Share

Dan Akhirnya Istriku Diam
Dan Akhirnya Istriku Diam
Author: Dewi Mega

Bagian 1

KETIKA ISTRIKU BERUBAH

 

Alan meletakkan handuk yang baru saja dipakainya dengan sembarang, tapi Rima hanya diam seraya mengambil handuk itu. Tak seperti biasanya yang mengoceh panjang seperti kereta api.

 

"Aku tidak akan sarapan di rumah," ucap Alan. Rima hanya mengangguk tanpa sepatah kata. 

 

Lagi ... Alan termangu. Biasanya satu kata itu berhasil menciptakan sebuah drama panjang dengan tangisan.

 

"Kenapa gak mau makan? Masakanku gak enak? Iya aku memang tak pintar masak, aku gak becus jadi istri," celoteh Rima panjang sambil berkaca-kaca yang pada akhirnya Alan pun mencicipi makanannya.

 

Tapi kali ini, Rima diam. Istri yang ia nikahi selama tiga tahun itu melenggang keluar kamar sendirian dan menikmati nasi gorengnya yang asin pun sendirian. Alan memperhatikan dari jauh, tapi tak berani bertanya apa pun.

 

Sudah seminggu ini Alan tak mendengar keluh manjanya, bahkan ia tak lagi mendapat laporan dari sang ibu tentang aduan Rima atas sikap dinginnya. Rumah ini seketika hening. Ia begitu berbeda, seperti dua orang yang asing.

 

"Kamu kenapa?"

 

"Aku Baik."

 

"Bukan itu, sikapmu kenapa? Kenapa aneh?"

 

"Tidak ada yang aneh," ucap Rima sambil menyantap nasi gorengnya.

 

Alan menghela napas panjang. "Aku tidak akan pulang malam ini."

 

Rima menganggguk tak peduli. 

 

Alan berdecit. Bukan seperti seharusnya, biasanya Rima akan merengek tak ingin ditinggalkan, membuat dirinya kesal dan marah dengan sikap kekanakan istrinya itu. Diamnya Rima saat ini harusnya membuat ia senang, tapi kenapa Alan semakin kesal.

 

"Ini uang untukmu, kamu bisa menghabiskan waktu untuk mengusir bosan."

 

Rima melihat amplop cokelat itu, pasti isinya seperti biasa, tebal.

 

"Simpan saja, uang darimu masih ada," ucap Rima.

 

"Aku memberimu uang seminggu yang lalu, Rima!"

 

"Iya! Dan itu masih ada."

 

Alan menatap tak percaya, sama sekali heran dengan perubahan drastis dari istri manjanya itu. Istri yang selalu menyebalkan di matanya, istri yang luar biasa boros, istri yang selalu memandang sesuatu dengan uang, istri yang bisa menghabiskan puluhan juta untuk perawatan tubuh, istri yang tidak ingin tersaingi oleh orang lain. Istri yang berhasil menumbuhkan rasa benci di hati Alan selama tiga tahun ini

 

 "Ambil saja uangnya," ucap Rima seraya beranjak dan membawa piring kotor ke tempat cucian, kemudian setelah itu membersihkannya. Membuat Alan kembali terperangah, sebelumnya Rima tak pernah memegang semua urusan rumah, Alan menyediakan asisten rumah tangga lebih dari satu di rumahnya.

 

Merasa geram dengan sikap Rima, Alan mendekat dan menarik tangannya sampai piring yang ia pegang jatuh ke lantai. Tapi wajah Rima masih datar tanpa melihat me arah Alan.

 

"Kamu kenapa? Kamu sedang meledekku?"

 

Rima diam.

 

"Ini bukan kamu! Ngomong jangan kaya gini! Ada apa?"

 

"Aku tidak apa-apa, Mas," jawabnya dengan memalingkan wajah. Cengkraman tangan Alan di tangannya membuat Rima meringis.

 

Biasanya Rima akan bergelayut manja ketika menghadapi sikap dingin dan marah Alan, tapi kali ini ia hanya diam, membuat Alan semakin marah, kesal dan akhirnya pergi meninggalkan Rima begitu saja.

 

Piring yang berserakan pun dibersihkan oleh ART, sementara ia naik ke atas dan masuk ke kamar, ia duduk menghadap jendela, menatap taman yang indah dari lantai dua. Tak terasa air matanya luruh.

 

Ia pikir, Alan mencintai dan mensyukuri keadaan dirinya, tiga tahun merasa paling memiliki suaminya, tiga tahun menjadikan Alan ada dalam jari telunjuknya, ia begitu dimanjakan, ini menjadi kebanggaan luar biasa bagi Rima untuk ditunjukkan pada teman-temannya.

 

Tapi ... satu Minggu yang lalu ia baru tahu, bila Alan tak pernah sedikitpun mencintainya. Dengan mesra dan penuh kelembutan, ia sampaikan rasa sayang pada Gayatri, sahabatnya sendiri, wanita baik dan sederhana.

 

"Aku mencintai kesederhanaanmu, Gayatri. Aku mencintai lembut mu, aku mencintai caramu bersikap. Sungguh aku sangat mencintaimu, sebuah perasaan yang tidak pernah aku dapatkan dari Rima. Aku masih bersedia, menyediakan diri untuk mencintaimu, tetaplah menetap di hatiku Gayatri sayang. Menatapmu adalah sebuah keteduhan."

 

Pesan itu Rima baca dengan hati yang sesak, namun ia tak bisa marah pada sahabatnya Gayatri. Wanita itu tak secantik dirinya, tapi merebut seluruh dunia Alan sementara dunianya sendiri hancur.

