Dia menuju meja makan, duduk dan menikmati nasi goreng yang aku buatkan. Lalu meminum teh yang aku suguhkan. Sebelum pergi, dia memberikan aku kartu ATM.
"Ini, ATM pin nya tanggal ulang tahun saya. Kamu boleh pakai uang itu untuk belanja keperluan mu"
"Makasih, mas" Ternyata dia ada baiknya sedikit. Memberikan aku ATM untuk belanja.
"Aku pergi dulu"
"Ya, mas. Hati-hati!"
Aku mengantarnya sampai pintu, mengulurkan tangan untuk menyalami tangannya. Dia menatapku sejenak sebelum mengulurkan tangannya. Segera ku sambut dan menyalami tangannya. Setelah itu dia pergi.
Aku kembali ke dapur, membersihkan peralatan masak. Lalu mulai menyapu rumah. Rasanya melelahkan, membersihkan rumah ini seorang diri.
Aku beranjak ke kamar Arga. Membuka lemari, mencoba mengenali apa saja yang Arga punya. Lalu beralih pada laci. Disana ada koleksi jam tangan Arga yang terlihat mahal-mahal. Kemudian koleksi dasi nya yang beragam. Semua isi lemarinya aku harus ingat. Karena untuk seterusnya aku yang harus menyiapkan kebutuhannya.
Setelah mengingat semua letak barang-barang Arga, aku mulai membersihkan kamar Arga. Setelah itu duduk di depan meja rias milik Arga, disana tersusun rapi mulai dari parfum, minyak rambut dan pelembab wajah. Ada banyak macam ragam parfum. Aku mencobanya sedikit, mengingat parfum kesukaan Arga, lalu merek minyak rambut dan pelembabnya. Aku hanya ingin mengenali kesukaan Arga.
Beranjak keluar kamar Arga, lalu menyalakan televisi. Di lantai bawah. Lagi asik nonton televisi, ada bunyi bel. Sepertinya ada tamu. Aku segera membukakan pintu.
Aku terkejut, saat melihat tamu yang datang. Seorang wanita cantik, memakai rok mini dan baju terbuka lehernya. Pakai high heel berwarna coklat muda. Rambutnya tergerai sampai pundak. Wajahnya dihiasi make up yang cukup tebal. Aku perhatikan wajahnya baik-baik, flek hitam di wajahnya terlihat samar. Cantik karena make up.
"Mau cari siapa, mbak?"
"Arga mana?" Bukannya menjawab ucapanku dia malah tanya balik.
"Dia sudah pergi ke kantor, mbak siapanya Arga ya?"
Dia tersenyum sinis menatapku,
"Aku pacarnya Arga" Jadi ini pacarnya Arga, perempuan yang dipilih Arga daripada aku.
"Dan aku istrinya Arga" Aku menekankan kata istri pada perempuan itu.
"Istri apaan? Kamu cuma pembantu Arga di rumah ini!" Aku terkejut mendengar ucapannya. Sepertinya dia sudah tau kalau Arga telah menikah.
"Jaga ucapannya ya? Lebih baik sekarang kamu pergi dari rumah ini!" Aku mengusirnya dengan kasar.
"Jangan sok belagu jadi orang, palingan sebentar lagi kamu di ceraikan oleh Arga" Dia berlalu meninggalkan ku.
Rasanya pengen menjambak rambutnya. Dasar wanita bodoh. Sudah jelas Arga telah menikah tapi masih tetap mau di jadikan pacar.
Cantik juga kagak, kalau bukan karena make up wajahnya itu pasti jelek. Sombong sekali. Aku kesal mendengar perkataannya. Enak saja bilang perceraian di depan mataku.
****
Semenjak kepergian perempuan itu, aku langsung berpikir keras. Arga sepertinya sudah memberitahu semua tentang pernikahan kami padanya.
Tidak ada rasa khawatir sedikitpun dari raut wajahnya saat bertemu denganku. Dengan mudahnya dia mengatakan bahwa aku hanyalah pembantu di rumahnya Arga. Benci sekali dengar ucapan perempuan itu.
Aku segera membersihkan seisi rumah. Hari ini aku berencana untuk pergi ke rumah Mamanya Arga. Aku ingin menjalin hubungan baik dengan mertuaku itu.
Aku segera memesan taksi online untuk pergi ke rumah mertuaku. Setelah sampai aku langsung mengetuk pintu rumah mertuaku.
Terdengar seseorang membukakan pintu rumah. Ternyata itu pembantu yang bekerja di rumah mertuaku.
