"Kenapa malah bengong?" Pertanyaan Davin membuat gadis itu tersentak. Ia segera menundukkan wajahnya.
Lelaki muda itu terkekeh kecil, "kamu masih takut? Baiklah kita keluar dari sini."
Davin menarik tangan Alena dan menggandengnya keluar dari gudang itu. Sampai di luar ternyata sudah malam. Beberapa orang yang menghajar keluarganya tadi pagi tampak berjaga di luar. Lena beringsut bersembunyi dibalik punggung Davin.
"Kenapa kalian menempatkannya di gudang busuk itu?" hardik Davin.
"Perintah Tuan besar," ucap si brewok, salah satu pengawal.
Davin mendesah kasar lalu membimbing tangan Lena yang masih ketakutan melihat mereka.Mereka menundukkan kepala ketika Davin dan Alena melewatinya.
Salah seorang membukakan pintu sebuah mobil mewah warna hitam metalik untuk mereka berdua."Kamu suka makan apa, Lena?" tanya Davin tiba-tiba dan membuat gadis itu gelagapan.
"M-m ... apa aja, Kak."
"Ok, apa saja ya. Johan, kita ke Blok-M saja."
Orang dibalik kemudi yang dipanggil Johan mengangguk.
Dalam mobil, lelaki muda itu mengajak Alena mengobrol tentang apa saja. Pembawaannya yang lembut dan hangat, membuat gadis itu seperti terlena oleh Kakak sepupunya sendiri. Sesaat ia lupa tentang apa yang terjadi dengan kekejaman yang telah dilakukan Om Seno terhadap keluarganya.
Davin pemuda yang menyenangkan. Ia lembut dan sopan, juga humoris. Baru beberapa menit mereka saling mengenal. Tapi, rasanya seperti sudah bertahun lamanya mereka akrab. Sungguh berbeda sekali kepribadiannya dengan sang Ayah. Pikir Lena.
Davin mengajaknya makan di sebuah lesehan ayam bakar pinggir jalan. Baru keluar dari mobil saja, ia sudah menjadi pusat perhatian bagi kaum hawa. Wajah yang tampan, penampilan yang keren membuat beberapa pasang mata tidak berkedip.
"Kamu nggak papa kan makan di tempat seperti ini? Atau kita pindah ke restoran saja?"
"Nggak papa Kak, lebih suka seperti ini," jawab Lena cepat, takut membuat Davin tersinggung.
Pemuda itu tersenyum dan segera memesan makanan untuk mereka berdua.
"Alena ... maaf atas sikap kurang bijaksana Papaku. Dan juga mereka yang telah menghajar Kakakmu. Mereka hanya menuruti perintah papa," ucap Davin sendu setelah mereka duduk berhadapan.
Gadis itu hanya diam dan menatap mata Davin dengan perasaan yang sulit diartikan. Ia sendiri pun tidak tahu, harus berkata apa dan bagaimana harus bersikap.
"Tapi tenang. Aku sudah menyuruh orangku untuk mengurus keluargamu. Mereka baik-baik saja," lanjut Davin dengan senyum tulus.
"Makasih, Kak." Lena tersenyum lega.
"Setelah ini, kita akan pulang ke rumah. Lena ... aku mohon, apapun permintaan Papa, kamu turuti. Aku tidak mau melihatmu terluka. Aku sangat menyayangi Avena dan kamu. Aku janji, akan berusaha melindungimu. Tapi, untuk sementara, turuti semua kemauan Papa, ya." lembut dan hati-hati ucapan Davin pada adik sepupunya.
Tidak sadar, Alena hanya mengangguk dengan mata tak berkedip menatap pemuda tampan dihadapannya. Jujur, baru sekali ini ia bertemu dengan lelaki seperti Davin. Ada yang berdesir dalam hatinya. Namun, seperti menyadari kalau semua itu salah, ia segera menepis perasaannya.
Tidak lama makanan datang dan mereka menyantapnya. Banyak pengamen jalanan yang menyanyikan lagu-lagu romantis di sepanjang jalan yang dipenuhi dengan berbagai jualan itu.
Davin memanggil seorang pengamen dan meminjam gitarnya.
"Kakak mau apa?" tanya Lena.
"Mau bernyanyilah. Buat kamu," sahut Davin dengan tertawa.
Dia mulai memetik gitar. Dan mengalunlah sebuah lagu yang indah.
It still feels like our first night together
Feels like the first kissIt's getting better babyNo one can better thisStill holding onYou're still the oneFirst time our eyes metSame feeling I getPetikan gitar dan suara indah Davin membuatnya terpukau. Pemuda itu bisa membuat kesedihan Lena sedikit sirna.
Seandainya yang membuka pintu gudang tadi adalah Om Seno, mungkin saat ini, ia masih akan terus menangis.Davin … kepribadiannya sangat berbanding terbalik dari Papanya. Itu yang diketahui Lena untuk saat ini..Sebuah rumah mewah berdiri megah di hadapan Lena. Gadis itu berdecak kagum, karena selama ini ia hanya bisa melihat di film rumah megah seperti ini dan sekarang nyata dihadapannya.