 

Lanjut?KETIKA ISTRIKU BERUBAH

 

Alan meletakkan handuk yang baru saja dipakainya dengan sembarang, tapi Rima hanya diam seraya mengambil handuk itu. Tak seperti biasanya yang mengoceh panjang seperti kereta api.

 

"Aku tidak akan sarapan di rumah," ucap Alan. Rima hanya mengangguk tanpa sepatah kata. 

 

Lagi ... Alan termangu. Biasanya satu kata itu berhasil menciptakan sebuah drama panjang dengan tangisan.

 

"Kenapa gak mau makan? Masakanku gak enak? Iya aku memang tak pintar masak, aku gak becus jadi istri," celoteh Rima panjang sambil berkaca-kaca yang pada akhirnya Alan pun mencicipi makanannya.

 

Tapi kali ini, Rima diam. Istri yang ia nikahi selama tiga tahun itu melenggang keluar kamar sendirian dan menikmati nasi gorengnya yang asin pun sendirian. Alan memperhatikan dari jauh, tapi tak berani bertanya apa pun.

 

Sudah seminggu ini Alan tak mendengar keluh manjanya, bahkan ia tak lagi mendapat laporan dari sang ibu tentang aduan Rima atas sikap dinginnya. Rumah ini seketika hening. Ia begitu berbeda, seperti dua orang yang asing.

 

"Kamu kenapa?"

 

"Aku Baik."

 

"Bukan itu, sikapmu kenapa? Kenapa aneh?"

 

"Tidak ada yang aneh," ucap Rima sambil menyantap nasi gorengnya.

 

Alan menghela napas panjang. "Aku tidak akan pulang malam ini."

 

Rima menganggguk tak peduli. 

 

Alan berdecit. Bukan seperti seharusnya, biasanya Rima akan merengek tak ingin ditinggalkan, membuat dirinya kesal dan marah dengan sikap kekanakan istrinya itu. Diamnya Rima saat ini harusnya membuat ia senang, tapi kenapa Alan semakin kesal.

 

"Ini uang untukmu, kamu bisa menghabiskan waktu untuk mengusir bosan."

 

Rima melihat amplop cokelat itu, pasti isinya seperti biasa, tebal.

 

"Simpan saja, uang darimu masih ada," ucap Rima.

 

"Aku memberimu uang seminggu yang lalu, Rima!"

 

"Iya! Dan itu masih ada."

 

Alan menatap tak percaya, sama sekali heran dengan perubahan drastis dari istri manjanya itu. Istri yang selalu menyebalkan di matanya, istri yang luar biasa boros, istri yang selalu memandang sesuatu dengan uang, istri yang bisa menghabiskan puluhan juta untuk perawatan tubuh, istri yang tidak ingin tersaingi oleh orang lain. Istri yang berhasil menumbuhkan rasa benci di hati Alan selama tiga tahun ini

 

 "Ambil saja uangnya," ucap Rima seraya beranjak dan membawa piring kotor ke tempat cucian, kemudian setelah itu membersihkannya. Membuat Alan kembali terperangah, sebelumnya Rima tak pernah memegang semua urusan rumah, Alan menyediakan asisten rumah tangga lebih dari satu di rumahnya.

 

Merasa geram dengan sikap Rima, Alan mendekat dan menarik tangannya sampai piring yang ia pegang jatuh ke lantai. Tapi wajah Rima masih datar tanpa melihat me arah Alan.

 

"Kamu kenapa? Kamu sedang meledekku?"

 

Rima diam.

 

"Ini bukan kamu! Ngomong jangan kaya gini! Ada apa?"

 

"Aku tidak apa-apa, Mas," jawabnya dengan memalingkan wajah. Cengkraman tangan Alan di tangannya membuat Rima meringis.

 

Biasanya Rima akan bergelayut manja ketika menghadapi sikap dingin dan marah Alan, tapi kali ini ia hanya diam, membuat Alan semakin marah, kesal dan akhirnya pergi meninggalkan Rima begitu saja.

 

Piring yang berserakan pun dibersihkan oleh ART, sementara ia naik ke atas dan masuk ke kamar, ia duduk menghadap jendela, menatap taman yang indah dari lantai dua. Tak terasa air matanya luruh.

 

Ia pikir, Alan mencintai dan mensyukuri keadaan dirinya, tiga tahun merasa paling memiliki suaminya, tiga tahun menjadikan Alan ada dalam jari telunjuknya, ia begitu dimanjakan, ini menjadi kebanggaan luar biasa bagi Rima untuk ditunjukkan pada teman-temannya.

 

Tapi ... satu Minggu yang lalu ia baru tahu, bila Alan tak pernah sedikitpun mencintainya. Dengan mesra dan penuh kelembutan, ia sampaikan rasa sayang pada Gayatri, sahabatnya sendiri, wanita baik dan sederhana.

 

"Aku mencintai kesederhanaanmu, Gayatri. Aku mencintai lembut mu, aku mencintai caramu bersikap. Sungguh aku sangat mencintaimu, sebuah perasaan yang tidak pernah aku dapatkan dari Rima. Aku masih bersedia, menyediakan diri untuk mencintaimu, tetaplah menetap di hatiku Gayatri sayang. Menatapmu adalah sebuah keteduhan."

 

Pesan itu Rima baca dengan hati yang sesak, namun ia tak bisa marah pada sahabatnya Gayatri. Wanita itu tak secantik dirinya, tapi merebut seluruh dunia Alan sementara dunianya sendiri hancur.

 

Comments (10)
goodnovel comment avatar
Fitria Sartiana
kq di ulang2
goodnovel comment avatar
Masnawira
babnya gak perlu diulang2 toor
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
sjsjskskskkskskksksks
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status