Aku menunggu Arga pulang dari kantor. Hari sudah menjelang magrib, selesai sholat magrib aku menunggunya di ruang tamu.
Aku gegas membukakan pintu saat terdengar suara mobil Arga memasuki garasi.
"Mas?" ku ulurkan tangan dengan cepat untuk menyalaminya saat dia melangkahkan kaki memasuki rumah.
Dia menatapku sekilas. Ditangannya ada bekal yang aku berikan padanya tadi pagi.
"Ini!" dia menyerahkan kotak makan siang itu padaku. Aku meraihnya lalu dia berlalu meninggalkanku memasuki kamarnya.
Ah, dia sedingin es. Bahkan dia tak membiarkan aku bicara sedikitpun. Sampai kapan dia berlaku seperti ini?
Aku segera membawa kotak makan siang itu ke dapur. Aku membuka isinya. Hatiku langsung kecewa. Semua makanan yang aku persiapkan itu, tidak satupun dia sentuh. Semuanya masih utuh seperti semula.
Aku terduduk lemah di meja makan. Menatap hidangan makan malam yang sudah aku persiapkan untuknya. Akankah dia kembali tak mau menikmatinya?
"Vani, tolong anterin aku pulang!" pintaku pada Vani sambil melepaskan diri dari pelukannya."Baiklah, tapi kamu tidak apa-apa kan?""Aku baik-baik saja, kok!" ucapku pelan.Aku menaiki mobil Vani. Sepanjang jalan pikiranku dipenuhi oleh tawa ceria Arga bersama Anita. Mereka seperti pasangan yang saling mencintai satu sama lain. Apa benar akulah yang menjadi penghalang di antara mereka?Jika Arga sangat mencintai perempuan itu, kenapa dia tidak memperjuangkannya? Kenapa dia malah mau di jodohkan? Apa sebenarnya alasan dari semua perjodohan antara aku dan Arga. Mama mertua bilang mereka tidak suka karenapenampilan Anita seperti itu. Tapi menurutku, kita tidak bisa menilai seseorang dari apa yang dia pakai.Banyak teman-temanku yang tidak berhijab tapi hatinya mulia. Contohnya Vani. Dia anak tunggal dari seorang ayah yang sangat agamais. Tapi dia tidak memakai hijab. Walaupun begitu, jangan ragukan akhlaknya. Dia bahkan tidak pernah
"Kamu berani menjawab ucapanku, ya?" Arga marah mendengar ucapanku."Aku tidak membantah ucapanmu, Mas! Tapi aku tidak suka perempuan ini merendahkan pernikahan kita!"Arga menatapku heran. Mungkin dia tak menyangka aku bisa melawan seperti ini. Selama ini aku selalu diam saat dia berkata kasar ataupun tidak mengindahkan kehadiranku."Sudah, sana bikinin minuman! Aku capek! Aku tidak ingin melihat ada keributan lagi!" ucap Arga. Dia melangkahkan kaki berlalu meninggalkanku menuju kamarnya. Perempuan itu malah dengan santainya mengikuti Arga memasuki kamar itu. Hatiku rasanya benar-benar terluka. Arga membawa perempuan itu memasuki kamarnya.Apa selama ini perempuan itu sudah terbiasa disini? Apa dia sudah biasa keluar masuk rumah ini sebelum Arga menikahiku?Aku terpaksa pergi ke dapur. Menyiapkan minuman untuk mereka. Di kulkas ternyata ada buah mangga. Aku langsung membuat jus mangga untuk Arga dan perempuan itu.Setelah selesa
Arga hanya diam saat menikmati hidangan itu. Aku sebenarnya penasaran dengan komentarnya. Tapi aku tak ingin mengganggu dia makan dengan cara bertanya sekarang. Nantilah, saat dia selesai baru aku akan bertanya.Arga menyeruput teh es yang aku buatkan untuknya. Dia telah selesai makan. Semua hidangan yang aku masak dia cicipi. Hanya bersisa sedikit di atas meja. Akupun juga sudah selesai makan."Bagaimana, Mas? Apa kamu suka dengan masakanku?" pertanyaan itu baru aku tujukan saat dia me lap tangan dan mulutnya dengan tisu.Dia menatapku sekilas. Lalau bangkit."Mas?" ku panggil lagi namanya berharap dia memberikan aku jawaban."Aku makan hanya karena aku lapar! Bukan karena suka!" ucapnya sambil berlalu meninggalkan meja makan.Aku menelan saliva mendengar ucapannya. Apa benar ucapannya? Aku merasa dia berbohong. Tapi itu tak masalah buatku, yang terpenting dia mau menikmati masakanku. Itu sudah membuat aku sedikit bahagia.Setelah ma
