"Hentikan, Sebastian!" teriak Derrick yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Sebastian.
"Kenapa aku harus berhenti?" ucap Sebastian. Dia tidak melonggarkan cengkeraman tangannya pada leher Vesa.
"Lepaskan dia atau aku ..."
Suara Derrick dipenuhi dengan tekanan yang terdengar seperti sebuah ancaman. Sayangnya, Sebastian tidak mendengarkan dan malah semakin mencekik leher Vesa.
Vesa berusaha melepaskan dirinya tapi tentu saja gagal, Sebastian mencengkeramnya begitu kuat hingga pria muda itu kesulitan untuk bernapas.
Alea yang menyaksikan itu tiba-tiba saja merinding. Dia memang membenci Vesa tapi dia tak ingin Vesa mati.
"Sebastian Wright, lepaskan dia!" teriak Derrick.
Sebastian masih mengacuhkannya. Derrick melihat wajah Vesa yang memerah, Derrick lalu menarik jaket Hoodie yang dikenakan Sebastian berbarengan dengan Alea yang ternyata mendorong Sebastian.
Sebastian terjatuh dengan agak keras akibat dorongan itu. Alea terkejut dengan tindakannya sendiri. Sedangkan Sebastian menatapnya tak percaya.
Derrick membantu Vesa yang sangat lemas akibat hampir kehabisan napas itu.
Sebastian berdiri dan menatap aneh ke arah Alea, "Apa yang sudah kau lakukan? Kau membelanya?"
Alea merasa linglung, "Aku .."
"Kenapa? Jangan bilang kalau kau ternyata menyukainya. Benar begitu, Alea? Jangan-jangan selama ini kau hanya berpura-pura saja tidak menyukainya. Alea, jawab!" ucap Sebastian setengah berteriak.
Alea tetap membisu. Derrick yang sudah melihat Vesa baik-baik saja itu berkata, "Memang kenapa kalau Alea menyukai Vesa? Apa yang salah? Lagi pula apa urusannya denganmu, Sebastian?"
Sebastian memandang sahabatnya itu dengan tatapan kesal. "Kau juga, Derrick. Kenapa kau malah membelanya? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kau dan Alea berubah?"
Derrick hanya menatapnya lelah. Dia tak ingin berdebat. Dia lalu berjalan menuju bangkunya sendiri dan berniat duduk tapi Sebastian kemudian malah menjegalnya.
"Sialan. Apa maksudmu, hah?" bentak Derrick yang baru saja terjerembab.
Sebastian malah tersenyum mengejek.
"Aku sudah bosan harus bersikap lunak padamu, brengsek. Kau? Benar-benar orang yang menyedihkan, Derrick. Kalau kau bukan anak dari keluarga White, mana sudi aku menjadi temanmu. Dasar pecundang. Aku sudah muak melihat wajah sombongmu itu," ucap Sebastian dan dia menendang tas Derrick.
Derrick tentu saja terkejut melihatnya. Dia tak pernah mengira sekalipun jika ternyata orang yang telah berteman dengannya sejak mereka masih anak-anak itu tak pernah benar-benar tulus berteman dengannya.
Vesa melihat wajah kecewa Derrick. Dia lalu berjalan mengambil tas Derrick yang ditendang oleh Sebastian itu.
Sebastian berteriak, "Mau apa kau, sialan?"
Vesa tak menanggapi dan dia hanya memberikan tas milik Derrick itu pada sang empunya tas.
Sebastian geram melihat kedua orang yang terlihat saling membela itu. Dengan kesal dia kemudian meninju perut Vesa tapi dengan gesit Vesa berhasil menghindar dan kemudian mendorong Sebastian hingga pria itu membentur meja.
Alea membekap mulutnya sendiri menggunakan kedua tangannya. Selama ini Vesa tak pernah membalas siapapun yang menghinanya. Dia hanya diam dan mengabaikan mereka. Namun, kali ini dia melawan dan terlihat tak takut sama sekali.
