Lena terpekur di atas sofa kamar memandang rintik hujan yang mulai turun di luar sana. Kamar yang mewah ini baginya bagai sebuah ruangan kosong tanpa ruh. Semuanya hampa.
Apa yang akan dilakukannya saat suami Kakaknya nanti datang? Bagaimana jika laki-laki yang dipanggil 'Kai' itu meminta kewajibannya sebagai seorang istri?
Arghhh ... rasanya kepala Lena ingin pecah. Seumur hidupnya ia belum pernah berpacaran. Lalu sekarang ia harus dihadapkan pada kenyataan berpura-pura harus menjadi Avena. Dan bodohnya lagi, ia mau dan tidak bisa menolak. Tapi, ia tidak punya pilihan, karena nasib keluarganya ada di tangan Om Seno. Berkali laki-laki paruh baya berkepala setengah botak itu mengancam akan membuat keluarganya menderita jika tidak mau menuruti keinginannya.Gadis itu mengusap air matanya saat ada yang mengetuk pintu kamar.
"Masuk," serunya dengan suara parau."Makan malam sudah siap, Nyonya. Anda sudah ditunggu keluarga yang lain." Seorang wanita pelayan paruh baya menatapnya tajam dan mempersilakan Lena untuk turun.
Di antara para pelayan yang sudah ia temui, hanya pelayan ini yang berani menatapnya tajam. Mungkin ini kepala pelayan yang bernama Reta. Wanita ini salah satu penghuni di rumah ini yang juga ikut membenci Avena, meski ia hanya seorang pelayan.
Ia merapikan sedikit riasan wajah dan pakaiannya, kemudian melenggang berjalan melewati Reta dengan angkuh.
Reta hanya meliriknya sinis dan terlihat sekali kebencian dari wajahnya.Di meja makan, seluruh keluarga telah berkumpul. Mereka bersenda gurau dengan riang dan sesaat langsung terdiam ketika melihat Alena datang.
Gadis itu gugup dan gemetar, tapi, ia tetap berusaha bersikap tak peduli dan angkuh di depan semua orang.
"Vena ... kamu sudah pulang, Nak? Kenapa tidak menemui papi lebih dulu?" sapa Tuan Dhanu tersenyum ramah.
Seperti perintah dari Davin saat bertemu dengan Tuan Dhanu, Lena menghampiri lelaki paruh baya itu lalu memeluknya hangat.
"Maafkan Vena, Pi. Pergi tanpa pamit. Itu karena Vena bosan, Kai tidak pernah mengajakku ke Perancis," ujar Lena manja.
Tuan Mahendra tertawa dan mengusap sayang pipi Lena. Sedangkan Nyonya Mery, ibu mertua Vena juga Electra berdecih sinis dan menatapnya muak.
"Kenapa kamu tidak bilang sama papi jika ingin berlibur? Pasti papi akan menyuruh Kai untuk berlibur denganmu."
"Sudah, Pi, tidak perlu. Vena sudah puas di sana," ujar Lena sambil duduk disamping Ayah mertua Vena.
Tuan Dhanu tertawa kecil dan mengusap lembut tangan Lena dengan sayang. Terlihat sekali ia sangat menyayangi Vena. Beruntung sekali kamu mempunyai Ayah mertua seperti ini, Ven …lirih batin Lena dengan menatap hangat Tuan Dhanu.
Beberapa pelayan datang menghidangkan makanan mewah di atas meja. Lena mengedarkan pandangan ke seluruh meja makan yang besar dan memanjang. Tuan Mahendra yang duduk disampingnya sebelah kiri, Nyonya Merry disamping sebelah kanan Tuan Mahendra, lalu sebelahnya lagi Electra dan disamping gadis itu seorang laki-laki tampan yang dari tadi tak acuh dan makan dengan tenang tanpa bersuara.
Itu pasti Elmer, putera ketiga Tuan Mahendra, yang berarti adik bungsu Kaindra.
Menurut Davin, kedua putra Tuan Mahendra ini semuanya laki-laki yang dingin dan jarang bicara atau pun tersenyum.Sedangkan bangku di samping kanan Lena kosong dan mungkin ini adalah bangku untuk Kaindra.
Suasana meja makan didominasi suara denting sendok yang beradu dengan pelan dan lembut, juga percakapan riang antara Nyonya Merry dan Electra. Sedang Tuan Dhanu sesekali menimpali dengan tawa. Elmer hanya diam tak acuh dan tetap menyantap makanannya. Sedangkan Alena juga diam karena tidak tahu harus bicara apa.
Saat Lena ingin mengambil sayuran di piring, Elmer juga memajukan tangannya untuk mengambil sayur itu. Alhasil sendok mereka beradu tanpa sengaja.
