Jaka terkejut melihat perubahan di wajah Patih Mahameru. "Ada apa, Paman Patih? Kau kelihatan ketakutan sekali?""Tuan Muda dan puteri mahkota sebaiknya lekas pergi," kata Patih Mahameru tercekat. "Makhluk bermata satu itu adalah si Setan Jagat, guru Pangeran Tengkorak yang dibunuh oleh Tuan Muda tempo hari. Ia pasti mau menuntut balas atas kematian muridnya."Muridnya saja sangat sakti, pikir Jaka. Setiap pukulannya mengandung hawa racun yang sangat mematikan. Ia pasti sudah tewas kalau tidak dilindungi air mata bidadari dan air kehidupan yang bercampur di dalam darahnya.Jaka tidak dapat mengandalkan prajurit kerajaan untuk menghadapinya. Mereka bisa mati konyol."Kau adalah panglima balatentara," kata Jaka. "Kau seharusnya pantang menunjukkan rasa gentar, siapapun musuh yang dihadapi. Jangan membuat pasukanmu jatuh mental." "Saya tidak takut mati, Tuan Muda," elak Patih Mahameru tidak enak. "Saya mengkhawatirkan keselamatan Tuan Puteri. Saya tidak bisa melindunginya dari kekejaman
Si Setan Jagat mengerahkan tenaga dalam untuk menghilangkan rasa nyeri di selangkangannya. Darah rembes membasahi celana. Pemuda tengik itu sudah menghancurkan jimatnya."Aku minta kau pergi dari hadapanku," kata Jaka sambil duduk di atas kursi kereta yang terbuka, karena atap dan dinding lepas terbawa angin. "Anggap saja kau memperoleh pengampunan."Makhluk bermata satu tidak sudi untuk pergi. Ia ingin membalas perlakuan Jaka Slebor yang telah menghancurkan kantong kemenyannya. "Kau belum menang, anak muda," geram si Setan Jagat murka. "Aku tidak akan pergi sebelum membalas perbuatanmu."Makhluk bermata satu mengeluarkan jurus pamungkas yang dimilikinya. Gerakan tangan dan kaki menimbulkan deru hebat, pertanda ia mengerahkan seluruh tenaga dalam. Kedua tangannya secara perlahan berubah ungu. Dewi Anjani yang menunggu di balik pohon tampak gelisah melihat Jaka Slebor duduk tenang-tenang saja. Ia tidak tahu jurus apa yang dikeluarkan oleh si Setan Jagat, tapi pasti sangat luar biasa.
Jaka melarang mereka keluar dari persembunyian dengan berteriak, "Diam di tempat kalian! Daerah ini berbahaya!"Udara di areal bekas pertarungan belum bersih dari racun akibat pukulan Badai Salju dari si Setan Jagat. Mereka bisa mati mengenaskan kalau sampai menghirupnya.Jaka melesat terbang dari kursi kereta sambil membawa mahkota bersusun tiga, dan berlari dengan cepat di angkasa laksana burung rajawali memburu mangsa, lalu melayang turun di hadapan mereka.Semua mata memandang takjub kepada anak muda ini. Ia telah mampu melenyapkan tokoh sakti mandraguna dari kerajaan Timur yang paling ditakuti oleh semua ratu, karena memiliki jurus Racun Bumi yang bisa membuat mereka jadi nenek renta dalam sekejap mata.Jaka berdiri dengan gagah dan berwibawa, ekspresi wajahnya memancarkan aura Raja Agung yang membuat seluruh mata tidak berani menatapnya. Kemudian ia menghampiri Gentong Ketawa dan memasang mahkota bersusun tiga di kepalanya, sambil berkata, "Pergilah ke Timur, pimpin kerajaan deng
Pedati raksasa berbentuk rumah kayu meluncur cukup cepat di jalan berkerikil dengan enam kuda menariknya.Jendela-jendela pedati terbuka untuk masuk angin segar sehingga di dalam ruang besar tidak kekurangan udara.Para prajurit yang berpakaian rakyat biasa duduk di alas kayu yang licin. Keempat petinggi istana berdiri di dekat jendela sambil memperhatikan situasi di luar dengan berpakaian ala pendekar.Perjalanan menuju kampung terdekat terhambat karena banyak gangguan. Jaka sebenarnya ingin membawa Dewi Anjani untuk pergi lebih dulu ke perkampungan. Berjalan kaki dengan ilmu peringan tubuh lebih cepat sampai. Tapi meninggalkan pengawal melanggar protokol kerajaan.Mereka diperkirakan baru tiba senja nanti."Kanda," kata Dewi Anjani memecah kesunyian. Di wajahnya terbersit keraguan untuk melanjutkan ucapannya."Ada apa, dinda?" tanya Jaka ketika kelanjutan ucapannya tidak terdengar juga.Dewi Anjani bertanya dengan hati-hati karena takut menyinggung perasaan calon pangerannya, "Apakah
