Davin mendesah kasar lalu membimbing tangan Lena yang masih ketakutan melihat mereka.Mereka menundukkan kepala ketika Davin dan Alena melewatinya.Salah seorang membukakan pintu sebuah mobil mewah warna hitam metalik untuk mereka berdua."Kamu suka makan apa, Lena?" tanya Davin tiba-tiba dan membuat gadis itu gelagapan."M-m ... apa aja, Kak."
"Ajak dia masuk ke dalam kamar Vena dan ajarkan semua kebiasaan anak itu selama ini," perintah Seno pada Davin."Baik, Pa. Ayo Lena," ajak Davin dengan segera masuk ke dalam sebuah kamar.Lagi-lagi gadis itu dibuat takjub dengan isi kamar Vena, saudara kembarnya. Kamar ini besar, tiga kali lebih besar dari kamarnya dan juga sangat mewah. Kamar bernuansa abu muda ini menambah kesan pemiliknya adalah seorang gadis bercita rasa tinggi.Davin membuka almari baju serta sepatu milik Vena. Ia menjelaskan satu-persatu baju dan sepatu yang disukai Vena dan menyuruh Lena untuk mencoba memakainya.Awalnya Lena ragu untuk mencoba baju milik kembarannya, karena semua baju miliknya sexy dengan lekuk tubuh menggoda. Namun Davin mencoba terus dan berusaha meyakinkannya.Lena keluar dari kamar mandi dengan malu, menggunakan sebuah dres selutut yang menampilkan lekuk tubuh. Davin tertegun melihatnya. Lena benar-benar sempurna sebagai seorang wanita, ti
Mobil sedan hitam mewah memasuki sebuah gerbang dengan beberapa penjaga, lalu meluncur masuk dan berhenti tepat di depan sebuah rumah yang besar dan sangat mewah.Sekali lagi Lena dibuat takjub karena rumah ini lebih pantas disebut istana khayalan. Dengan pilar-pilar penopang yang besar dan megah, serta ukiran unik di dinding pintu masuknya, menambah kesan bahwa pemiliknya adalah pecinta seni.Tiga orang pelayan dengan seragam navy menyambut mereka di depan pintu. Lena keluar dan melangkah dengan anggun memasuki ruang tamu yang begitu mewah.Seperti yang Davin katakan, ia harus memasang wajah angkuh serta meremehkan. Beberapa pelayan meliriknya sekilas, lalu menunduk tidak berani menatap.Tuan Seno menyuruh Lena duduk di sebuah sofa empuk berwarna soft dengan isyarat mata. Tidak lama kemudian, seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah dengan anggun.Wanita itu masih cantik di usianya yang mungkin sudah mengin
Sore kelabu dengan awan berarak hitam menggumpal pekat. Angin bertiup agak kencang, petir menyambar terdengar dari kejauhan.Lena terpekur di atas sofa kamar memandang rintik hujan yang mulai turun di luar sana. Kamar yang mewah ini baginya bagai sebuah ruangan kosong tanpa ruh. Semuanya hampa.Apa yang akan dilakukannya saat suami Kakaknya nanti datang? Bagaimana jika laki-laki yang dipanggil 'Kai' itu meminta kewajibannya sebagai seorang istri?Arghhh ... rasanya kepala Lena ingin pecah. Seumur hidupnya ia belum pernah berpacaran. Lalu sekarang ia harus dihadapkan pada kenyataan berpura-pura harus menjadi Avena. Dan bodohnya lagi, ia mau dan tidak bisa menolak.Tapi, ia tidak punya pilihan, karena nasib keluarganya ada di tangan Om Seno. Berkali laki-laki paruh baya berkepala setengah botak itu mengancam akan membuat keluarganya menderita jika tidak mau menuruti keinginannya.Gadis itu mengusap air matanya saat ada yang meng