Alena dan Elmer saling menatap. Sedetik kemudian, Elmer mengalihkan pandangannya dan urung mengambil sayuran. Begitupun dengan Lena. Tatapan dingin Elmer seperti menusuk dalam hatinya, yang membuat ia sedikit takut. Tidak ada senyum sama sekali dari lelaki muda itu. Ini baru Adiknya. Bagaimana dengan Kakaknya Kaindra? Lena tidak bisa membayangkan sosok Kakak iparnya meski sudah melihat fotonya.
"Selamat malam semuanya." Suara bariton seorang laki-laki terdengar dari arah belakang Lena membuatnya tersentak kaget.
"Putraku tersayang sudah pulang? Kemarilah cepat, duduk dan makan," ujar Nyonya Merry dengan riang."Aku sudah makan tadi di kantor, Mi," jawab lelaki itu dengan duduk disamping Lena.Jantung gadis itu berdegup kencang, tangannya gemetar dan berkeringat. Ia tidak berani menoleh pada lelaki disampingnya."Kamu sudah pulang," tanya lelaki itu datar dengan menatap tajam ke arah Lena, saat gadis itu menoleh padanya.Lena tertegun saat menyadari betapa tampan Kakak iparnya ini. Namun, mendadak Lena merasa ketakutan dengan tatapannya yang tajam dan dingin, seakan menelanjangi seluruh tubuh Lena."I-iya," jawabnya gugup.Kaindra tertawa garing kemudian beralih pada Ayahnya. Mereka membicarakan bisnis tanpa sedikitpun Kaindra peduli pada Lena yang duduk dengan gemetar dan gugup disampingnya.Makan malam itu sangat lama dan membosankan menurut Lena. Karena ia hanya diam mendengarkan, tidak tahu apa yang mereka semua b
"Ti-tidak." Lena tergagap dan mencoba membalas tatapannya. Namun, hatinya mencelos dan bergetar melihat manik mata Kai yang dingin dan dalam. Ia menundukkan kepala, lalu bersiap pergi untuk menghindar dari tatapan menusuk Kai.Namun, tiba-tiba Kai menarik lengan Lena kemudian mencengkeram rahang gadis itu dengan kuat.Lena tersentak dan merintih karena merasa terkejut juga sakit."Le-lepaskan. Sakit ....""Siapa kamu?!" Suara Kai yang tajam mendesis membuat bulu kuduk Alena meremang.Gadis itu ketakutan setengah mati, tapi ia tetap berusaha untuk tenang. "Aku istrimu, siapa lagi?" jawabnya dengan suara serak, seakan menantang.Kaindra tertawa sinis. Ia melepaskan cengkramannya kemudian membopong tubuh Lena dan melemparnya di ranjang dengan kasar. Lena terhempas. Ia menelan ludah saat melihat seringai mengerikan dari bibir tipis laki-laki itu."Siapa kamu!" Suara Kai bagaikan seorang algojo yan
Malam semakin pekat, hawa dingin mulai terasa menusuk. Hujan sudah mulai reda meski rintiknya masih bernyanyi sahdu di atas muka bumi.Alena masih meringkuk di pembaringan meski sedu sedannya telah berhenti dan akhirnya ketiduran karena lelah menangis.Kaindra memasuki kamar dan melihat gadis itu meringkuk masih dengan posisi saat ia tinggalkan tadi. Lelaki itu mendekatinya, menyibak sedikit rambut yang menutupi wajahnya.Keningnya berkerut karena wajah gadis yang tertidur ini sangat mirip dengan Vena, bahkan tanpa cela. Apa yang membuatnya mau berpura-pura menjadi istrinya, itu yang harus diketahui oleh Kai. Dan di mana Vena sesungguhnya berada, ia belum menemukan titik terang, meski sebenarnya ia tak peduli.'Apakah Vena sebenarnya memiliki kembaran? Tapi, dimana selama ini gadis itu berada? Jika benar, dia adalah kembaran Vena, kenapa Seno menyembunyikan nya selama ini?' lirih batin Kai sangat penasaran.Kai mengambil
Elmer tertawa datar, "dan kamu juga tahu, di rumah ini tidak akan pernah ada yang namanya mie instan, karena Mami melarangnya," sahutnya lagi dengan dingin.Lena tertegun lagi dan salah tingkah. Ternyata Davin tidak mengatakan tentang dilarangnya mie instan di rumah ini. Jika ia bersikap seperti ini, maka Elmer bisa curiga padanya. Mungkin lebih baik jika ia kembali ke kamar dan melupakan rasa laparnya."Tapi itu tidak berlaku untukku. Karena di kamarku banyak tersedia mie instan. Kamu bebas memakannya. Itupun ... jika kamu bersedia." Elmer menatap dalam manik mata Lena. Gadis itu gugup dan hanya terdiam tidak tahu harus menjawab apa."Well … terserah kalau kamu mau kelaparan juga kedinginan dengan tetap berdiri di sini." Kemudian Elmer beranjak pergi dari dapur. Sedangkan Lena merasa gamang harus mengikuti lelaki itu, atau kembali ke kamar dengan Kai yang tidur meringkuk di atas sofa.Seperti tidak ada pilihan lagi, akhirnya Lena men