Vesa lalu menarik leher Sebastian dan ganti mengunci tangan pemuda itu hingga Sebastian tak bisa bergerak.
"Lepaskan aku. Berani sekali kau. Apa kau sudah siap kehilangan nyawamu, hah?" ucap Sebastian marah.
Vesa malah semakin memelintir tangan Sebastian yang kemudian berteriak kesakitan itu.
"Brengsek. Tamatlah riwayatmu nanti, Vesa."
"Apa tidak kebalik? Kaulah yang bisa tamat sekarang. Apa kau tidak sadar jika saat ini kau tidak bisa lepas dariku? Kalau aku mau, dengan mudah aku bisa mematahkan tanganmu ini," ucap Vesa dengan tenangnya.
Vesa kembali memelintir tangan kanan Sebastian.
"Hentikan, sialan." Keringat dingin Sebastian sudah mengalir dengan deras. Tangannya sudah sangat sakit. Dia hampir tak kuat menahan rasa sakitnya. Wajahnya pun sudah memucat.
"Kenapa aku harus menghentikannya? Atau mau ku patahkan saja kakimu? Bagaimana? Tadi kau menendang tas Derrick kan? Baiklah, sekarang giliran kakimu."
Sebastian melotot kaget. Dia lalu berteriak, "Oke. Oke. Aku. Aku tak akan melakukannya lagi."
"Melakukan apa? Bicara yang jelas, Sebastian Wright!" ucap Vesa dingin.
"Aku tak akan mengganggumu lagi." Sebastian mengucapkan itu dengan sangat terpaksa. Dia tak mau kehilangan kaki dan tangannya sekarang. Tak masalah kali ini dia mengaku kalah saat ini.
Vesa tentu tak percaya pada perkataan Sebastian yang sejak lama sekali membully dirinya tapi untuk sekarang, dia tak ingin memperpanjang masalah itu jadi dia melepaskan teman sekelasnya itu.
Sebastian cukup malu atas perlakuan Vesa itu dan diam-diam dia berjanji jika dia akan membalas perbuatan Vesa itu nanti.
Derrick White yang sedari tadi tak melepaskan pandangannya dari kejadian di depan matanya itu hanya bisa ternganga. Dia terlalu terkejut melihat sisi lain Vesa. Vesa yang dulu seolah-olah menjadi seorang pencundang, saat ini terlihat sangat berbeda.
"Vesa, apa kau baik-baik saja?" tanya Derrick dengan tatapan bingungnya.
Vesa telah melepaskan Sebastian dan pria itu sudah menghilang dari hadapan mereka. Saat ini beberapa teman sekelas Vesa memandang dirinya dengan tatapan aneh yang tidak Vesa mengerti. Vesa memutar tubuhnya menghadap Derrick. Dia mengembuskan napasnya pelan. Habislah sekarang dia. Dia baru saja ingin memberi kesan baik pada Derrick dengan melawan Sebastian tapi sepertinya yang terjadi adalah sebaliknya. Dia telah memberi kesan buruk pada Derrick dan juga teman-temannya tentang dirinya yang lepas kontrol. "Aku tidak apa-apa," jawab Vesa. Pria itu sedikit menunduk. Dia rasa dia akan kehilangan teman yang bahkan belum benar-benar resmi menjadi temannya itu. "Baguslah kalau begitu. Mau ke kantin saja dulu? Kau sepertinya butuh minum," ajak Derrick. "Hah!?" Vesa mengangkat kepalanya kaget. Eh, dia tidak salah dengar kan? Derrick White mengajaknya ke kantin? pikir Vesa bingung. "Kenapa masih diam saja? Ayo, ke kantin dulu!" ajak Derrick lagi.
