Taksi meluncur keluar dari basement dan berhenti mendadak di pelataran lobi. Jaka yang duduk bersandar ke pagar lobi menengok.
Dari balik kaca jendela yang terbuka perlahan muncul kepala Fredy dan berteriak, "Cepetan naik! Kita harus segera pergi!""Aku menunggu acara selesai," sahut Jaka santai. "Sebentar lagi Nabila keluar."Ia tidak mau pulang sebelum pacarnya muncul. Nabila pasti kecewa."Aku sudah ngomong sama Nabila!" seru Fredy. "Ia minta kamu untuk segera pergi!"Jaka terpaksa menghampiri dan masuk ke dalam mobil. Belum juga ia sempat memasang sabuk pengaman, taksi sudah melesat separuh terbang meninggalkan pelataran lobi.Fredy mengendarai taksi dengan kencang. Melalap habis kendaraan yang memadati jalan raya. Sulit merangsek maju lewat jalur kanan, menyalip lewat jalur lambat. Masa bodoh dengan bunyi klakson yang terdengar sengit dari mobil lain."Kamu nyopir kayak dikejar setan," keluh Jaka. "Kalau begini caranya, bukan segera sampai ke rumah, tapi mampir di rumah sakit.""Aku ingin menyelamatkan kamu dari kejaran debt collector," kata Fredy. "Orang tuamu pasti banyak hutang."Jaka menoleh bingung. "Maksudnya apa ya?""Tadi ada orang mencarimu di dalam, bertanya kepada setiap tamu dan pegawai hotel. Ada keperluan apa coba selain menagih hutang?"Sialan, maki Jaka dalam hati. Mentang-mentang anak petani miskin, dicari orang berdasi langsung saja konotasinya negatif."Orang tuaku tidak pernah berhutang pada siapapun," gerutu Jaka keki. "Tetangga justru sering berhutang bibit."Hartanya saja disumbangkan pada ayahmu, sambung Jaka dalam hati. Buat apa pinjam uang? Mereka tidak butuh uang. Mereka cuma butuh anaknya."Kamu jadi sarjana pakai biaya kan? Uangnya dari mana kalau bukan hasil pinjaman? Sorry, aku bukan menghina.""Kamu sudah menghina, tapi aku tidak tersinggung karena sudah biasa," ujar Jaka tenang. "Orang tuaku banting tulang cari duit dan sebagian dari simpanan."Fredy menoleh heran. "Simpanan? Orang tuamu punya simpanan?"Jaka berusaha untuk sabar. Ucapan itu terlalu merendahkan keluarganya. Tapi wajar karena Fredy tidak tahu silsilah mereka. Di matanya, petani hidup serba kekurangan.Petani banyak yang kaya raya jika ditekuni secara profesional. Masalahnya, Abah ingin jadi orang miskin, bercocok tanam hanya untuk menyambung umur. Ia tidak mau hidupnya terlihat mencolok di mata masyarakat sehingga asal usulnya terbongkar dan harus rela memenuhi perjanjian leluhur.Jangan-jangan mereka mencari untuk menjemputku, pikir Jaka tiba-tiba. Hanya mereka tidak tahu bentuk rupanya. Berarti taktik orang tuanya berhasil. Utusan itu tidak percaya klan Bimantara hidup miskin."Jangan baper." Fredy tersenyum penuh maaf. "Aku hanya heran petani bisa menabung."Jaka balas tersenyum. "Petani banyak yang rajin menabung dan tidak sombong."Fredy sebenarnya cukup menyenangkan. Cuma terlalu apa adanya kalau ngomong, sehingga orang berperasaan sensitif akan mudah tersinggung. Ia tidak tahu kalau mereka bukan penagih hutang."Yang aku bicarakan orang tuamu," sanggah Fredy. "Bukan petani profesional.""Jadi karena orang tuaku miskin lalu kamu anggap bukan petani profesional?""Maksudku yang menggeluti bidangnya secara serius dan memanfaatkan teknologi yang ada.""Masalah biaya kalau begitu, teknologi butuh uang