Kaindra menggeliat dan menyipitkan mata saat sinar mentari masuk melalui celah tirai yang sedikit tersingkap. Ia mengusap mata dan berdecih lirih. Pandangannya beralih pada selimut yang menyelimuti tubuhnya. Ia merasa tadi malam sama sekali tidak membawa selimut. Kemudian ia beringsut duduk dan memandang ranjang yang sudah kosong dan rapi. Kemana gadis itu?Kai berdiri dan beranjak masuk untuk membersihkan diri ke kamar mandi. Saat keluar dan mengenakan jas-nya, gadis yang menyerupai istrinya itu tetap tak terlihat.Setelah rapi dan sempurna, ia turun ke bawah menuju meja makan. Di bawah hanya ada Elmer adiknya yang sedang menikmati roti panggang dan segelas orange jus.Kai duduk di depannya dan meminum segelas susu hangat. Mereka saling tak acuh dan tak peduli. Seperti ada jarak di antara mereka. Hingga lelaki itu menyelesaikan sarapannya, tidak juga ia melihat gadis itu."Reta, dimana Vena?" tanya Kai pada kepala pelayann
Laki-laki kekar dengan wajah garang itu mengangguk patuh."Baik, Tuan. Tapi Tuan muda Elmer selama ini masih baik-baik saja. Belum ada tanda-tanda darinya untuk melakukannya lagi.""Tapi kamu harus tetap waspada. Bisa sewaktu-waktu Elmer kambuh dan membahayakan orang lain. Anak itu …." Tuan Dhanu terdiam. Terlihat sekali wajah tuanya yang menampakkan kesedihan saat memikirkan putra bungsunya."Tuan tidak usah banyak berpikir. Saya yang akan membereskan semuanya, dengan tetap melindungi Tuan muda Elmer seperti biasanya." Jimmy mencoba menenangkan Tuannya."Semua salahku. Seandainya saat itu, aku tidak membawa Elmer kecil, mungkin ….""Semua sudah terjadi, Tuan. Dan Anda tidak bisa membalikkan keadaan. Yang perlu kita perhatikan saat ini adalah membuat Tuan Elmer tetap menjadi dirinya yang sekarang."Tuan Dhanu tersenyum hangat pada Jimmy. "Itu yang aku suka darimu. Pikiranmu terkadang melebihiku yang suda
Elmer menyeringai. "Aku suka gadis gigih seperti kamu. Tidak murahan seperti Kakakmu," ucapnya parau dengan terus mendekatinya dan menempatkan tubuh sispax nya tepat di atas Lena yang ketakutan."Aku mohon, Elmer ... jangan ganggu aku," lirih Lena dengan deraian air mata.Lelaki itu tertawa terbahak-bahak. "Tidak akan ada yang tahu, jika kita melakukan sesuatu, Kakak ipar palsuku. Tapi ... oke, jika itu permintaanmu. Kali ini, aku akan pergi. Tapi aku tidak akan berjanji untuk lain kali." Suaranya mendesis membuat bulu kuduk Lena kembali meremang.Elmer akan beranjak pergi, saat dia menoleh kembali pada gadis itu. "Vena tidak pernah menyukai bunga. Apa yang kamu lakukan di taman tadi adalah suatu kebodohan," desisnya lagi dengan wajah datar dan dingin, kemudian meninggalkan Lena yang duduk terpekur di atas ranjang dengan selimut tebal menutupi tubuhnya.Ia bernapas lega setelah Elmer keluar dari kamar itu. Diusapnya kasar air mata yang melel
Davin terpekur di atas ranjang. Ia berbaring dengan posisi miring dengan jemari tangannya menggambar sesuatu pada kain sprei. Terdengar sebuah nyanyian senandung dari bibirnya. Matanya basah dengan wajahnya sendu."Ma … mama … pulang, ma …," gumaman lirih terdengar dari isakannya.Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan muncul Seno. Davin tergagap dan langsung menghapus air matanya. Namun, terlambat. Sang Ayah terlanjur mengetahui tangis putranya."Bangun!" perintah Seno dengan wajah murka.Davin bangun dari posisinya, lalu berdiri di depan Ayahnya dengan gugup. Pemuda itu gemetar ketakutan."Sudah berapa kali papa bilang? Kamu laki-laki. Kenapa cengeng seperti perempuan?!" teriak Seno gusar.Davin hanya diam tak menjawab. Bahkan kepalanya menunduk karena takut. Kakinya terasa lemas, karena tahu, sang Papa akan berbuat kasar lagi padanya."Angkat dagumu!" perintah Seno, tapi Davin tetap diam me