Share

Pisah Kamar

"Kita pisah kamar?"

 "Ya, nggak sudi aku sekamar sama kamu!" Pedih sekali mendengar kata-katanya. Aku istrinya tapi tidak boleh sekamar dengannya.

 Aku menarik koper dengan perasaan sedih, menuju kamar tamu yang akan menjadi kamarku mulai sekarang. Merebahkan tubuh, membuka hijab dari kepalaku. 

 Aku menatap atap kamar dengan perasaan bercampur aduk, rumah tangga seperti apa yang akan aku hadapi?

 "Buatkan aku makanan, aku lapar!"

 Arga berteriak dari balik pintu, aku segera bangkit dan melangkahkan kaki ke dapur. Memeriksa isi kulkas, apa yang bisa aku masak. Hanya ada mie instan.

 "Apa yang mau dimasak? Kulkas kosong begini?" Aku mengomel sendiri.

 "Nanti kita belanja ke swalayan, sekarang masak mie instan aja dulu!" Arga menjawab ucapanku. Walau itu tak ku tujukan padanya.

 Harum semerbak mie instan, membuat perutku bergejolak minta jatah. Segera aku duduk di ruang makan dan menghidangkan mie instan untuk Arga dan juga untukku. Kami makan dengan diam. Tak ada pembicaraan apapun.

 "Habis makan kamu siap-siap, kita akan belanja keperluan dapur setelah itu ke rumah mama sebentar"

 "Iya, mas" Aku menghabiskan makanan lalu beranjak ke dapur membersihkan peralatan dapur yang telah ku gunakan.

 Kami tiba di swalayan, hari sudah menjelang sore. Aku segera mengambil troli dan berkeliling mencari bahan-bahan dapur yang aku inginkan.

"Cepetan milihnya! Kita mau ke rumah mama juga ini?" Arga malah mendesakku.

 "Tunggu sebentar, aku harus milih semua yang aku butuhkan, siapa yang salah? Biarin kulkas kosong nggak ada isinya?"

 "Eh, dibilangin malah ngomel!" Matanya melotot menatapku.

 Emang aku pikirin, biarin dia dongkol.

*****

 Aku segera ke kasir untuk membayar belanjaan, Arga terlihat sudah tidak sabar menungguku. Dasar laki-laki, diminta sabar malah masang wajah jutek. 

 Arga memasukkan ke mobil barang belanjaan dengan tergesa-gesa.

 "Baik-baik dong, mas! Ada telor juga kali? Kalau pecah kan rugi?"

 "Apa susahnya? Kalau ada telor yang pecah kamu yang makan!"

 "Ihhh.... emang aku apaan? Enak aja ngomong!" Kesel dengar dia ngomong. Bisanya cuma nyakitin hati orang.

 Sampai di rumah orang tua Arga, hari sudah magrib. Rumahnya ternyata lebih besar dari yang Arga punya. Aku benar-benar tak menyangka mereka sekaya itu. Keluargaku tak sebanding apapun dengan mereka. 

 "Kok lama banget datangnya? Mama udah nungguin lho dari tadi?" Mama memelukku dan mempersilahkan masuk.

 "Tadi belanja kebutuhan dapur dulu, ma" Arga menjawab pertanyaan mamanya sambil beranjak masuk.

 "Ayo duduk, Susan. Mama siapin makan malam buat kita dulu"

 "Susan bantuin ya, ma?"

 "Tidak usah, kamu dan Arga kan capek habis belanja, biar mama saja, cuma nata di meja makan saja kok"

 "Baik, ma" Aku akhirnya hanya duduk di ruang tamu mereka, memperhatikan sekeliling. 

 "Kenapa liatin isi rumah seperti itu? Belum pernah masuk ke rumah orang kaya ya?" Ucapan Arga seperti menampar mukaku. 

 "Apa maksudmu bicara seperti itu?"

 "Sudah jelas sekali tampang mu. Mau di jodohkan dengan orang yang tidak kamu kenal bahkan sudah tau kalau aku tidak menyukaimu, apalagi alasannya? Kalau bukan mengincar harta kekayaan ku?"

 "Cukup, Arga! Jaga ucapan mu, aku bahkan tidak tau kalau kamu berasal dari keluarga kaya! Aku menerima perjodohan ini karena baktiku pada orang tuaku!" Netraku tak mampu menahan tangis. Bulir air mata jatuh tanpa kusadari. Ucapannya sungguh menyakiti hatiku.

 Walau aku berasal dari keluarga yang sederhana, tapi hidup ku tak pernah kekurangan. Ummi dan Abah masih sanggup memenuhi kebutuhan ku, bahkan sampai aku sarjana. Tapi laki-laki ini merendahkan aku, aku bahkan tak tau mereka sekaya ini. Aku beranggapan mereka sama sederhananya dengan keluargaku.

