Share

2. Rencana yang Gagal

"Valen, jangan terlalu kejam pada anakmu. Ayolah, kau tidak ingin anakmu dipermalukan bukan?" ucap Thomas Miller.

Dia sedang menelepon Valentino Araya, putra tirinya sekaligus ayah dari cucunya, Vesa Araya.

Hera Adnan yang duduk di dekat suaminya itu pun hanya bisa menatap suaminya dengan tatapan prihatin.

"Anakmu sudah sering dibuat malu. Apakah kau tidak kasihan? Biarkan kali ini saja dia membungkam mulut teman-temannya itu."

Valentino dari seberang sana berkata, "Tidak, Dad. Belum saatnya. Biarkan saja seperti ini dulu."

"Apa!? Kau-"

Thomas dengan kesal mematikan saluran panggilan itu.

"Dasar keras kepala. Bisa-bisanya dia tidak mau membantu putranya sendiri? Kenapa anakmu itu masih juga bersikeras tetap tidak ingin Vesa mendapatkan sesuatu apapun yang lebih baik? Apa gunanya-"

Suaranya terputus kala ponselnya berdering kembali. Nada ponselnya sengaja disetel dengan nada yang cukup tinggi karena Thomas Miller yang sudah mengalami gangguan pendengaran yang agak parah di usianya yang sudah menginjak delapan puluh tahun.

Sebenarnya kalau dipikir-pikir, Thomas masih beruntung karena meskipun usianya sudah renta, dia masih diberi kemampuan indranya yang lain dengan normal. Thomas juga tak pernah terserang sakit karena gaya hidupnya yang cukup sehat. Pria itu suka mengkonsumsi makanan sehat sejak masih muda dan juga suka berolahraga jadi tak heran jika di masa tuanya, dia masih terlihat sangat bugar.

"Kenapa tidak kau angkat?" tanya Hera heran.

"Biarkan saja, Sayang!" balas Thomas.

Hera yang paham dengan sifat suaminya itu lalu berkata, "Kau sama saja dengan Valen. Sama-sama keras kepala. Dan kau lagi, kau seharusnya tak menjanjikan apapun terhadap cucumu itu."

Thomas menghela napas.

"Aku hanya tidak ingin melihat Vesa dipermalukan lagi, Hera. Tidakkah kau mengerti? Anak itu sudah terlalu banyak mengalah. Sebagai kakeknya aku tidak rela dia berkali-kali harus diperlakukan secara tidak adil sementara ayahnya..."

"Sstt.. Sudahlah. Valentino tahu yang terbaik untuk putranya. Kita harus membantunya, Thomas. Ingat? Lebih baik kau jelaskan pada Vesa pelan-pelan. Dia pasti mengerti," ucap Hera bijak.

Thomas mengangguk sedih.

Mereka berdua tidak tahu jika saat itu, pemuda yang sedang mereka bicarakan itu mendengar perbincangan mereka. Vesa lalu naik ke lantai atas menuju kamarnya dengan pelan.

Dia duduk di tempat tidurnya dan meraih ponselnya. Dia melihat photo dirinya bersama dengan ayahnya yang dia ambil tahun lalu. Dia menjadikan photo itu sebagai wallpaper ponselnya.

"Ayah, sebenarnya apa alasan ayah melakukan semua ini? Apakah hidup ayah begitu menyedihkan di sana? Kalau memang begitu kenapa ayah tidak tinggal di sini bersama kami? Kenapa ayah malah tinggal sana? Atau jangan-jangan ayah sudah punya istri baru? Ayah, kenapa kau membuatku bingung?" Vesa bergumam sendirian sambil masih menatap photo itu.

Dia sebenarnya pernah mengira hidup ayahnya yang tidak baik di negara itu tapi mengingat ayahnya selalu datang setiap satu tahun sekali rasanya itu tidak mungkin. Tiket penerbangan pesawat London-Jakarta itu tidak murah. Jadi rasanya mustahil ayahnya itu hidup miskin.

