Share

02. Cermin Mustika

Ratu Nusa Kencana tampak murung memandang cermin besar yang terdapat di sudut kamar, dengan interior sangat indah dan perabotan terbuat dari emas. Cermin ajaib itu terlihat kosong tidak memberi petunjuk apapun.

Ia kuatir Cermin Mustika murka karena situasi kerajaan sedikit kacau dengan adanya pemberontakan di wilayah barat. Negeri gemah ripah loh jinawi terkotori oleh tangan-tangan serakah, sehingga jadi negeri gemah ripah loh...kok gitu?

"Kekacauan terjadi bukan karena kesalahan kerajaan," hibur Pangeran Wikudara. "Ketamakan Tapak Mega untuk memisahkan wilayah barat membuat rakyat tercekam. Jadi tidak ada alasan Cermin Mustika murka kepada dinda."

"Besok malam adalah purnama yang dijanjikan," keluh Ratu Nusa Kencana gelisah. "Tanggal 23 kliwon adalah hari leluhur kanda bersumpah di altar kehidupan."

"Dengan demikian pemuda itu sudah genap berusia 23 tahun," gumam Pangeran Wikudara sambil duduk di kursi bertahtakan permata. "Apakah peristiwa seperti ini pernah terjadi sebelumnya di jaman mendiang ibunda ratu?"

"Tidak pernah," sahut Ratu Nusa Kencana dengan wajah mendung. "Cermin Mustika biasanya memberi kabar setiap perkembangan calon terpilih, baik kebaikan maupun keburukan. Untuk generasi terakhir ini, ia hanya memberi gambaran satu kali ketika syukuran 40 hari. Ia memberi tahu nama anak itu, yaitu Jaka Agusti Bimantara."

"Sungguh aneh," ujar Pangeran Wikudara. "Apakah ada acara ritual kerajaan yang terlupakan?"

"Tidak ada," jawab Ratu Nusa Kencana. "Setiap tahun acara ritual kerajaan diadakan tepat waktu."

"Lalu karena apa?" tanya Pangeran Wikudara tak habis pikir.

"Aku kira masa berlaku perjanjian leluhur sudah berakhir. Generasi ketujuh adalah akhir dari perjanjian itu. Bukankah di dunia kanda terkenal sebutan tujuh turunan?"

"Dalam lembaran Sapta Cinta tidak disebutkan masa berlaku dari perjanjian leluhur. Jadi perjanjian itu tidak berbatas waktu. Lagi pula, jika perjanjian sudah berakhir, mengapa Cermin Mustika memberi gambaran ketika pemuda itu berumur 40 hari?"

Ratu Nusa Kencana terdiam. Kepalanya hampir pecah memikirkan misteri ini. Ia percaya Jaka Agusti Bimantara masih hidup dan tumbuh besar seperti manusia kebanyakan. Jika mendapat bahaya, cermin ajaib itu pasti memberi pertanda untuk segera dikirim pertolongan.

Sebuah prasangka buruk melintas di benak sang ratu, ia berkata dengan hati-hati, "Apakah Jaka Agusti Bimantara menolak untuk dijodohkan? Ia membentengi diri dengan ilmu kanuragan sehingga tidak dapat diteropong oleh Cermin Mustika?"

"Klan Bimantara tidak memiliki ilmu kanuragan semacam itu. Mereka hanya dibekali ilmu bela diri untuk meringankan tugas pengawal bila menghadapi ancaman. Ilmu itu tidak ada apa-apanya bila dibanding bangsa dinda ratu."

"Bisa saja Jaka Agusti Bimantara minta bantuan orang pintar untuk mengakali Cermin Mustika."

"Pemuda itu tidak tahu kalau ia calon terpilih sampai tiba masanya."

"Orang tuanya barangkali."

"Untuk apa mereka melakukan perbuatan sia-sia? Perjanjian leluhur adalah takdir."

Mereka pasti terkena kutukan jika berani melanggar. Konon generasi ketiga sempat menentang karena sudah memiliki pujaan hati. Kemudian kekasihnya meninggal secara mendadak tanpa menderita sesuatu penyakit. Klan Bimantara sempat curiga kematian itu akibat perbuatan bangsa jin. Namun mereka bukan suku jin yang suka berbuat jahat kepada manusia.