tidak sedikit.""Nah, siapa tahu orang tuamu cari pinjaman untuk itu.""Orang tuaku menggarap sawah dan ladang dengan alat tradisional.""Teknologi juga kan?""Tapi harganya terjangkau. Ada yang harganya cukup mahal, kerbau untuk membajak sawah, dan kembali ke simpanan tadi."Abah menyisakan harta seperlunya saja, untuk membangun rumah sederhana, membeli lahan dan alat pertanian tradisional, serta kebutuhan lain buat menyambung hidup."Aku curiga kalau mereka adalah utusan dari kerajaan jin," cetus Jaka. "Kamu mestinya tanya dulu sebelum mengajak kabur aku.""Mereka pasti mencari aku kalau utusan dari negeri jin," bantah Fredy. "Buat apa mencari kamu?"Jaka sebetulnya ingin menceritakan hal yang sesungguhnya, bahwa keluarga Erlangga bukan klan Bimantara. Ia bersedia menyandang gelar kehormatan dan menanggung segala resiko karena limpahan harta yang tak terbilang. Tapi Fredy pasti tidak percaya. Jaka tidak mau merusak suasana yang sudah tercipta dengan baik.Tiba-tiba Fredy melambatkan laju taksi dan berhenti di pinggir jalan. Mereka sudah memasuki hutan bunian yang terkenal angker itu."Ada apa?" tanya Jaka heran. "Kau mau cari bunian untuk diajak kencan?""Kita kembali ke kota," sahut Fredy. "Kata-katamu boleh jadi benar. Mereka adalah utusan dari kerajaan jin, tapi keliru mencari orang karena kurang informasi dari Cermin Mustika."Jaka menatap tak mengerti. "Cermin Mustika?""Papiku pernah bercerita kalau di kerajaan jin ada cermin yang memberi petunjuk tentang calon pangeran sesuai perjanjian leluhur.""Sekarang cermin itu salah memberi petunjuk setelah tujuh generasi berlangsung?" pandang Jaka tak percaya."Di dunia ini tidak ada yang sempurna, sudah hukum alam."Abah dan Ambu tidak pernah bercerita tentang cermin ajaib ini. Jaka heran mereka tidak mengenali wajahnya. Apa gambaran yang diberikan kurang jelas?Kiranya Abah sudah berhasil mengelabui cermin itu. Ia tidak sia-sia menanggalkan segala atribut dunia untuk mempertahankan anaknya. Jaka jadi merasa demikian berharga di mata orang tuanya.Erlangga rela kehilangan anak demi harta yang diterima, walau Fredy menginginkan hal itu. Ia pasti sudah mengindoktrinasi anaknya sejak kecil dengan dongeng tentang puteri kerajaan yang cantik jelita sehingga muncul obsesi menjelang dewasa.Jadi Erlangga tidak perlu memaksa anaknya untuk memenuhi perjanjian leluhur dan tidak merasa dikorbankan. Keinginan bercinta dengan makhluk lain adalah fenomena baru dari kids jaman now."Antar aku pulang dulu," kata Jaka. "Baru kembali ke kota.""Kau tidak tertarik untuk pergi bersamaku ke dunia lain? Siapa tahu ada dua puteri kerajaan. Menurut Papi, aku dikasih satu permintaan sebelum pergi dari alam manusia, dan permintaan itu adalah agar diperbolehkan membawamu.""Bagaimana kamu begitu percaya padaku padahal kita baru pertama kali bertemu?""Kamu teman perjalanan yang mengasyikkan.""Teman mengasyikkan belum tentu dapat dipercaya. Aku bisa berkhianat dengan mencintai sang puteri.""Kalau cuma ada satu puteri, ya kamu tidak diajak."Lagi pula siapa yang mau? Jaka justru ingin menghindari pertemuan dengan para utusan itu, sebelum mereka menyadari kekeliruannya. Ia bersyukur pria berwajah kaku itu tidak percaya dengan penjelasannya sehingga terhindar dari perjanjian leluhur."Aku