Dua nenek renta duduk kepayahan di jalan berkerikil, menghalangi langkah kuda yang menarik pedati raksasa. Mereka kelihatannya habis berlari jauh dan terkuras tenaganya.Patih Mahameru menghampiri, dan berkata dengan sopan, "Maaf, Nek. Istirahatnya di tepi jalan. Kereta saya mau lewat."Nenek berpakaian putih melotot marah, "Sabar sedikit, aku juga lagi buru-buru. Memangnya cuma kamu yang ada kepentingan?"Patih Mahameru terkejut. Ia hapal betul dengan suara itu. Matanya mengamati secara seksama, dari ujung kaki sampai ujung rambut. Ada keanehan pada nenek renta itu. Rambutnya hitam legam seperti perempuan berusia muda, suaranya juga. Tubuhnya padat berisi. Kulitnya saja keriput membuat ia kelihatan seperti nenek renta."Kenapa kau melihatku dengan mata jelalatan begitu?" sergah nenek berpakaian serba putih. "Kau bergairah melihatku? Sungguh aneh!""Kau ... Gagak Betina?" tanya Patih Mahameru terbata."Ya," jawab nenek itu. "Dan nenek berbaju ungu di sampingku adalah Nyai Penghasut Bir
Dua nenek renta itu terkejut melihat pemuda yang keluar dari dalam pedati raksasa."Jaka...!" seru mereka serempak.Jaka melongo. Ia biasanya tersohor di kalangan perempuan cantik. Sebuah keajaiban ada nenek-nenek mengenal dirinya."Aku Minarti," kata Nyai Penghasut Birahi. "Kau pasti tidak mengenalku dengan rupa seperti ini."Mereka pernah bertemu di Puri Mentari dalam pagelaran tari striptis.Jaka hapal suaranya, meski baru dua kali bertemu. Pada pertemuan pertama Minarti menyamar sebagai pengungsi, padahal lagi mengadakan acara ritual sebelum pertunjukan."Kau lagi mengadakan acara ritual?" tanya Jaka. "Ada pagelaran di mana lagi? Bukankah cuma di Kadipaten Barat kau boleh menari telanjang?""Aku terkena pukulan Racun Bumi," jawab Minarti kecut. "Ada dua pendekar lagi yang terkena racun, tapi mereka sudah berusia lanjut. Mereka merasa lebih gagah dengan keadaan sekarang.""Kamu juga terlihat lebih seksi," puji Jaka jujur. "Kulit keriput tidak bisa menutupi pesona tubuhmu."Wajah Min
Dewi Anjani masuk lagi ke dalam kereta pedati raksasa, tanpa memancarkan ekspresi berlebihan. Ia berusaha menyembunyikan cemburunya di hadapan dayang dan para prajurit.Nirmala heran, dan bertanya, "Kok masuk lagi, Tuan Puteri?""Tidak ada kejadian apa-apa di luar," jawab Dewi Anjani tenang, seolah tidak mempedulikan bara yang membakar hatinya. "Tuan Muda lagi berbincang dengan Nyai Penghasut Birahi dan Gagak Betina.""Mengapa begitu lama? Ada kepentingan apakah mereka dengan Tuan Muda?""Bibi Nirmala kan tahu kalau Gagak Betina pernah mempunyai rasa kepada Paman Patih. Nah, sekarang mereka bertemu, senangnya pasti tidak terbayangkan.""Lalu Nyai Penghasut Birahi?""Aku tidak tahu di mana Tuan Muda pernah bertemu, sehingga mereka kelihatan begitu akrab."Nirmala tahu puteri mahkota memendam kecewa atas calon pangeran. Keakraban Jaka Slebor dan Minarti pasti diawali dengan pertemuan romantis. Pendekar binal itu adalah pemilik Puri Mentari yang menyediakan jasa prostitusi untuk kaum ban
Patih Mahameru terkejut mendengar teriakan Pratiwi yang demikian menggelegar. Tambah terkejut, ia tahu percakapannya dengan Dewi Anjani."Kau pikir si Rinjani suka om-om?" teriak Pratiwi lagi. "Maka itu kau puji-puji!"Puteri mahkota dari Selatan kiranya memiliki ilmu Serap Bunyi sangat tinggi sehingga mampu mendengar obrolan mereka padahal suara mereka sangat pelan, para prajurit yang duduk di belakang saja tidak mendengar.Percuma mereka menyamar jadi penyedia jasa transportasi pengungsi, ternyata ketahuan juga oleh pendekar berilmu tinggi."Mau apa si Pratiwi menghadang jalan kita?" cetus Dewi Anjani tak habis pikir. "Apakah ia juga menginginkan Jaka Slebor?""Baiknya kita keluar, Tuan Puteri," kata Patih Mahameru. "Sungguh di luar dugaan kalau puteri mahkota dari Selatan ikut dalam perburuan Raja Agung."Di antara puteri mahkota, Pratiwi memiliki ilmu kanuragan paling tinggi. Ia sempat berguru pada si Setan Jagat, di samping mewarisi ilmu kerajaan Selatan.Pratiwi juga mempunyai t