Share

7. Perbedaan sifat dan karakter

"Ajak dia masuk ke dalam kamar Vena dan ajarkan semua kebiasaan anak itu selama ini," perintah Seno pada Davin.

"Baik, Pa. Ayo Lena," ajak Davin dengan segera masuk ke dalam sebuah kamar.

Lagi-lagi gadis itu dibuat takjub dengan isi kamar Vena, saudara kembarnya. Kamar ini besar, tiga kali lebih besar dari kamarnya dan juga sangat mewah. Kamar bernuansa abu muda ini menambah kesan pemiliknya adalah seorang gadis bercita rasa tinggi.

Davin membuka almari baju serta sepatu milik Vena. Ia menjelaskan satu-persatu baju dan sepatu yang disukai Vena dan menyuruh Lena untuk mencoba memakainya.

Awalnya Lena ragu untuk mencoba baju milik kembarannya, karena semua baju miliknya sexy dengan lekuk tubuh menggoda. Namun Davin mencoba terus dan berusaha meyakinkannya.

Lena keluar dari kamar mandi dengan malu, menggunakan sebuah dres selutut yang menampilkan lekuk tubuh. Davin tertegun melihatnya. Lena benar-benar sempurna sebagai seorang wanita, tidak kalah dengan kakaknya, Avena.

Cantik dan anggun.

"Ah, bagus. Sekarang coba pakai high heels itu dan coba berjalan," ujar Davin yang tersadar dirinya sudah terpesona pada Adik sepupunya.

Gadis itu mencoba semua baju dan sepatu milik Kakaknya. Dan satu yang membuat Lena terhenyak, ketika Davin juga mengajarkan padanya untuk bersikap angkuh pada semua orang, karena Avena yang sebenarnya adalah pribadi yang angkuh dan mau menang sendiri.

"Tapi, aku ga bisa kalau harus seperti itu, Kak." Lena duduk di sisi pembaringan dengan sedih. Ia tidak menyangka perbedaan sifat dan karakter mereka berdua sangat berbeda jauh.

"Jika kamu bersikap baik dan lembut seperti ini, maka mereka akan tahu bahwa kamu bukan Vena. Anak itu agak kasar selama ini," ujar Davin memberi pengertian.

Lena terdiam karena tidak tahu harus mulai dari mana untuk pura-pura menjadi kembarannya. Mulai dari cara berdandan dan berpakaian pun, ia sudah merasa tak nyaman dan risih. Ia tidak biasa memakai make-up, karena memang kesehariannya hanya memoles sekedar bedak tabur dan lipstik natural. Bagaimana ia bisa berdandan jika pekerjaannya dikelilingi oleh para lelaki pekerja kasar di tambang. Alih-alih mendapat pujian, malah bisa saja ia dianggap murahan.

"Angkat dagu dengan angkuh dan selalu tersenyum sinis pada semua orang. Sering keluarkan kata-kata menyakitkan jika hati tidak berkenan."

"Seperti itu Vena selama ini?" Lena tertegun lama karena sangat tidak menyangka.

Davin mengangguk dan menatap Lena lembut. Ia mengerti perasaan adik sepupunya itu. Tapi ia terpaksa mengatakannya karena memang perilaku Vena selama ini seperti itu.

"Dia juga sangat menyukai uang dan senang berfoya-foya. Jadilah menjadi dia untuk sementara ini. Setelah ini, akan aku beritahu siapa saja orang-orang yang tinggal di rumah Kaindra."

Kemudian Davin menjelaskan karakter dan sifat orang-orang di rumah besar Tuan Dhanu Mahendra, ayah Kaindra.

"Ingat, Lena. Vena selalu tersenyum angkuh dan suka meremehkan orang. Dia juga senang memaki jika ada hal yang tidak berkenan di hatinya. Itu sebabnya, para pelayan di sini sungkan padanya, begitu pula orang-orang di rumah itu."

"Jadi, tadi para pelayan mengira bahwa aku ini Vena, makanya mereka takut ketika melihatku?"