"Ayo masuk," ajak Davin dengan menggandeng tangan Lena. Gadis itu gugup, hingga ia merasa berkeringat dingin.
Davin tersenyum dan semakin mengeratkan genggaman tangannya seperti memberi kekuatan pada gadis itu.
Beberapa pelayan yang berpapasan dengan mereka terkejut dan menunduk takut. Lena mengedarkan pandang ke sekeliling rumah dengan takjub. Interior rumah ini benar-benar berkelas.
Mereka naik ke lantai atas setelah melewati ruang makan dengan meja makan panjang yang mewah, untuk menemui Tuan Seno.
Pria paruh baya itu sedang membaca sebuah buku dan meletakkannya setelah melihat kedatangan putra bersama keponakannya. Matanya menatap tajam gadis yang terlihat sangat letih dari raut wajahnya.Lena menunduk tidak berani menatap pria paruh baya itu. Ada perasaan benci dan tak nyaman menelusup dalam hatinya.
Apa yang akan dilakukan Kakak dari Ayahnya itu terhadap dirinya? Ia menelan ludah dengan cemas."Ajak dia masuk ke dalam kamar Vena dan ajarkan semua kebiasaan anak itu selama ini," perintah Seno pada Davin."Baik, Pa. Ayo Lena," ajak Davin dengan segera masuk ke dalam sebuah kamar.Lagi-lagi gadis itu dibuat takjub dengan isi kamar Vena, saudara kembarnya. Kamar ini besar, tiga kali lebih besar dari kamarnya dan juga sangat mewah. Kamar bernuansa abu muda ini menambah kesan pemiliknya adalah seorang gadis bercita rasa tinggi.Davin membuka almari baju serta sepatu milik Vena. Ia menjelaskan satu-persatu baju dan sepatu yang disukai Vena dan menyuruh Lena untuk mencoba memakainya.Awalnya Lena ragu untuk mencoba baju milik kembarannya, karena semua baju miliknya sexy dengan lekuk tubuh menggoda. Namun Davin mencoba terus dan berusaha meyakinkannya.Lena keluar dari kamar mandi dengan malu, menggunakan sebuah dres selutut yang menampilkan lekuk tubuh. Davin tertegun melihatnya. Lena benar-benar sempurna sebagai seorang wanita, ti
Mobil sedan hitam mewah memasuki sebuah gerbang dengan beberapa penjaga, lalu meluncur masuk dan berhenti tepat di depan sebuah rumah yang besar dan sangat mewah.Sekali lagi Lena dibuat takjub karena rumah ini lebih pantas disebut istana khayalan. Dengan pilar-pilar penopang yang besar dan megah, serta ukiran unik di dinding pintu masuknya, menambah kesan bahwa pemiliknya adalah pecinta seni.Tiga orang pelayan dengan seragam navy menyambut mereka di depan pintu. Lena keluar dan melangkah dengan anggun memasuki ruang tamu yang begitu mewah.Seperti yang Davin katakan, ia harus memasang wajah angkuh serta meremehkan. Beberapa pelayan meliriknya sekilas, lalu menunduk tidak berani menatap.Tuan Seno menyuruh Lena duduk di sebuah sofa empuk berwarna soft dengan isyarat mata. Tidak lama kemudian, seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah dengan anggun.Wanita itu masih cantik di usianya yang mungkin sudah mengin
Sore kelabu dengan awan berarak hitam menggumpal pekat. Angin bertiup agak kencang, petir menyambar terdengar dari kejauhan.Lena terpekur di atas sofa kamar memandang rintik hujan yang mulai turun di luar sana. Kamar yang mewah ini baginya bagai sebuah ruangan kosong tanpa ruh. Semuanya hampa.Apa yang akan dilakukannya saat suami Kakaknya nanti datang? Bagaimana jika laki-laki yang dipanggil 'Kai' itu meminta kewajibannya sebagai seorang istri?Arghhh ... rasanya kepala Lena ingin pecah. Seumur hidupnya ia belum pernah berpacaran. Lalu sekarang ia harus dihadapkan pada kenyataan berpura-pura harus menjadi Avena. Dan bodohnya lagi, ia mau dan tidak bisa menolak.Tapi, ia tidak punya pilihan, karena nasib keluarganya ada di tangan Om Seno. Berkali laki-laki paruh baya berkepala setengah botak itu mengancam akan membuat keluarganya menderita jika tidak mau menuruti keinginannya.Gadis itu mengusap air matanya saat ada yang meng
