Dua nenek renta duduk kepayahan di jalan berkerikil, menghalangi langkah kuda yang menarik pedati raksasa. Mereka kelihatannya habis berlari jauh dan terkuras tenaganya.Patih Mahameru menghampiri, dan berkata dengan sopan, "Maaf, Nek. Istirahatnya di tepi jalan. Kereta saya mau lewat."Nenek berpakaian putih melotot marah, "Sabar sedikit, aku juga lagi buru-buru. Memangnya cuma kamu yang ada kepentingan?"Patih Mahameru terkejut. Ia hapal betul dengan suara itu. Matanya mengamati secara seksama, dari ujung kaki sampai ujung rambut. Ada keanehan pada nenek renta itu. Rambutnya hitam legam seperti perempuan berusia muda, suaranya juga. Tubuhnya padat berisi. Kulitnya saja keriput membuat ia kelihatan seperti nenek renta."Kenapa kau melihatku dengan mata jelalatan begitu?" sergah nenek berpakaian serba putih. "Kau bergairah melihatku? Sungguh aneh!""Kau ... Gagak Betina?" tanya Patih Mahameru terbata."Ya," jawab nenek itu. "Dan nenek berbaju ungu di sampingku adalah Nyai Penghasut Bir
Dua nenek renta itu terkejut melihat pemuda yang keluar dari dalam pedati raksasa."Jaka...!" seru mereka serempak.Jaka melongo. Ia biasanya tersohor di kalangan perempuan cantik. Sebuah keajaiban ada nenek-nenek mengenal dirinya."Aku Minarti," kata Nyai Penghasut Birahi. "Kau pasti tidak mengenalku dengan rupa seperti ini."Mereka pernah bertemu di Puri Mentari dalam pagelaran tari striptis.Jaka hapal suaranya, meski baru dua kali bertemu. Pada pertemuan pertama Minarti menyamar sebagai pengungsi, padahal lagi mengadakan acara ritual sebelum pertunjukan."Kau lagi mengadakan acara ritual?" tanya Jaka. "Ada pagelaran di mana lagi? Bukankah cuma di Kadipaten Barat kau boleh menari telanjang?""Aku terkena pukulan Racun Bumi," jawab Minarti kecut. "Ada dua pendekar lagi yang terkena racun, tapi mereka sudah berusia lanjut. Mereka merasa lebih gagah dengan keadaan sekarang.""Kamu juga terlihat lebih seksi," puji Jaka jujur. "Kulit keriput tidak bisa menutupi pesona tubuhmu."Wajah Min
Dewi Anjani masuk lagi ke dalam kereta pedati raksasa, tanpa memancarkan ekspresi berlebihan. Ia berusaha menyembunyikan cemburunya di hadapan dayang dan para prajurit.Nirmala heran, dan bertanya, "Kok masuk lagi, Tuan Puteri?""Tidak ada kejadian apa-apa di luar," jawab Dewi Anjani tenang, seolah tidak mempedulikan bara yang membakar hatinya. "Tuan Muda lagi berbincang dengan Nyai Penghasut Birahi dan Gagak Betina.""Mengapa begitu lama? Ada kepentingan apakah mereka dengan Tuan Muda?""Bibi Nirmala kan tahu kalau Gagak Betina pernah mempunyai rasa kepada Paman Patih. Nah, sekarang mereka bertemu, senangnya pasti tidak terbayangkan.""Lalu Nyai Penghasut Birahi?""Aku tidak tahu di mana Tuan Muda pernah bertemu, sehingga mereka kelihatan begitu akrab."Nirmala tahu puteri mahkota memendam kecewa atas calon pangeran. Keakraban Jaka Slebor dan Minarti pasti diawali dengan pertemuan romantis. Pendekar binal itu adalah pemilik Puri Mentari yang menyediakan jasa prostitusi untuk kaum ban
Patih Mahameru terkejut mendengar teriakan Pratiwi yang demikian menggelegar. Tambah terkejut, ia tahu percakapannya dengan Dewi Anjani."Kau pikir si Rinjani suka om-om?" teriak Pratiwi lagi. "Maka itu kau puji-puji!"Puteri mahkota dari Selatan kiranya memiliki ilmu Serap Bunyi sangat tinggi sehingga mampu mendengar obrolan mereka padahal suara mereka sangat pelan, para prajurit yang duduk di belakang saja tidak mendengar.Percuma mereka menyamar jadi penyedia jasa transportasi pengungsi, ternyata ketahuan juga oleh pendekar berilmu tinggi."Mau apa si Pratiwi menghadang jalan kita?" cetus Dewi Anjani tak habis pikir. "Apakah ia juga menginginkan Jaka Slebor?""Baiknya kita keluar, Tuan Puteri," kata Patih Mahameru. "Sungguh di luar dugaan kalau puteri mahkota dari Selatan ikut dalam perburuan Raja Agung."Di antara puteri mahkota, Pratiwi memiliki ilmu kanuragan paling tinggi. Ia sempat berguru pada si Setan Jagat, di samping mewarisi ilmu kerajaan Selatan.Pratiwi juga mempunyai t