 "Alasan yang di buat-buat!" Arga masih tetap ingin menghinaku, aku ingin menjawab ucapannya, tapi mama keburu datang. Cepat ku hapus airmata di pipiku.

 "Ayo, kita makan dulu. Papa masih di kantor, jadi kita makan saja duluan?"

 "Baik, ma"

 Aku dan Arga mengikuti mama ke ruang makan, menarik kursi lalu duduk. 

 "Ayo makan Susan, pasti kamu lapar"

 "Baik, ma" Aku mengisi piring dengan sedikit nasi dan mengambil sedikit lauk pauk. Rasanya aku tak berselera makan sedikitpun setelah mendengar ucapan Arga.

 "Kok cuma sedikit makannya, nak?" Mama menatap piringku yang kosong setelah makan.

 "Susan sudah kenyang, ma. Tadi Susan ngambil banyak kok ma"

 Setelah makan, kami kembali ke ruang tamu, meja makan dibersihkan oleh pembantu rumah tangga mereka.

 "Bagaimana Susan? Suka tinggal di rumahnya Arga?"

 "Suka kok, ma. Tapi sepi hanya kami berdua saja"

 "Mama sebenarnya maunya kalian tinggal disini bareng mama dan papa tapi Arga nggak setuju"

 "Biarlah kami tinggal terpisah ma, biar bisa lebih mandiri, iya kan Susan?" Arga mengerlingkan mata padaku meminta persetujuanku.

 "Iya, ma. Biar kami lebih mandiri ma" Aku sebenarnya ogah tinggal berdua dengan Arga. 

 Menjelang malam, kami segera pamit pulang. Besok Arga mau masuk kantor. Di dalam perjalanan pulang, aku dan Arga hanya diam tanpa kata.

 Setelah sampai rumah, kami membawa barang belanjaan ke dapur. aku menatanya di dalam kulkas setelah itu aku langsung masuk ke kamar dan begitupun dengannya. Masuk ke kamar kami masing-masing.

 Aku capek, segera melepas hijab, dan mengganti gamis yang aku pakai dengan baju tidur. Lalu segera merebahkan tubuhku di ranjang. Aku terlelap karena kelelahan.

 Pas azan subuh berkumandang, aku bangun. Membersihkan diri, kemudian. Sholat. Setelah itu beranjak ke dapur. Membuatkan sarapan untuk Arga.

 Walaupun aku benci dengan ucapannya, tapi tetap kebutuhannya aku layani. Karena aku adalah istrinya. Itu yang selalu aku tekankan pada hatiku. Saat rasa benci padanya muncul.

 Sarapan sudah selesai aku tata di meja makan, tapi kenapa dia belum keluar kamar juga? Bukankah dia mau ke kantor? 

 Ku gedor pintu kamarnya dengan keras. Mungkin dia ketiduran. Tak lama dia membuka pintu dengan kasar.

 "Apaan sih? Gedor pintu sekuat itu?" Dia hanya memakai handuk di pinggangnya, rambutnya basah. Sepertinya dia habis mandi. Wajahku merah padam melihat dadanya yang bidang. Reflek aku berbalik. Dan hendak pergi.

 "Kamu mau kemana? Siapin baju aku dulu" Dia malah memerintahku masuk ke kamarnya untuk mengambilkan baju.

 "Mana aku tau baju apa yang mau kamu pake?" 

 "Makanya, buka lemari trus pilih. Lalu setrika, aku tunggu. Cepetan!"

 Aku terpaksa masuk ke kamar Arga, membuka lemari lalu memilihkan pakaian untuknya. 

 "Tempat menyetrika dimana?" 

 "Di bawah, di kamar di samping dapur"

 Aku segera menuruni tangga, memasuki kamar di samping dapur. Di sana sudah ada peralatan yang aku butuhkan untuk menyetrika pakaian Arga. Kulakukan dengan cepat.

 "Cepetan, Susan! Aku sudah telat ini!" Suara teriakannya membuatku bergegas menaiki tangga menuju kamarnya.

 "Sabar dong! Ini pakaiannya"

 "Sepatu dan kaus kaki juga cariin dong!" Masih ada saja yang dia suruh. Aku segera membuka laci lemari mencari kaus kaki, dapat. Segera kuberikan padanya. Lalu beralih ke sepatu. Memilihkan sepatu hitam khas kerja kantoran. Sedikit membersihkannya lalu meletakkannya di di lantai di dekat Arga.

 Lalu beranjak keluar kamar. Arga mau berpakaian.

 Aku sedang meminum teh panas, saat Arga menuruni anak tangga. 

 "Sarapan dulu, mas. Sudah aku siapin!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status