"Putraku tersayang sudah pulang? Kemarilah cepat, duduk dan makan," ujar Nyonya Merry dengan riang."Aku sudah makan tadi di kantor, Mi," jawab lelaki itu dengan duduk disamping Lena.Jantung gadis itu berdegup kencang, tangannya gemetar dan berkeringat. Ia tidak berani menoleh pada lelaki disampingnya."Kamu sudah pulang," tanya lelaki itu datar dengan menatap tajam ke arah Lena, saat gadis itu menoleh padanya.Lena tertegun saat menyadari betapa tampan Kakak iparnya ini. Namun, mendadak Lena merasa ketakutan dengan tatapannya yang tajam dan dingin, seakan menelanjangi seluruh tubuh Lena."I-iya," jawabnya gugup.Kaindra tertawa garing kemudian beralih pada Ayahnya. Mereka membicarakan bisnis tanpa sedikitpun Kaindra peduli pada Lena yang duduk dengan gemetar dan gugup disampingnya.Makan malam itu sangat lama dan membosankan menurut Lena. Karena ia hanya diam mendengarkan, tidak tahu apa yang mereka semua b
"Ti-tidak." Lena tergagap dan mencoba membalas tatapannya. Namun, hatinya mencelos dan bergetar melihat manik mata Kai yang dingin dan dalam. Ia menundukkan kepala, lalu bersiap pergi untuk menghindar dari tatapan menusuk Kai.Namun, tiba-tiba Kai menarik lengan Lena kemudian mencengkeram rahang gadis itu dengan kuat.Lena tersentak dan merintih karena merasa terkejut juga sakit."Le-lepaskan. Sakit ....""Siapa kamu?!" Suara Kai yang tajam mendesis membuat bulu kuduk Alena meremang.Gadis itu ketakutan setengah mati, tapi ia tetap berusaha untuk tenang. "Aku istrimu, siapa lagi?" jawabnya dengan suara serak, seakan menantang.Kaindra tertawa sinis. Ia melepaskan cengkramannya kemudian membopong tubuh Lena dan melemparnya di ranjang dengan kasar. Lena terhempas. Ia menelan ludah saat melihat seringai mengerikan dari bibir tipis laki-laki itu."Siapa kamu!" Suara Kai bagaikan seorang algojo yan
Malam semakin pekat, hawa dingin mulai terasa menusuk. Hujan sudah mulai reda meski rintiknya masih bernyanyi sahdu di atas muka bumi.Alena masih meringkuk di pembaringan meski sedu sedannya telah berhenti dan akhirnya ketiduran karena lelah menangis.Kaindra memasuki kamar dan melihat gadis itu meringkuk masih dengan posisi saat ia tinggalkan tadi. Lelaki itu mendekatinya, menyibak sedikit rambut yang menutupi wajahnya.Keningnya berkerut karena wajah gadis yang tertidur ini sangat mirip dengan Vena, bahkan tanpa cela. Apa yang membuatnya mau berpura-pura menjadi istrinya, itu yang harus diketahui oleh Kai. Dan di mana Vena sesungguhnya berada, ia belum menemukan titik terang, meski sebenarnya ia tak peduli.'Apakah Vena sebenarnya memiliki kembaran? Tapi, dimana selama ini gadis itu berada? Jika benar, dia adalah kembaran Vena, kenapa Seno menyembunyikan nya selama ini?' lirih batin Kai sangat penasaran.Kai mengambil
Elmer tertawa datar, "dan kamu juga tahu, di rumah ini tidak akan pernah ada yang namanya mie instan, karena Mami melarangnya," sahutnya lagi dengan dingin.Lena tertegun lagi dan salah tingkah. Ternyata Davin tidak mengatakan tentang dilarangnya mie instan di rumah ini. Jika ia bersikap seperti ini, maka Elmer bisa curiga padanya. Mungkin lebih baik jika ia kembali ke kamar dan melupakan rasa laparnya."Tapi itu tidak berlaku untukku. Karena di kamarku banyak tersedia mie instan. Kamu bebas memakannya. Itupun ... jika kamu bersedia." Elmer menatap dalam manik mata Lena. Gadis itu gugup dan hanya terdiam tidak tahu harus menjawab apa."Well … terserah kalau kamu mau kelaparan juga kedinginan dengan tetap berdiri di sini." Kemudian Elmer beranjak pergi dari dapur. Sedangkan Lena merasa gamang harus mengikuti lelaki itu, atau kembali ke kamar dengan Kai yang tidur meringkuk di atas sofa.Seperti tidak ada pilihan lagi, akhirnya Lena men
Kaindra menggeliat dan menyipitkan mata saat sinar mentari masuk melalui celah tirai yang sedikit tersingkap. Ia mengusap mata dan berdecih lirih. Pandangannya beralih pada selimut yang menyelimuti tubuhnya. Ia merasa tadi malam sama sekali tidak membawa selimut. Kemudian ia beringsut duduk dan memandang ranjang yang sudah kosong dan rapi. Kemana gadis itu?Kai berdiri dan beranjak masuk untuk membersihkan diri ke kamar mandi. Saat keluar dan mengenakan jas-nya, gadis yang menyerupai istrinya itu tetap tak terlihat.Setelah rapi dan sempurna, ia turun ke bawah menuju meja makan. Di bawah hanya ada Elmer adiknya yang sedang menikmati roti panggang dan segelas orange jus.Kai duduk di depannya dan meminum segelas susu hangat. Mereka saling tak acuh dan tak peduli. Seperti ada jarak di antara mereka. Hingga lelaki itu menyelesaikan sarapannya, tidak juga ia melihat gadis itu."Reta, dimana Vena?" tanya Kai pada kepala pelayann