sudah terlanjur bilang ke orang tua untuk segera pulang kalau acara sudah selesai.""Acara belum selesai.""Bagiku sudah selesai.""Ya sudah aku antar pulang."Fredy menjalankan taksi lagi. Beberapa meter kemudian mereka merasa ada kelainan. Taksi berhenti kembali. Mereka segera turun untuk memeriksa. Ban depan sebelah kiri kempes."Sialan," maki Fredy jengkel sambil menendang ban itu. "Susah banget diajak senangnya.""Makian tidak membuat ban kembung kembali." Jaka segera membuka bagasi, cuma ada dongkrak. "Ban cadangan disimpan di mana?""Tidak ada di situ?""Kalau ada, buat apa aku tanya?"Fredy membungkukkan badan dan menyorotkan senter ponsel ke bawah taksi."Brengsek," umpatnya. "Bagian mekanik kayaknya lupa menaruh ban cadangan.""Kamu ceroboh, harusnya periksa dulu sebelum dipakai.""Bagaimana kita sekarang?" tanya Fredy bingung."Kok tanya aku? Ingat, saat ini kamu sopir, bukan anak pemilik taksi.""Aku heran bagaimana ban itu bisa kempes mendadak?"Fredy penasaran memeriksa kondisi ban. Ia tidak menemukan paku atau benda tajam lain yang menancap. Dahinya mengerut dan bergumam, "Jangan-jangan ada bunian iseng mengempeskan ban.""Bunian tidak pernah jail, kecuali ia membenci kamu."Fredy berusaha menghubungi mekanik, kemudian memaki, "Sompret! Tidak diangkat!""Sekarang begini saja, aku pulang jalan kaki, orang tuaku pasti gelisah menunggu. Kau mau ikut tidak?"Fredy tersenyum masam. "Jarak ke perkampungan terdekat lumayan jauh, bisa melar kakiku. Aku tidur di taksi saja, sekalian menunggu utusan kerajaan datang."Mereka adalah dua orang pemuda pemberani sehingga tidak masalah dengan situasi sekitar yang sebenarnya sangat menyeramkan. Pohon-pohon liar dan sinar rembulan yang membentuk kisi-kisi menembus kegelapan hutan dapat menciptakan halusinasi yang membuat orang lari terbirit-birit."Bantu aku mendorong mobil," pinta Fredy. "Terlalu tengah."Jaka membantu pemuda itu mendorong taksi. Mobil bergerak pelan menuju ke sisi jalan.Malam beranjak menuju puncak. Purnama secara perlahan tertutup awan hitam. Angin bersemilir bisu....Saat waktu menunjukkan tepat jam dua belas malam, gerbang gaib terbuka secara tiba-tiba. Mereka tidak tahu kalau sudah mendorong taksi memasuki gerbang gaib.Taksi terus bergerak ke pinggir jalan....Mereka berhenti mendorong taksi setelah tiba di pinggir jalan sehingga tidak mengganggu lalu lalang kendaraan, jika ada. Malam begini kemungkinan kecil kendaraan berani lewat jalan ini."Perlu bantuan apa lagi?" tanya Jaka. "Asal jangan minta pijat plus plus.""Sudah pergi sana," jawab Fredy. "Jangan iri kalau cover girl bunian mengajakku kencan.""Aku pulang dulu ya. Hati-hati." "Kamu juga.""Bunian kayaknya berani muncul kalau kita pisah, ia tidak bingung pilih yang mana. Ada yang lebih ganteng tapi kere." Jaka berjalan meninggalkan tempat itu."Semoga ia mendatangi aku, lumayan buat menghangatkan badan," kata Fredy sambil duduk beristirahat di kabin. Lumayan menguras tenaga juga mendorong mobil ke sisi jalan. Apes sekali malam ini, pertama kali jadi sopir taksi ban kempes di tengah hutan.Jaka sebenarnya tidak tega meninggalkan Fredy sendirian. Ia merasa tenang karena di hutan ini tidak pernah terdengar ada perampokan. Barangkali keangkeran hutan ini membuat mereka ciut nyalinya.