Vesa tak akan menemukan jawaban-jawaban itu kalau dia diam saja. Dia harus tahu. Tiba-tiba saja dia membuka lacinya dan melihat sebuah amplop besar yang berisi paspor kebangsaan Inggris.

Di kunjungan terakhirnya, Valentino mengajak putranya itu untuk mengurus paspor dan awalnya Vesa sudah kegirangan karena mengira akan diajak ke Indonesia tapi nyatanya itu hanya harapannya saja yang terlalu tinggi.

"Aku punya paspor. Jadi tinggal visa dan tiket pesawat," ucap Vesa pelan.

Dia telah memutuskan. Dia akan menemui sang ayah walupun tanpa izinnya.

***

Vesa dengan canggung memarkir mobil butut yang dipakainya ke pesta yang diselenggarakan oleh Derrick White, salah satu teman kuliahnya.

Dia tidak malu tentu saja. Dia hanya tidak ingin mobil tua kakeknya itu dihina oleh teman-temannya.

Benar dugaannya. Suara tawa memenuhi area parkir gedung mewah itu. Teman-temannya menertawakan dirinya termasuk sang pemilik acara.

"Astaga, Vesa. Kau benar-benar membawa mobil butut ini. Ya Tuhan. Aku tidak tahu kalau kau ternyata begitu percaya diri. Tapi kau keren," ujar Jessica, gadis cantik berkulit putih dengan mata biru dan rambut pirangnya. Dia mencibir Vesa.

Vesa mengabaikan ucapan gadis itu. Dia dengan tenang keluar dari mobilnya dan berjalan dengan santai menuju area tempat acara.

"Ah, Vesa. Terima kasih telah menyempatkan diri datang ke acaraku," ucap Derrick dan dia juga tersenyum pada Vesa yang tentu saja senyum palsu.

Vesa hanya mengangguk. Saat Vesa akan melangkah ke dalam gedung tiba-tiba seorang wanita cantik lainnya, Alea Green menghadangnya.

Vesa terkejut dan hanya menatap bodoh pada gadis yang telah lama ditaksirnya itu. Alea memiliki postur tubuh yang layaknya gitar spanyol serta memiliki wajah cantik alami. Banyak pria yang rela bertekuk lutut pada Alea karena kecantikan bak dewinya itu. Tak terkecuali Vesa yang saat ini memandangnya tanpa berkedip.

Cantik sekali, Vesa membatin.

"Kenapa kau berani membawa benda rongsokan itu ke sini? Apakah kau tidak malu?" cibir Alea.

"Memangnya ada masalah?"

"Tentu saja. Mobilmu merusak pemandangan area parkir. Kau coba lihat!" Alea memutar tubuh Vesa untuk menghadap area parkir dan benar saja apa yang dibilang oleh Alea.

Di sana banyak mobil mewah dan mengkilat berjejer dengan rapi. Mobil bututnya yang berwarna merah marun itu memang terlihat sangat mencolok sekali.

"Mataku jadi sakit melihatnya," ujar Alea lagi.

Derrick dan semua teman-temannya di sana tertawa mendengarnya.

Vesa tahu sejak dulu gadis itu memang suka sekali berkata dengan pedas, ucapannya selalu membuat telinganya sakit. Namun entah kenapa, dia masih saja menyukai Alea.

Vesa masih terdiam jadi Alea yang tak sabar itu berkata lagi, "Vesa, tidakkah lebih baik kau bawa mobilmu pulang saja?"

Vesa lalu menoleh. Dia tidak sakit hati. Dia malah tersenyum dan dengan santai menjawab, "Well, kalau mata kamu sakit karena melihat mobil bututku, kenapa kau tidak tutup mata saja?"

Alea membelakakan matanya karena terlalu terkejut atas ucapan Vesa yang menurutnya kurang ajar itu.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Asni Puri
Sungguh kejam.
goodnovel comment avatar
Herman
sombong amat,,,,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status