"Patih Mahameru menunggu titah di luar pesanggrahan," keluh Ratu Nusa Kencana. "Ia pasti gelisah karena aku lama tidak keluar."

Patih Mahameru adalah panglima tertinggi pasukan kerajaan. Seluruh hidupnya diabdikan untuk sang ratu. Ia memilih hidup sendiri karena keberadaan anak istri dikuatirkan mengganggu pengabdiannya.

Gubernur barat menawarkan puterinya untuk dipersunting, namun ia menolak secara halus. Di daerah itu sedang terjadi konflik, pemberontak bisa memanfaatkan situasi dengan menculik sang istri untuk menaikkan posisi tawar. Ia berprinsip tak ada kompromi dengan pemberontak.

Patih gagah perkasa itu menurunkan tubuh dengan sebelah lutut menyentuh lantai, memberi penghormatan atas kedatangan Ratu Nusa Kencana di pintu pesanggrahan. Semua penjaga berbuat serupa.

"Salam hamba untuk baginda ratu," kata Patih Mahameru.

Kemudian mereka duduk bersila di lantai beralaskan permadani dengan kepala tertunduk menunggu sabda Ratu Nusa Kencana yang duduk di kursi bertahtakan mutiara.

"Hingga detik ini Cermin Mustika tidak memberi petunjuk kepadaku," ujar Ratu Nusa Kencana. "Malam perjanjian semakin dekat. Maka itu aku perintahkan kepada Patih Mahameru untuk pergi ke alam manusia, mencari Jaka Agusti Bimantara di pub, bar, diskotik, kafe, restoran, tempat para bangsawan manusia berkumpul."

"Titah baginda ratu hamba junjung tinggi," ucap Patih Mahameru.

"Bawa tiga prajurit pilihan untuk menemani."

"Titah baginda ratu hamba junjung tinggi."

Kemudian Ratu Nusa Kencana memberi perintah kepada dayang pribadi yang duduk bersimpuh di samping kursi, "Berikan gadget kepada Patih Mahameru untuk berkomunikasi denganku. Ia tidak boleh melakukan Sambung Kalbu untuk menghindari kecurigaan manusia."

"Baik, kanjeng ratu." Dayang beringsut menyerahkan gadget kepada Patih Mahameru.

Sambung Kalbu adalah media komunikasi bangsa jin untuk hubungan jarak jauh. Mereka bicara dari hati ke hati. Keunggulan Sambung Kalbu adalah tidak membutuhkan pulsa.

Bangsa jin juga biasa berhubungan intim secara jarak jauh melalui Sambung Rasa. Sensasinya hampir sama dengan bermesraan secara langsung. Ratu Nusa Kencana sering melakukan Sambung Rasa dengan Pangeran Wikudara jika sedang berkunjung ke daerah.

"Jangan gunakan ilmu bangsamu di alam manusia agar mereka tidak curiga," pesan Ratu Nusa Kencana. "Mereka makhluk lemah lembut jika engkau berlaku ramah."

"Titah baginda ratu hamba junjung tinggi," sahut Patih Mahameru. "Hamba undur diri, baginda ratu."

Setelah melakukan penghormatan, Patih Mahameru beringsut pergi dari hadapan Ratu Nusa Kencana. Ia berjalan menuju ke padepokan prajurit di sebelah timur istana untuk memanggil tiga prajurit pilihan yang akan dibawa ke alam manusia.

Di persimpangan menuju ke taman sari, Patih Mahameru bertemu dengan Dewi Anjani yang ditemani Nirmala, dayang pribadi yang merawatnya sejak bayi sampai tumbuh dewasa menjadi puteri yang cantik jelita. Mereka didampingi Gentong Ketawa, pengasuh yang bertugas menghibur sang puteri bila bermuram durja.

Patih Mahameru memberi penghormatan, "Salam hamba untuk tuan puteri."