Ujian akhir semester telah berakhir, sudah saatnya Vesa melakukan rencana yang sudah dia susun sejak lama. Dia sudah lama menanti-nanti hari ini. Dia akan segera mencari pekerjaan guna mendapatkan uang untuk biaya perjalanannya ke Indonesia.Setahu Vesa, di masa liburan banyak toko yang membuka lowongan pekerjaan part time atau sementara. Dia tahu tak mudah mendapat pekerjaan dengan ijazah sekolah menengah tapi dia tetap akan mencobanya.Pria muda itu melangkahkan kakinya dengan riang keluar gedung kampusnya.Vesa sendirian kali ini. Derrick White yang telah menjadi sahabat baiknya hampir satu bulan lamanya itu pulang terlebih dulu. Derrick diajak ayahnya untuk menjenguk sanak saudaranya yang sedang dirawat di Fulham.Vesa berjalan sambil bermain ponselnya menuju halte bis yang tak jauh dari kampus. Akan tetapi sepertinya hari ini adalah hari yang sial baginya karena tiba-tiba saja, saat dia hendak menyeberang, dirinya ditarik oleh dua orang yang tak dike
Vesa Araya benar-benar mengirim dua makhluk tidak berguna itu pada bos yang telah menyuruh mereka.Mereka dengan tangan gemetar membunyikan bel rumah keluarga Wright dan langsung saja mendapatkan jawaban dari satpam yang bertugas menjaga rumah itu."Selamat pagi, saya ingin mengantar paket untuk Tuan Muda Wright," ucap si pirang yang berbicara dengan gugup."Oh, baiklah. Sebentar, akan saya bukakan," ucap satpam itu."Maaf, tapi harus Tuan Muda Wright sendiri yang mengambil paket ini," sambung si rambut hitam yang sudah berkeringat dingin. Dia sesekali menengok ke arah belakang dan langsung saja mengumpat dalam hati karena pria miskin itu ternyata masih berdiri di dekat sana sambil mengawasi mereka dengan tatapan dinginnya."Tunggu sebentar! Paket ini dari siapa?" tanya satpam itu curiga dan dia tetap belum membukakan pintu untuk orang-orang yang mengantar paket itu."Oh, ini dari Tuan White, maksud saya Tuan Muda White, sahabat Tuan Muda Wr
Vesa Araya sedang menatap bengong pada Derrick White yang tengah tersenyum tanpa merasa bersalah kepadanya."Derrick, sudah kukatakan ini bukan liburan. Kenapa kau malah mengajak orang-orang?" ucap Vesa sedikit sebal."Aku tidak mengajak orang-orang. Aku hanya mengajak dua teman baikku. Ini Lucas dan yang ini Lay, mereka kembar," ucap Derrick yang lagi-lagi menampilkan wajah tanpa dosanya saat memperkenalkan mereka.Vesa memutar bolanya malas. Tentu saja dia langsung tahu kedua teman Derrick itu kembar. Bagaimana tidak jika keduanya sangat mirip sekali bagai pinang dibelah dua. Mereka juga memakai pakaian yang sama persis bahkan warnanya sama. Aksesoris juga sama, ditambah lagi koper mereka juga sama.Vesa heran sekali, kenapa ada dua orang manusia dewasa yang masih mau berdandan dengan mirip begitu? Oh, ayolah. Mereka memang kembar, tapi apakah perlu harus memakai pakaian yang sama seperti itu?Yah memang anak kembar selalu lucu di mata Vesa, tapi
"Kapan kau pensiun, Ruslan?" tanya Valentino."Saya tidak akan pernah pensiun. Apa Anda tidak bosan menanyakan hal itu ribuan kali?" tanya Ruslan balik.Valentino menghela napasnya.Ruslan hanya diam berdiri di belakang Tuan Mudanya yang telah dia layani selama lebih dari dua puluh lima tahun itu."Aku hanya ingin kau istirahat, Ruslan. Kau sudah tidak muda lagi. Kau butuh waktu untuk dirimu sendiri," ucap Valentino belum ingin menyerah."Usia saya memang sudah hampir enam puluh tahun tapi kemampuan saya tak menurun, Tuan Muda. Anda juga pasti tahu akan hal itu," ujar Ruslan keras kepala."Kau... Hah, kapan kau berhenti mengkhawatirkan aku? Banyak bodyguard lain yang bisa melindungi aku. Kau tak boleh memaksakan dirimu lagi. Kau sudah terlalu melakukan hal banyak untukku," ucap Valentino. Wajahnya terlihat sedih."Tuan Muda, sudah saya katakan jika saya tidak akan pernah pensiun. Saya akan menjaga Tuan Muda sampai saya mati. Saya suda