"Non Susan? Silahkan masuk!" sapanya padaku.
"Mama ada, Bik?" tanyaku langsung.
"Ada, Non. Lagi di kebun belakang rumah!" jawabnya.
"Ya sudah, aku kesana saja", ucapku sambil memasuki rumah. Aku langsung menuju halaman belakang rumah mertuaku.
Mama mertuaku tengah asyik menyiram tanaman yang tumbuh subur di halaman belakang rumahnya itu.
Ada beberapa jenis sayuran, tomat, seledri, cabe rawit dan juga cabe keriting. Aku takjub melihat isi kebun belakang mertuaku. Ternyata dia hobby berkebun.
"Wahh ... tanamannya tumbuh dengan subur ya, Ma?" sapaku sambil mendekati mertuaku.
Dia langsung menoleh kaget ke arahku. Mungkin dia tidak menyangka aku akan datang berkunjung hari ini.
"Susan? Sejak kapan datang, Nak? Nggak kasih kabar mama juga", dia meletakkan slang air lalu mendekatiku.
Aku segera menyalami tangan Mama mertuaku.
"Baru sampe kok, Ma. Bosan sendirian di rumah. Mas Arga juga sudah pergi bekerja", balasku.
"Papanya Arga juga sudah pergi ke kantor, mama juga sebenarnya tanam ini semua untuk menghilangkan kebosanan. Rasanya menyenangkan sekali melihat tanaman ini tumbuh subur."
"Aku di rumah juga punya kebun kecil di belakang rumah, Ummi juga suka nanam sayuran. Tapi lebih rame di sini kayaknya. Mama nanam sayuran beraneka ragam", balasku.
"Enak lho, kalau mau tumis sayur, tinggal metik. Semuanya segar-segar. Nanti kalau kamu mau bawa pulang, mama bisa ambilin kok", tawarnya.
"Tidak usah, Ma. Sayang aja di petik. Susan suka lihatnya rame kayak gini", ucapku.
"Kamu sudah makan siang? Kita makan bareng yuk? Bik Atun pasti sudah selesai masak!" ajak Mama mertua padaku. Aku mengikuti langkah kaki Mama mertua menuju ruang makan.
"Ayo, Susan. Duduk!" ajak Mama padaku.
"Baik, Ma!" aku meraih kursi lalu mendudukinya. Di meja makan sudah terhidang berbagai macam makanan.
"Wahhh...banyak sekali menunya, Ma! Ini Bik Atun semua yang masak, Ma?" tanyaku heran.
"Ya nggak dong sayang! Bik Atun cuma masakin sayuran sama nasi serta nyiapin bahan masakan, selebihnya mama yang masak", ucapnya tersenyum kecil.
"Tiap hari Mama masak kayak gini?" tanyaku heran.
"Ya, ini sudah biasa buat mama!" jawabnya singkat.
Aku meraih piring lalu menyendok sedikit nasi. Melihat isi meja makan yang penuh dengan menu aku sampai pusing mau makan apa.
"Ayo, Nak! Ambil lauknya!" ucap Mama padaku.
"Aku sampai pusing mau milih apa, Ma!" ucapku langsung.
Mama tersenyum kecil. Dia meraih sepotong ayam goreng lalu meletakkan di atas piringku.
"Mau ikan bakar, Nak?" tanya Mama padaku.
"Jangan, Ma! Habisin ini dulu!" ujarku menunjuk isi piringku yang tengah penuh oleh lauk pauk. Ada ayam goreng yang Mama berikan tadi, aku juga mengambil sedikit cumi goreng. Sayur tumis kangkung juga sudah aku ambil.
Mama tersenyum melihat isi piringku.
"Kamu harus makan yang bergizi, biar cepat hamil!" ucap Mama. Aku urung menyuap nasi ke dalam mulutku. Bagaimana mau hamil? Bahkan tidur saja kami pisah kamar.
Mama menatap wajahku yang terlihat murung mendengar ucapannya.
"Kamu kenapa? Kom sedih dengar ucapan mama?" tanyanya heran.
"Bukan apa-apa, Ma!" balasku.
"Arga tidak jahatin kamu, kan?" tanyanya dengan penasaran.
"Dia baik kok, Ma", ucapku.
"Kalau Arga buat kamu sedih, segera lapor sama mama. Nanti mama nasehatin dia!" balas Mama.
