Share

5. Dimana aku?

Orang-orang mulai berdatangan dan menolong mereka dengan melepas ikatan tangan terlebih dahulu. Tidak lama kemudian ambulans datang membawa Arman juga Ibunya. Sedangkan Dirman tetap berada di sana menunggu mobil derek tiba untuk menarik mobil tua itu. Bagaimanapun, sawah itu milik orang lain dan keluarga  Bima harus bertanggungjawab dengan kerusakan yang terjadi.

Marini, ibu Lena histeris memanggil-manggil putrinya saat sadar, hingga para perawat terpaksa menyuntikkan obat penenang untuk menenangkannya. Sedang Arman harus menjalani operasi tangan kirinya yang patah akibat di tendang dengan keras berkali-kali.

 Bima mengusap rambut Marini--istrinya dengan sendu. Wanita itu diam tertidur karena pengaruh suntikan dari perawat. Pria itu menyeka sisa lelehan air mata di pipi istrinya.

"Bu ... bagaimana caraku untuk menyelamatkan Lena? Kenapa nasib keluarga kita jadi seperti ini? Kita sudah kehilangan Vena, bahkan sebelum dia genap dua tahun. Dan sekarang ...." Pria paruh baya itu tergugu. Ia berusaha keras menutup mulut, agar suara isakannya tak terdengar.

Apakah ini karma atas perbuatannya di masa lalu? Laki-laki paruh baya itu menangis tersedu di samping sang istri yang masih terpejam.

***

Pening di kepala dan bau pengap seketika menyergap saat Alena membuka mata. Sesaat pandangan terasa kabur dan dia merasa mual. Gadis itu mengerjap beberapa kali.

Ia mengedarkan pandang dan berada dalam ruangan mirip gudang yang kotor dan pengap, hanya dengan penerangan lampu kecil sekitar lima watt. Entah dimana ia berada sekarang.

Dengan berusaha mencoba berdiri dan berpegangan pada dinding serta melihat sekeliling, ia berharap menemukan celah untuk melarikan diri. Namun, nihil. Ruangan itu hanya mempunyai satu pintu yang dikunci dari luar.

Alena merasa putus asa dan duduk bersimpuh di atas sebuah kardus usang. Entah bagaimana keluarganya sekarang. Keadaan Mas Arman yang terakhir dilihatnya terluka parah penuh darah di bagian wajah. Gadis itu menutup wajahnya dan menangis terisak.

Sesaat setelah kepergian Om Seno malam itu, akhirnya sebuah rahasia yang disimpan rapat keluarganya diceritakan pada Lena.

"Ketika kalian lahir, kakakmu Vena sudah menunjukkan gejala kurang sehat. Usia dua bulan, ia sering mengalami kejang dan opname di rumah sakit. Keadaan itu sampai kalian umur hampir dua tahun. Ayah yang saat itu hanya pegawai pabrik dengan upah tidak seberapa harus mencari pinjaman ke rentenir untuk biaya berobat Vena.

Keadaan ayah saat itu, rupanya dimanfaatkan oleh Mas Seno. Dia datang dan membayar lunas hutang ayah, membayar seluruh biaya rumah sakit Vena, dan memberi sebidang tanah yang sekarang kita tempati ini. Tapi, ternyata dibalik itu semua, Mas Seno menginginkan Vena sebagai putrinya. Dengan dalih membawa Vena berobat ke kota besar agar cepat sembuh, dia memaksa kami untuk menandatangani surat adopsi Vena." Getar suara Bima, diiringi isak tangis sang istri.

"Lalu kenapa kalian semua menyembunyikan tentang kembaran  Lena, Yah?" sanggah Alena merasa tidak terima telah dibohongi.

"Karena Om Seno yang meminta. Sejak saat itu, kalian sudah putus ikatan dari saudara kembar. Saat itu juga, kami tidak tahu bagaimana tumbuh kembang Vena selanjutnya. Mas Seno memutus kontak dan tidak ingin kami ketahui keberadaannya.

Hingga sekitar satu minggu yang lalu, Seno datang kemari mencari Vena. Dia bilang Vena minggat dan suaminya marah besar. Jika Vena tidak segera ditemukan, maka Mas Seno dan Davin putranya terancam dibunuh."

Alena menghela napas berat. Penjelasan Ayahnya malam itu membuatnya sedih dan marah. Sedih karena selama ini keluarganya telah menutup rapat fakta bahwa ternyata ia dulu terlahir kembar. Marah karena saudara kandung satu-satunya Pak Bima tega memisahkan mereka.

Seperti apa Avena dan bagaimana ia menjalani kehidupannya selama ini, membuat Lena semakin penasaran. Dan di mana ia berada sekarang? Apakah benar, Vena pergi dari rumah suaminya. Jika benar apa motifnya?

Semua pertanyaan itu semakin membuat kepalanya terasa semakin berdentum sakit. Tiba-tiba ia tersentak kaget dan takut ketika pintu gudang itu terbuka dengan suara berderit.

Seorang pemuda tampan, berkulit putih bersih seperti artis berdiri di hadapannya. Sesaat Alena terpesona oleh pemuda itu. 

Si pemuda berdehem dan tertawa ketika  melihat Alena memandangnya dengan tertegun dan salah tingkah saat ketahuan.

"Kamu sudah makan? Maaf kalau merasa tidak nyaman dengan tempat ini. Sebentar lagi kita keluar dari sini," ucap pemuda itu dengan lembut sambil berjongkok di depan Alena.

"Ka-kamu siapa?"

"Aku Davin, kakak sepupumu." Lelaki muda itu menyeka air mata di pipinya dengan lembut.

Lena terpaku dengan wajah gamang. Apakah ini Kakak sepupu yang dibicarakan Om Seno tempo hari? Tapi, sepertinya ia pemuda yang baik dan lembut dengan tatapan matanya yang hangat. Sangat berbeda sekali dengan Ayahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status