Pada akhirnya Derrick memesan satu kamar ukuran besar dengan dua tempat tidur. Dia dengan puas memotretnya dan mengirimkannya pada ayahnya.Ah, akhirnya Vesa paham. Kenapa dia tak berpikir lebih banyak? Tentu saja, seorang Derrick White tidak akan mungkin mau menempati hotel murah. Karena itu pasti membuat harga diri temannya itu jatuh. Lagi pula, menginap di hotel berbintang tujuh selama berbulan-bulan juga, uang keluarga White tidak akan habis.Derrick tak berhenti memotret setiap bagian kamar itu dan kemudian berkata, "Ayo, bersama-sama!"Vesa memutar bola matanya malas. Dia juga baru ingat, Derrick suka sekali memamerkan apapun ke dalam media sosial pribadinya."Vesa, ayolah. Jangan tak bersemangat begitu!" Derrick menarik tangan Vesa yang hanya bisa pasrah. Dia berpikir tak ada salahnya membuat Derrick senang, toh dia bisa sampai ke Indonesia juga berkat sahabatnya itu."Di sini sangat bagus. Pencahayaan yang sangat pas, Derrick." Lucas berdir
Derrick White begitu penasaran hingga tak bisa tidur karena memikirkan ayah Vesa yang belum bisa mereka temukan keberadaannya.Rasanya ada sesuatu yang salah di sini. Tidak mungkin seseorang tidak bisa ditemukan di zaman modern seperti ini. Semuanya semakin maju, seharusnya lebih mudah untuk menemukan orang."Apa iya dia tak ada di internet?" gumam Derrick sendirian.Teman-temannya sudah terlelap dan mendengkur semuanya. Dia mulai jengkel saat ketiga orang yang tidur seperti orang mati itu semakin berisik dengan dengkurannya.Dengan sangat terpaksa, pemuda yang saat ini mengenakan celana pendek selutut itu bangkir dari tempat tidurnya. Dia memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan berjalan-jalan sendirian.Sesungguhnya Derrick tak nyaman harus sendirian di tempat asing, tapi karena rasa bosan telah hampir membuatnya ingin terjun dari lantai atas itu, dia memilih untuk membuang rasa tidak nyamannya itu.Dia berjalan menelusuri lorong di hotel
"Maaf, Anda harus tanda tangan terlebih dulu jika ingin meminjam majalah itu," ucap pegawai perpustakaan itu.Derrick terbengong-bengong. Dia melirik ke tangan kanannya yang saat ini memang sedang memegang majalah bisnis itu. Dia pun tersenyum penuh maaf dan akhirnya mengikuti pegawai itu dan mengisi daftar pinjam serta membubuhkan tanda tangan."Apakah sudah?" tanya Derrick yang sudah tak sabar ingin berlari ke kamar tempatnya menginap."Sudah. Anda harus mengembalikannya sebelum Anda check out," ucap petugas kaku itu dan Derrick dengan cepat mengangguk."Terima kasih," ucap pemuda itu.Dia langsung melesat begitu saja usai mengucapkan selamat tinggal pada petugas yang hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah pemuda yang menurutnya sangat aneh itu.Derrick dengan tidak sabar memencet tombol lift sambil sesekali melirik lagi majalah yang dipegang kuat-kuat seolah-olah majalah itu adalah majalah yang sangat berharga untuknya."Ah,