Ratu Nusa Kencana terbangun dari tidurnya. Ia beranjak turun dari pembaringan. Biasanya ada petunjuk penting di Cermin Mustika jika ia terjaga secara mendadak.Ia segera berjalan ke tempat cermin ajaib berada untuk mengetahui apa yang terjadi. Mungkinkah pemberontak itu berhasil menguasai wilayah barat padahal sudah dikirim beberapa ratus prajurit tambahan?Ratu Nusa Kencana terkejut bercampur bahagia manakala di cermin terpampang seorang pemuda yang duduk bersandar di kursi taksi seperti kebingungan. Tapi mengapa ia membawa teman? Sudah pasti ia bukan menunggu dijemput!Baginda ratu sebenarnya ingin menggunakan ajian Sambung Kalbu untuk menghubungi Patih Mahameru karena lebih praktis, tapi kuatir patih itu berada di keramaian sehingga mengundang kecurigaan manusia. Ia terpaksa berkomunikasi lewat gadget."Engkau berada di mana?" tanya Ratu Nusa Kencana setelah tersambung."Hamba baru masuk ke sebuah diskotik, Gusti Ratu." Terdengar suara Patih Mahameru di speaker gadget. "Lagi mengama
Fredy mengemudikan taksi dengan kencang. Taksi meluncur mulus di jalan raya seolah semua ban normal. Ia tambah kecepatan, mobil tidak mengalami guncangan sedikitpun, padahal melewati jalan berlubang. Ia heran."Aku sempat lihat sebelum berangkat ban masih kempes," cetusnya. "Keanehan apa lagi ini?""Keanehan kalau menyenangkan patut kita syukuri," kata Jaka. "Jadi jalan saja terus."Ia tidak peduli dengan segala keanehan yang terjadi. Yang penting cepat sampai di rumah. Malam sudah menjelang fajar. Abah dan Ambu pasti gelisah menunggu. Sangkaan mereka pasti ia dijemput utusan dari kerajaan, padahal terjebak di hutan sialan ini."Mobil jalan kan?" tanya Fredy."Terbang juga bodo amat.""Maksudnya tidak bergerak di tempat.""Kamu lihat pepohonan terlewati, berarti taksi ini tidak bergerak di tempat.""Kamu tidak merasakan sesuatu yang ganjil?""Nikmati saja keganjilan ini. Tidak usah banyak berpikir."Jaka sudah lelah memikirkan kejadian malam ini. Mereka banyak mengalami peristiwa yang
Sebuah bangunan besar bertingkat terbuat dari kayu langka terlihat sangat indah dengan lampu lampion bermodel unik dan antik. Di pelataran terdapat pendopo memanjang dengan sekat-sekat kecil untuk menambatkan kuda, dan saat itu sudah terisi semua.Pondok Cinta, begitu pengunjung menyebut penginapan itu. Satu-satunya rumah bordir yang ada di wilayah barat. Di penginapan ini bukan hanya tersedia layanan kebutuhan batin, tamu bebas untuk berjudi dan pesta tuak semalam suntuk, asal tidak membuat keributan. Jika ada yang berani berbuat onar, beberapa penjaga berilmu tinggi siap untuk mengusir.Jadi pondok itu aman untuk tamu yang sekedar singgah buat mengisi perut atau beristirahat setelah menempuh perjalanan jauh.Beberapa kamar disediakan untuk pengelana rimba, begitu mereka menyebut tamu yang sekedar mampir untuk makan atau menginap. Sementara untuk pengelana cinta ada banyak kamar yang di dalamnya dihuni perempuan cantik. Mereka tidak menjajakan rayuan, tapi menunggu di dalam kamar.Per
