Share

8. Dijebak

Ujian akhir semester telah berakhir, sudah saatnya Vesa melakukan rencana yang sudah dia susun sejak lama. Dia sudah lama menanti-nanti hari ini. Dia akan segera mencari pekerjaan guna mendapatkan uang untuk biaya perjalanannya ke Indonesia.

Setahu Vesa, di masa liburan banyak toko yang membuka lowongan pekerjaan part time atau sementara. Dia tahu tak mudah mendapat pekerjaan dengan ijazah sekolah menengah tapi dia tetap akan mencobanya.

Pria muda itu melangkahkan kakinya dengan riang keluar gedung kampusnya.

Vesa sendirian kali ini. Derrick White yang telah menjadi sahabat baiknya hampir satu bulan lamanya itu pulang terlebih dulu. Derrick diajak ayahnya untuk menjenguk sanak saudaranya yang sedang dirawat di Fulham.

Vesa berjalan sambil bermain ponselnya menuju halte bis yang tak jauh dari kampus. Akan tetapi sepertinya hari ini adalah hari yang sial baginya karena tiba-tiba saja, saat dia hendak menyeberang, dirinya ditarik oleh dua orang yang tak dikenalnya. Salah seorang di antara mereka membungkam mulutnya dan menyeretnya dengan paksa ke sebuah gang sepi.

Vesa didorong hingga tubuhnya membentur tembok. Pria muda itu meringis kesakitan tapi mencoba tenang.

"Siapa kalian? Apa mau kalian?" tanya Vesa.

Pria muda itu menatap tajam kedua orang tak dikenal itu.

Salah seorang dari mereka tertawa. Dia menatap remeh Vesa.

"Selalu begitu. Pertanyaan yang bodoh," ucap pria yang berambut pirang.

Keduanya berpenampilan seperti preman yang biasanya sering membuat onar. Tubuh keduanya besar dan mereka hanya memakai kaos hitam serta ikat kepala bewarna hitam. Vesa tebak usia mereka tak jauh dari dirinya atau mungkin memang sepantaran dengannya.

Si pirang itu kemudian melemparkan sebuah kotak kecil berbungkus hitam pada kepala Vesa dan tertawa.

Vesa yang tak mengerti apa maksud dari dua preman itu pun hanya melirik sekilas kotak itu. Kepalanya memang agak sakit tapi dia tak sempat memikirkan rasa sakit yang tak seberapa itu. Dia harus segera kabur dari sana sebelum dua orang itu melakukan hal lain kepadanya.

"Tamat riwayatmu sekarang, bodoh!"

Si preman berambut hitam itu tertawa setelah bermain dengan ponselnya sebentar, entah apa yang dia lakukan, Vesa masih belum mengerti.

"Sebentar lagi polisi akan segera datang. Bersiaplah mendekam di penjara, oke?" Si pirang yang berbicara dengan nada puasnya.

Vesa mengerutkan dahinya bingung. Polisi akan datang? Bukankah kalau polisi datang, mereka yang rugi? Mereka yang telah menyeretnya ke tempat ini dan merekalah yang akan dihukum karena tindakan mereka itu termasuk penculikan bukan? Lalu kenapa dirinya yang malah akan dipenjara?

Sungguh aneh, pikir Vesa.

Si pirang mendekat lagi dan mengambil kotak yang tadi dilempar ke arah Vesa. Dia menarik Vesa tapi Vesa dengan sigap menghindarinya.

Si pirang berdecak kesal, "Ed, pegang dia!"

Si pria rambut hitam itu maju dan menahan kedua tangan Vesa agar tak bisa bergerak. Untuk sesaat, Vesa berpikir jika dia akan dihajar oleh dua preman itu. Namun, tebakannya salah. Dua preman itu tak melakukan apapun padanya. Si pirang hanya memasukkan kotak dengan bungkus hitam itu ke dalam tasnya.

"Apa yang kalian masukan?"

"Bukan apa-apa," jawab si pirang dan dia menyeringai.

"Lepaskan aku!" ucap Vesa tapi tubuhnya dipegang kedua preman itu sehingga sulit baginya untuk melepaskan diri. Ukuran tubuhnya yang jauh lebih ramping dari mereka membuatnya agak susah untuk melawan.

"Tenanglah, kami tak akan berbuat macam-macam. Jadi diamlah dulu sampai polisi itu datang," ucap si rambut hitam.

Vesa semakin curiga. Dia yakin kotak hitam itu pasti berisi benda terlarang.

Ah, sial. Vesa mengumpat dalam hati.

Vesa tak mencoba melepaskan diri lagi. Dia diam.

"Nah, bagus. Begitu." Si rambut hitam tertawa.

"Kalau kau menurut begini kan aku tak perlu repot-repot menahanmu," ucap si pirang.

Si pirang mulai lengah.

Bagus, batin Vesa.

Vesa langsung menendang lutut si pirang dan meninju si hitam dengan gerakan yang sangat cepat.

Kedua preman itu menggeram marah.

"Sial, kau mau mati?" ucap si pirang.

Vesa menggunakan kesempatan itu untuk lari sambil mengeluarkan kotak hitam itu dari tasnya.

Dia langsung melempar kotak itu ke arah belakangnya. Dua preman itu sedang mengejarnya.

Vesa tak menghiraukan tatapan orang-orang yang melihat ke arah mereka.

Vesa berbelok ke sebuah gang sempit lainnya dan bersembunyi. Dia sengaja menunggu dua preman itu.

Begitu mereka berbelok, Vesa langsung menendang dua orang itu. Dia meninju habis-habisan keduanya hingga dua preman itu kewalahan.

Mereka sama sekali tak menduga jika pria bodoh yang mereka kira lemah itu ternyata bisa berkelahi.

"Hentikan!" pinta si pirang yang wajahnya sudah babak belur.

Si hitam sudah tak sadarkan diri.

"Siapa yang menyuruh kalian?" Vesa tentu tak ingin begitu saja membiarkan dua cecunguk itu pergi tanpa dia tahu orang yang telah menyuruh mereka.

Si pirang diam saja. Dia tak mungkin memberitahu Vesa karena dia bisa mati.

"Katakan siapa yang menyuruhmu, keparat!" teriak Vesa dan dia menjambak rambut si pirang itu.

Si pirang yang tak ingin mati sekarang akhirnya menjawab, "Sebastian. Sebastian Wright."

Vesa melepaskan si pirang dan berdiri. Pria itu sudah menduga jika Sebastian masih menaruh dendam kepadanya.

"Oh, jadi begini caramu, Sebastian Wright. Oke, kita lihat saja siapa yang akan masuk penjara."

Vesa lalu menoleh pada si pirang dan si pirang langsung beringsut mundur ketakutan.

"Jangan takut! Aku akan melepaskanmu dan temanmu itu. Tapi sebelumnya kau harus melakukan sesuatu dulu untukku," ucap Vesa.

Wajah si pirang memucat dengan sempurna. Dia punya firasat buruk apalagi pria yang tak terduga itu menyeringai lebar setelah mengatakannya. Dia curiga jika pemuda aneh itu memiliki dua kepribadian.

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Herman
mahal bangat bah,boleh engak kasi diskaun bah soalx LG seru ni
goodnovel comment avatar
Budi Gunawan
bagus ceritanya, dan menarik, tidak bosan
goodnovel comment avatar
Rusdiono
nikmati pelan²
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status