Selesai makan aku dan Mama berbicara di ruang tamu."Ma, sebelum menikah denganku apa Mas Arga punya pacar?" aku ingin tahu apakah Mama mengenal pacar Arga yang datang tadi pagi ke rumah.Mama terkejut mendengar pertanyaanku."Apa kamu sudah bertemu dengan perempuan itu?" ternyata Mama sudah tahu pacar Arga itu. Aku menjadi sedih karenanya."Sudah, Ma. Tadi pagi dia datang ke rumah mencari Mas Arga!""Apa? Jadi Arga belum juga putus dari perempuan itu?" Mama terlihat marah mendengar semua itu."Kalau Mas Arga sudah punya pacar, kenapa Mama menjodohkan dia denganku, Ma?" tanyaku dengan hati sedih dan juga penasaran."Kamu lihat penampilan dia kan? Pakaiannya saja sungguh tidak sopan. Mama dan Papa tidak suka dengan pribadinya dia. Mau keluarga seperti apa yang akan Arga bina? Jika sampai menikah dengan perempuan seperti itu?""Tapi Mas Arga sepertinya sangat mencintai perempuan itu, Ma!"Mama menatapku dalam.
Aku kembali memasuki kamar. Ucapan Arga memenuhi isi kepalaku. Apa dia tak menganggapku sedikitpun karena pakaian yang aku gunakan ini?Aku melepas hijab instan yang melekat di kepalaku. Melepas ikatan pada rambutku yang panjang sepinggang. Rambut hitam legam dan sangat lurus. Aku meraih sisir lalu berdiri di depan meja rias. Menyisir rambutku dengan lembut.Wajah oval dan bibir tipis yang aku miliki semakin sempurna dengan geraian rambut panjangku. Arga belum pernah sekalipun melihat penampilanku saat tam memakai hijab.Jika di bandingkan dengan pacarnya yang datang tadi pagi itu, aku tak kalah cantik dengannya. Wajah mulus yang aku miliki berbanding terbalik dengan wajah perempuan itu. Wajahnya jelas sekali cantik karena make up yang dia gunakan. Jika tanpa make up sedikitpun aku yakin wajahnya jauh lebih jelek dariku.Postur tubuhnya juga tak bisa mengalahkan postur tubuhku. Aku jauh lebih tinggi darinya. Jika aku memakai pakaian yang dia g
Aku menunggu Arga pulang dari kantor. Hari sudah menjelang magrib, selesai sholat magrib aku menunggunya di ruang tamu.Aku gegas membukakan pintu saat terdengar suara mobil Arga memasuki garasi."Mas?" ku ulurkan tangan dengan cepat untuk menyalaminya saat dia melangkahkan kaki memasuki rumah.Dia menatapku sekilas. Ditangannya ada bekal yang aku berikan padanya tadi pagi."Ini!" dia menyerahkan kotak makan siang itu padaku. Aku meraihnya lalu dia berlalu meninggalkanku memasuki kamarnya.Ah, dia sedingin es. Bahkan dia tak membiarkan aku bicara sedikitpun. Sampai kapan dia berlaku seperti ini?Aku segera membawa kotak makan siang itu ke dapur. Aku membuka isinya. Hatiku langsung kecewa. Semua makanan yang aku persiapkan itu, tidak satupun dia sentuh. Semuanya masih utuh seperti semula.Aku terduduk lemah di meja makan. Menatap hidangan makan malam yang sudah aku persiapkan untuknya. Akankah dia kembali tak mau menikmatinya?