"Ternyata sampai juga," kata Fredy sambil membelokkan taksi memasuki pelataran Pondok Cinta. "Aku sangka kayak di hutan bunian, cuma bolak-balik."Fredy menghentikan taksi di depan pintu masuk. Malam sudah menjelang pagi. Suasana kelihatan sepi. Satupun tidak ada makhluk yang lalu lalang.Mereka turun."Kayaknya penginapan," kata Jaka. "Banyak kuda tamu di pendopo.""Penginapan apa rumah hantu?" cetus Fredy. "Sepi banget.""Mereka bangsa pemalas. Di kita jam segini sudah berkeliaran mencari rejeki.""Namanya penginapan untuk tempat beristirahat. Mereka pasti bangun siang. Di penginapan masa mencari rejeki?""Banyak yang mencari rejeki di penginapan.""Rumah bordir maksudnya?""Otakmu bawaannya ngeres saja. Penginapan itu tempat mencari rejeki bagi pegawainya.""Berarti benar bangsa pemalas. Pegawai jam segini belum bangun.""Untuk lebih jelasnya kita masuk. Siapa tahu tidak ada penerima tamu, atau tidak buka dua puluh empat jam.""Tunggu sebentar," ujar Fredy membuat langkah Jaka terhe
Kakek renta berbadan ceking muncul dari dalam penginapan dengan tergesa, di belakangnya menyusul perempuan gembrot mengenakan sarung dengan muka kesal, dan berteriak, "Jangan kabur, perampok!""Enak saja bilang aku perampok! Aku sudah merampok apa?""Merampok diriku!""Aku sudah bilang kantong uangku ketinggalan! Aku bayar nanti!""Modus! Kantong kemenyan dibawa masa kantong uang lupa?""Kalau aku lupa bawa kantong kemenyan, terus aku ngamar pakai apa?""Ada apa, Tongkat Bertuah?" tegur Iblis Cinta yang baru selesai memperbaiki penyok-penyok kecil pada taksi. "Pagi buta begini sudah bikin gaduh.""Tarif lontemu kemahalan," lapor Tongkat Bertuah. "Padahal perempuan sisa.""Bedebah! Minta dilayani tiga kali bilang perempuan sisa!""Berapa bayaranmu, Cemani?" tanya Iblis Cinta."Tiga keping emas."Iblis Cinta terkejut. "Mahal sekali!""Untuk tiga ronde, tuanku."Iblis Cinta bertanya pada Tongkat Bertuah, "Kau merasa kemahalan sekeping emas untuk sekali main?""Ia minta tiga keping emas un
Jaka memiliki dua pilihan untuk keluar dari negeri ini, pergi ke mata air pengukuhan di istana atau mencari Ki Gendeng Sejagat. Dua-duanya adalah pilihan buruk.Pergi ke istana berarti ia harus menikah dengan puteri kerajaan dan mengkhianati cinta Nabila. Sementara mencari pertapa sakti itu adalah perbuatan sia-sia. Ia sudah lama menghilang dari dunia perkelahian. Namun semangatnya untuk mencari gerbang keluar tidak luntur. Ia sudah berjanji ke orang tuanya untuk segera pulang, dan ia tidak pernah ingkar janji.Lagi pula, tidak ada makhluk di jagad raya ini yang segala tahu sekalipun berilmu tinggi. Iblis Cinta belum tentu sepenuhnya benar. Jadi mungkin saja ada jalan lain untuk menembus gerbang gaib.Kabar tentang kedatangan mereka sudah tersebar ke seluruh penghuni pondok, sehingga ketika ada tamu keluar dari sebuah kamar, puteri lonte penghuni kamar itu meminta pelayan untuk segera menghubungi mereka seolah takut keduluan oleh temannya."Apakah di antara kalian ada yang berkenan un
"Satu lagi yang perlu kau ketahui sebelum pergi, anak muda," pesan Iblis Cinta. "Aku adalah bangsawan Asir, makhluk yang tidak peduli dengan urusan makhluk lain. Aku hanya bisa melindungi kalau kau tinggal di Pondok Cinta karena siapapun tidak diijinkan untuk berbuat kegaduhan. Jadi ketika kau berurusan dengan mereka dan datang ke pondok ini, aku tidak bisa membantu." Jaka sudah duduk di punggung kuda siap-siap berangkat dengan perbekalan beberapa kantong keping perak dan emas."Akan kuingat kata-katamu, Iblis Cinta," kata Jaka. "Sampai jumpa di duniaku."Jaka menghela kuda dan meninggalkan halaman Pondok Cinta. Ia pergi ke arah barat daya sesuai dengan petunjuk Iblis Cinta, dimana pada wilayah itu tidak banyak berkeliaran kaum pemberontak."Ia memilih jalan untuk sengsara demi baktinya pada orang tua," geleng Iblis Cinta. "Pengembaraan manusia di wilayah barat laksana kelinci di kandang serigala." "Betul, tuanku," ujar Nunggal Jati, kepala penjaga yang berdiri di sampingnya. "Aku be