"Apa kamu pikir Arga akan tertarik padamu? Tidak mungkin! Aku mengenal Arga sudah lama. Aku tahu semua kriteria wanita idaman Arga. Dan itu tidak satupun melekat pada dirimu!""Mungkin sekarang memang benar ucapanmu. Arga belum bisa menerimaku menjadi istrinya, tapi aku yakin Tuhan tidak akan sia-sia mempersatukan kami!" jawabku.Wanita itu tertawa mengejek mendengar ucapanku."Jangan bawa-bawa nama Tuhan! Kalian menikah hanya karena perjodohan yang di paksakan oleh masing-masing keluarga kalian!" balasnya."Seharusnya kamu yang sadar diri, tidak ada lagi yang bisa kamu harapkan dari Arga. Dia juga tidak akan mungkin menikahi kamu!" balasku."Siapa bilang? Tak akan lama lagi, setelah semua urusan Arga selesai, dia akan segera menceraikan kamu! Dan kami akan segera menikah!"Aku kaget mendengar ucapan perempuan itu. Urusan apa yang Anita maksud? Apa Arga sedang merencanakan sesuatu?"Tidak semudah itu kamu menentukan perceraian k
Aku turun dari mobil Mama yang mengantarkan aku ke rumah. Setelah hampir setengah hari di rumah mertuaku.Banyak hal baru yang Mama mertua ajarkan padaku mengenai Arga. Aku akan mulai dari memasak makanan kesukaan Arga.Hari masih siang, aku butuh beberapa bahan masakan yang tidak tersedia di rumah. Setelah memeriksa dapur dan isi kulkas, aku memutuskan untuk belanja ke swalayan.Hari ini aku ingin membuat masakan yang istimewa untuk Arga. Aku segera memesan taksi online untuk mengantarkan aku ke swalayan.Tak butuh waktu lama, taksi online pun datang. Setelah sampai swalayan, aku memilih barang apa saja yang aku butuhkan untuk memasak.Setelah selesai belanja, aku gegas membayar belanjaanku lalu kembali memesan taksi online untuk pulang ke rumah.Hari masih lima sore saat aku mulai asyik memasak di dapur. Hari ini aku ingin memasak spageti carbonara. Aku asyik memegang handphone melihat resepnya dari internet. Aku juga ingin memasak beef st
Aku sedikit senang dengan sikap Arga. Dia mulai mau bicara denganku walaupun hanya sebentar saja. Biasanya dia selalu jutek dan tidak menghiraukan aku. Sekarang, dia sedikit mau lebih tenang saat berbicara denganku.Pagi harinya, setelah dia menyantap hidangan sarapan pagi yang aku suguhkan sebelum dia berangkat kerja, dia bicara padaku dan itu sedikit membuatku sedih."Malam nanti nggak usah masakin lebih buat aku, aku ada janji makan malam. Kamu tidur saja duluan, nggak usah nunggu aku!" dia berucap sambil menerima bekal makan siang yang aku sodorkan padanya."Kamu ada meeting?" tanyaku dengan penasaran."Bukan, hari ini perayaan anniversary hubungan aku dan Anita. Kami mau merayakannya. Jadi kamu nggak usah masakin aku!" Jantungku terasa sakit saat mendengar ucapan Arga. Dia bahkan tidak memperdulikan sedikitpun perasaanku."Ooo... selamat ya?" balasku pilu.Arga meninggalkan rumah menuju kantornya, aku terhenyak dengan semu
Setelah acara makan siang yang canggung itu, aku memaksa Vani untuk pulang. Walau awalnya dia menolak, tetap aku bersikeras untuk pulang. Aku tidak ingin berlama-lama berdekatan dengan Rian.Rian terlihat kecewa dengan sikapku. Sebenarnya dia ingin mengajak kami nonton di bioskop tapi aku menolaknya. Dengan rasa kecewa, Rian mengikuti langkah kami menuruni eskalator menuju parkiran.Saat sampai di lantai dua Mall, pandanganku bertemu dengan sosok yang selalu ada dalam pikiranku. Dia suamiku, Arga. Dia tengah menemani Anita memilih pakaian. Hatiku langsung sakit melihatnya, apa perayaan anniversary mereka di mulai dari siang ini sampai malam? Arga sudah bilang dia akan telat pulang ke rumah hari ini."Ada apa? Kenapa berhenti?" Vani bertanya dengan heran saat langkah kakiku terhenti begitu saja. Pandanganku lurus menghadap kepada sepasang kekasih itu yang tengah asyik memilih pakaian.Vani melirik pada tatapan mataku, sontak dia berdecak kesal meliha
Aku sontak berdiri saat melihat Arga berdiri tepat di hadapanku."Mas sudah pulang?" tanyaku dengan sedikit rasa khawatir."Sudah, kamu ngapain tidur di sini?""Aku sengaja mau nungguin kamu, Mas!"Arga menatapku dengan tampang tak suka."Cihhhh... jangan berlagak seperti istriku yang sebenarnya!" Ucapan Arga sontak membuatku tersudut. Aku tahu dia marah padaku."Maafkan aku atas kejadian tadi siang, Mas! Aku tak meminta Rian bersikap seperti itu!""Oooo..jadi nama laki-laki itu Rian? Kamu sungguh keterlaluan. Kenapa masalah kita kamu bicarakan pada semua orang?" Kilatan kemarahan terpancar jelas dari pandangan Arga padaku."Tidak, Mas! Aku tidak mengatakan apapun pada Rian. Aku hanya bicara itu pada satu orang, dan dia adalah Vani. Teman dekatku, dia yang menyampaikan itu pada Rian.""Sama saja! Intinya kamu mengumbar masalah kita pada semua orang. Sebenarnya apa yang membuatmu bertahan dalam rumah tangga in