"Vani, tolong anterin aku pulang!" pintaku pada Vani sambil melepaskan diri dari pelukannya."Baiklah, tapi kamu tidak apa-apa kan?""Aku baik-baik saja, kok!" ucapku pelan.Aku menaiki mobil Vani. Sepanjang jalan pikiranku dipenuhi oleh tawa ceria Arga bersama Anita. Mereka seperti pasangan yang saling mencintai satu sama lain. Apa benar akulah yang menjadi penghalang di antara mereka?Jika Arga sangat mencintai perempuan itu, kenapa dia tidak memperjuangkannya? Kenapa dia malah mau di jodohkan? Apa sebenarnya alasan dari semua perjodohan antara aku dan Arga. Mama mertua bilang mereka tidak suka karenapenampilan Anita seperti itu. Tapi menurutku, kita tidak bisa menilai seseorang dari apa yang dia pakai.Banyak teman-temanku yang tidak berhijab tapi hatinya mulia. Contohnya Vani. Dia anak tunggal dari seorang ayah yang sangat agamais. Tapi dia tidak memakai hijab. Walaupun begitu, jangan ragukan akhlaknya. Dia bahkan tidak pernah
"Kamu berani menjawab ucapanku, ya?" Arga marah mendengar ucapanku."Aku tidak membantah ucapanmu, Mas! Tapi aku tidak suka perempuan ini merendahkan pernikahan kita!"Arga menatapku heran. Mungkin dia tak menyangka aku bisa melawan seperti ini. Selama ini aku selalu diam saat dia berkata kasar ataupun tidak mengindahkan kehadiranku."Sudah, sana bikinin minuman! Aku capek! Aku tidak ingin melihat ada keributan lagi!" ucap Arga. Dia melangkahkan kaki berlalu meninggalkanku menuju kamarnya. Perempuan itu malah dengan santainya mengikuti Arga memasuki kamar itu. Hatiku rasanya benar-benar terluka. Arga membawa perempuan itu memasuki kamarnya.Apa selama ini perempuan itu sudah terbiasa disini? Apa dia sudah biasa keluar masuk rumah ini sebelum Arga menikahiku?Aku terpaksa pergi ke dapur. Menyiapkan minuman untuk mereka. Di kulkas ternyata ada buah mangga. Aku langsung membuat jus mangga untuk Arga dan perempuan itu.Setelah selesa
Arga hanya diam saat menikmati hidangan itu. Aku sebenarnya penasaran dengan komentarnya. Tapi aku tak ingin mengganggu dia makan dengan cara bertanya sekarang. Nantilah, saat dia selesai baru aku akan bertanya.Arga menyeruput teh es yang aku buatkan untuknya. Dia telah selesai makan. Semua hidangan yang aku masak dia cicipi. Hanya bersisa sedikit di atas meja. Akupun juga sudah selesai makan."Bagaimana, Mas? Apa kamu suka dengan masakanku?" pertanyaan itu baru aku tujukan saat dia me lap tangan dan mulutnya dengan tisu.Dia menatapku sekilas. Lalau bangkit."Mas?" ku panggil lagi namanya berharap dia memberikan aku jawaban."Aku makan hanya karena aku lapar! Bukan karena suka!" ucapnya sambil berlalu meninggalkan meja makan.Aku menelan saliva mendengar ucapannya. Apa benar ucapannya? Aku merasa dia berbohong. Tapi itu tak masalah buatku, yang terpenting dia mau menikmati masakanku. Itu sudah membuat aku sedikit bahagia.Setelah ma
"Apa kamu pikir Arga akan tertarik padamu? Tidak mungkin! Aku mengenal Arga sudah lama. Aku tahu semua kriteria wanita idaman Arga. Dan itu tidak satupun melekat pada dirimu!""Mungkin sekarang memang benar ucapanmu. Arga belum bisa menerimaku menjadi istrinya, tapi aku yakin Tuhan tidak akan sia-sia mempersatukan kami!" jawabku.Wanita itu tertawa mengejek mendengar ucapanku."Jangan bawa-bawa nama Tuhan! Kalian menikah hanya karena perjodohan yang di paksakan oleh masing-masing keluarga kalian!" balasnya."Seharusnya kamu yang sadar diri, tidak ada lagi yang bisa kamu harapkan dari Arga. Dia juga tidak akan mungkin menikahi kamu!" balasku."Siapa bilang? Tak akan lama lagi, setelah semua urusan Arga selesai, dia akan segera menceraikan kamu! Dan kami akan segera menikah!"Aku kaget mendengar ucapan perempuan itu. Urusan apa yang Anita maksud? Apa Arga sedang merencanakan sesuatu?"Tidak semudah itu kamu menentukan perceraian k
Aku turun dari mobil Mama yang mengantarkan aku ke rumah. Setelah hampir setengah hari di rumah mertuaku.Banyak hal baru yang Mama mertua ajarkan padaku mengenai Arga. Aku akan mulai dari memasak makanan kesukaan Arga.Hari masih siang, aku butuh beberapa bahan masakan yang tidak tersedia di rumah. Setelah memeriksa dapur dan isi kulkas, aku memutuskan untuk belanja ke swalayan.Hari ini aku ingin membuat masakan yang istimewa untuk Arga. Aku segera memesan taksi online untuk mengantarkan aku ke swalayan.Tak butuh waktu lama, taksi online pun datang. Setelah sampai swalayan, aku memilih barang apa saja yang aku butuhkan untuk memasak.Setelah selesai belanja, aku gegas membayar belanjaanku lalu kembali memesan taksi online untuk pulang ke rumah.Hari masih lima sore saat aku mulai asyik memasak di dapur. Hari ini aku ingin memasak spageti carbonara. Aku asyik memegang handphone melihat resepnya dari internet. Aku juga ingin memasak beef st