"Hendak ke mana gerangan Paman Patih, kelihatan tergesa-gesa sekali?" tanya Dewi Anjani.

"Hamba akan menjemput calon pendamping tuan puteri di malam perjanjian."

"Ibunda ratu sudah mendapat petunjuk dari Cermin Mustika?"

"Belum, tuan puteri."

"Aku ada petunjuk untuk Paman Patih."

Patih Mahameru tampak gembira. "Sungguhkah, tuan puteri?"

"Aku semalam mimpi berjumpa dengan sang pangeran."

Patih Mahameru semakin bersemangat. "Di mana ia gerangan, tuan puteri?"

"Ia tinggal di rumah bilik di kaki gunung berapi."

"Lagi week end di cottage barangkali, tuan puteri," ralat Nirmala. "Masa pangeran tinggal di rumah bilik?"

"Ia tinggal di situ, Bibi Nirmala. Penduduk memanggilnya Jaka Slebor."

Patih Mahameru terlihat kecewa mendengar cerita Dewi Anjani. Ia berkata dengan lemas, "Namanya Jaka Agusti Bimantara, tuan puteri, bukan Jaka Slebor. Tuan puteri baiknya hati-hati. Hamba kuatir ada manusia berilmu tinggi mencoba masuk ke dalam mimpi untuk mempengaruhi pikiran tuan puteri tentang pangeran impian."

"Aku mendengar ada suara tanpa wujud memberi tahu kalau ia adalah pangeranku."

"Tuan puteri melihat pangeran sedang apa?"

"Ia lagi berjalan di atas pematang sawah sambil memanggul pacul."

Patih Mahameru terpana, kemudian pamit, "Maaf, tuan puteri. Hamba harus segera ke padepokan prajurit."

Patih Mahameru pergi dengan tergesa. Tuan puteri sudah terpengaruh mimpi sesat. Pasti ada manusia berilmu tinggi mencoba menembus alam bawah sadarnya. Manusia jahat yang ingin menguasai tuan puteri. Ini jadi tanggung jawabnya setelah beres mencari sang pangeran.

"Paman Patih seperti tidak percaya padaku," kata Dewi Anjani sambil melanjutkan langkah menuju ke taman sari.

"Maaf, tuan puteri," tukas Nirmala. "Hamba juga tidak percaya kalau pemuda dalam mimpi itu adalah sang pangeran. Setahu hamba klan Bimantara adalah orang terhormat. Mereka saudagar kaya. Jadi pemuda pemanggul pacul itu bukan pangeran, tapi anak petani sedang memenuhi panggilan nasib. Hamba harap tuan puteri tidak bercerita kepada ibunda ratu, beliau pasti marah besar."

"Ibunda ratu adalah pemimpin yang sangat bijaksana, Bibi Nirmala. Ia tidak memandang seseorang berdasarkan pangkat dan kedudukan."

"Persoalannya adalah tuan puteri bermimpi tentang sang pangeran, calon pendamping hidup tuan puteri. Perjanjian leluhur adalah takdir tuan puteri. Pemuda itu betul bangsa manusia, tapi bukan sang pangeran."

"Bagaimana kau bisa begitu yakin, Bibi Nirmala?"

"Pangeran itu biasanya naik Lamborghini, Bugatti, Ferarri, bukan manggul pacul."

Dewi Anjani menoleh ke arah Gentong Ketawa, dan bertanya, "Kau juga tidak percaya, Gentong?"

Gentong Ketawa terpaksa tersenyum melihat bola mata yang menawan itu sedikit berawan.

"Tentu saja hamba percaya pada tuan puteri," jawabnya. "Bagaimana rupa sang pangeran, apakah sangat tampan?"

"Itulah yang membuat aku penasaran," keluh Dewi Anjani muram. "Aku melihat dari belakang, jadi tidak tahu persis bagaimana rupanya."

"Tapi pasti sangat tampan."

"Mimpi itu selalu terbayang di pikiranku. Bagaimana kalau aku melihat wajahnya? Pasti tidak enak makan dan tidur. Inikah yang dinamakan jatuh cinta?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status