"Iya. Karena tidak ada satu pun yang tahu sebenarnya. Dan kita harus menutup rapat, sampai Vena yang asli ditemukan, jika tidak ingin kita mati sia-sia di tangan Kaindra."

"Apakah Kakak iparku itu begitu menakutkan?" tanya Lenna dengan wajah cemas.

Davin menatapnya hangat. "Aku tidak begitu mengenal Kaindra. Yang aku tahu, ia pria dingin dan tidak banyak bicara. Tapi …." Pemuda itu menjeda kalimatnya.

"Tapi apa, Kak?"

"Nanti kamu akan bisa menilai sendiri karakter dia jika sudah bertemu." 

Davin memalingkan wajah, seperti menghindari tatapan ragu dari Lena. Wajahnya menyiratkan sebuah rahasia yang tidak ingin diungkapkan pada Adik sepupunya.

"Berhati-hatilah terhadap Nyonya Merry, Electra dan Reta. Mereka suka mencari-cari kesalahan Vena selama ini," lanjutnya lagi dengan tersenyum miris  

"Jika Kaindra tahu jika aku bukan Vena, apa yang harus aku lakukan, Kak?" 

Davin tampak terdiam dan seperti berpikir.

"Jangan sampai tahu. Jika tahu, bukan hanya nyawamu menjadi taruhannya, tapi kita semua," sahut pria itu dengan wajah serius.

Lena meneguk ludah, getir. Laki-laki macam apa Kakak iparnya ini? Bagaimana saudaranya bisa menikahi pria itu?

"Bersihkan dirimu, lalu istirahatlah. Besok masih banyak yang perlu kamu pelajari."

Davin berdiri dan mengusap lembut kepala Lena, lalu meninggalkannya di kamar itu sendiri. Gadis itu memejamkan mata dalam duduknya. Kepalanya mendadak terasa pening mendengar semua penjelasan Kakak sepupunya.

Sanggupkah ia menjadi peran pengganti? 

Lena berdiri dan menuju kamar mandi. Ia menyalakan shower yang mengguyur sekujur tubuhnya, tanpa melepas satu pun pakaiannya. Ia menangis. Menangis tanpa suara, kemudian tubuhnya luruh di lantai dengan air deras masih mengguyur.

Nasib seperti apa yang akan menantinya nanti di keluarga Tuan Dhanu? Bisakah ia membohongi Kakak iparnya dan meyakinkan pria itu bahwa ia Vena?

Bagaimana keadaan keluarganya? Mas Arman, Ibu, Ayah dan Lek Dirman? 

Tubuhnya terguncang hebat karena tangis. Ingin sekali ia berteriak kencang meluapakan emosi yang sudah merajai hati dan jiwanya sejak kemarin. Namun, perasaan takut membuatnya tidak bisa berkutik. Dan ia sangat membencinya. Benci kenapa ia jadi seorang wanita yang lemah. Benci kenapa ia mempunyai nyali yang ciut dan tidak bisa melawan ketidakadilan dari Seno, pamannya.

Setelah puas menangis, Lena keluar kamar mandi dan memakai baju tidur milik Kakaknya. Wajahnya yang letih dan matanya yang sembab semakin membuat ia merana. Pandangannya mengedar ke seluruh ruangan kamar.

 Beberapa foto Vena tertempel di dinding dan di atas nakas. Gadis yang sangat cantik dan sexy, dengan balutan pakaian yang mewah dan berkelas. Lenna mengambil sebuah bingkai foto dan memandang lama wajah kembarannya. Wajah mereka memang mirip, tapi Vena jauh lebih cantik dengan segala dandanan berkelasnya. Alis yang tebal seperti dirinya, bibir tipis yang terlihat manis saat tersenyum, serta manik mata hitam pekat menjadi ciri khas mereka.

Lena menghela napas panjang.

"Jika apa yang aku lakukan ini bisa membuat Om Seno senang dan mau melepaskan keluargaku, maka aku akan melakukannya dengan ikhlas, Tuhan …," gumam Lena tulus dengan mata mengembun hangat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status