Jaka Slebor tiba-tiba saja jadi trending topik di kampung terdekat dengan Hutan Gerimis.Pendekar Lembah Cemara telah mengangkat Gentong Ketawa menjadi penguasa di kerajaan Timur, dan ia berasal dari kampung ini.Mereka sangat bangga meski bukan sanak famili, bahkan kenal saja tidak. Dan memuji setinggi langit Jaka Slebor yang dianggap sangat merakyat.Kebanggaan mereka tidak menjadi penyesalan walau pengangkatan itu berdampak buruk pada situasi kampung. Makhluk di dataran ini ternyata sangat banyak yang tidak suka rakyat kecil jadi penguasa, dengan modus beraneka ragam.Kampung yang semula tenteram dan damai mendadak banyak terjadi kekacauan akibat ulah sekelompok pendekar yang mengaku pendukung setia Pangeran Tengkorak dan si Setan Jagat.Tiap malam terjadi huru-hara, pembakaran pos jaga, perusakan fasilitas umum, dan penculikan perempuan. Kepala kampung jadi pusing tujuh keliling. Bantuan keamanan dari kadipaten sangat kurang
Kedatangan kereta pedati raksasa disambut penduduk dengan antusias. Mereka berdiri di sepanjang jalan melambaikan tangan kepada puteri mahkota yang muncul di jendela.Rombongan kerajaan memutuskan untuk tidak menyamar setelah mengetahui kampung di tepi Hutan Gerimis dalam situasi kurang aman. Kehadiran puteri mahkota menghibur rakyat sehingga termotivasi menggalang kekuatan menghadapi para pengacau.Warga kampung sebenarnya kecewa tidak menemukan Jaka Slebor dalam rombongan. Pendekar Lembah Cemara telah mengharumkan nama kampung dengan mengangkat Gentong Ketawa jadi penguasa tertinggi di kerajaan Timur.Patih Mahameru memutuskan untuk menginap di kampung itu karena kuda butuh istirahat setelah seharian melakukan perjalanan.Dewi Anjani menolak untuk beristirahat di penginapan. Ia memilih tidur di pedati raksasa sehingga memudahkan penjagaan. Patih Mahameru terpaksa menyewa perlengkapan tidur dari penginapan. Prajurit berjaga-jaga di sekitar pedati secara bergantian.Menjelang malam,
Rasa kecewa begitu kental mewarnai wajah Jaka. Si Gemblung seakan tahu kalau majikannya lagi galau, maka ia berlari sekencang-kencangnya untuk segera mencapai tujuan. Keterlambatan adalah kematian bagi Gentong Ketawa dan kawan-kawan.Tapi untuk sampai ke istana kerajaan Timur butuh empat hari perjalanan tanpa istirahat, dan itu tidak mungkin. Jaka masih berada di Hutan Gerimis padahal sudah lewat tengah malam. Jalur perdagangan umum yang merupakan wilayah tak bertuan masih jauh. Di sepanjang jalan itu banyak penginapan dan ramai oleh rombongan saudagar dari berbagai negeri.Jaka terpaksa berhenti dan beristirahat di bawah pohon besar dan rindang sehingga terlindung dari hujan gerimis yang tidak biasanya turun lewat tengah malam."Ini dinner untukmu, Gemblung," kata Jaka sambil menyodorkan beberapa potong pizza dengan toping organ intim kuda betina, dan lemonade satu panci penuh. "Selamat menikmati hidangan.""Yang Mulia tidak makan?" tan
Ki Gendeng Sejagat pergi menghilang di angkasa."Main pergi saja," omel Jaka. "Aku mau nanya soal nama tongkat petir dan jubah Raja Agung."Jaka melemparkan jubah ke udara. Jubah itu menghilang, lalu memanggilnya dengan asal, "Jablay datanglah."Jubah Raja Agung melesat turun dari angkasa. Jaka menangkapnya, kemudian dilemparkan lagi ke udara. Matanya terpejam dan memusatkan pikiran ke jubah. Pakaian kebesaran itu muncul lagi dari udara. "Sialan," maki Jaka. "Aku kena tipu. Jubah ini tak bernama. Jangan-jangan tongkat petir juga sama."Jaka memejamkan mata dengan pikiran fokus ke tongkat petir. Tongkat itu melesat dari udara dan hinggap di tangannya."Dasar kakek edan," gerutu Jaka. "Aku kena tipu. Tongpet...Jura...apaan itu? Untung tidak ada yang menganggapku gila."Jaka melemparkan benda pusaka itu ke angkasa. Jaka memejamkan mata untuk beristirahat. Ada getaran sambung kalbu dari Dewi Anjani. Ia membuka pin