Jenazah Suamiku
Bab 10 : Pembicaraan Dua Orang
"Wulan, malam ini kamu dan Winka menginap di sini, ya? Besok pagi baru diantar Pak Jaja dan Restu pulang." Nyonya Hera menghampiriku.
"Aduh ... Nyonya ... Gimana, ya?" Aku jadi bimbang.
"Nurut saja, besok diantar pulang kok. Ayo!" Nyonya Hera menggandeng tanganku.
"Tapi ... Nyonya .... " Perasaanku jadi tak enak saja.
"Nggak usah tapi-tapian, malam ini nginap di sini dulu." Nyonya Hera mengantarku ke kamar istirahat tadi.
"Baiklah, Nyonya. Hmm ... Nyonya ... Sebenarnya ... Almarhum Bang Wawan ada hutang apa sih sama keluarga Nyonya? Hmm ... Maksud saya ... Hutangnya itu berapa banyak?" tanyaku sambil menarik tangan Nyonya Hera untuk duduk di atas tempat tidur.
"Hmm ... Masalah hutang itu .... "
"Ibu udah datang .... "
Belum sempat Nyonya Hera menjawab, Winka sudah berlari masuk ke dalam kamar dan memelukku.
"Nak, Ibu lagi bicara sama Nyonya Hera. Kamu udah wudh
Jenazah SuamikuBab 11 : Pulang"Ma, Restu berangkat dulu, udah mepet ini waktunya." Pria arrogant itu segera masuk ke dalam mobil saat melihatku mendekat ke arah mereka.Mobil hitam itu melaju pergi, meninggalkan perkarangan rumah mewah milik Nyonya Hera yang tak pernah terlihat suaminya itu. Mungkinkah dia janda sama sepertiku? Ah, kembali ke inti permasalahan."Wulan, kamu dan Winka pulang diantar Pak Jaja. Restu--putra saya tak bisa ikut mengantar, dia ada rapat penting pagi ini di kantornya," ujar Nyonya Hera."Hmm ... Iya, Nyonya, nggak apa-apa," jawabku."Ayo, saya antar ke mobil!" Dia hendak menggandeng tangan ini tapi aku sudah terlebih dahulu menarik tangannya."Nyonya ... Ada hal penting yang ingin saya tanyakan kepada anda .... " ujarku dengan debaran keras di dada, tangan ini mendadak dingin. Aku orangnya mudah gugup dan agak sulit bicara, walau terkadang agak bawel. Aku juga tak mengerti tentang sifatku ini yang terkadan
Jenazah SuamikuBab 12 : Ponsel dari EyangPerjalanan pulang ini tak setragis waktu pergi kemarin karena aku dan Winka tertidur sepanjang jalan. Baru tersadar ketika dibangunkan Pak Jaja karena ternyata mobil sudah berhenti di depan rumah."Dari mana kalian berdua ini pakai diantar pakai mobil segala?" Bang Wahyu menghentikan motornya di depan rumah saat mobil Pak Jaja sudah berlalu pergi."Winka, kamu masuk dulu sana, itu rumah kita udah dibukakan Pak Jaja," ujarku kepada Winka. Iya, Pak Jaja yang baik itu telah membukakan pintu rumah, dan membawakan masuk semua perbekalan dari Nyonya Hera yang aku pun tak tahu apa saja yang ia berikan itu."Hey, bengong saja kamu! Kesambet arwahnya Wawan apa?!" Bang Wahyu mengibas-ngibaskan tangannya di hadapanku."Hihiii ... Aku bukan Wawan, tapi aku adalah penunggu pohon jambu di depan rumahmu!!!" Aku pura-pu
Jenazah SuamikuBab 13 : Cerita Masa Lalu"Aku sangat yakin kalau itu adalah suara dering ponsel yang berasal dari dalam kamar ini." Kak Wati bergerak cepat menuju kamar kami yang hanya bertutupkan tirai itu."Kak Wati!" Aku segera menghalanginya untuk masuk."Wulan, minggir kamu, aku mau lihat benda apa itu? Kamu sudah pandai main rahasia-rahasiaan, ya, sama Kakak sendiri!!" Kak Wati melototiku."Kak, jangan sembarangan masuk kamar orang begini! Aku nggak suka dan nggak akan izinkan Kakak mengacak-ngacak isi kamar kami!" Aku balas melototi wanita bertubuh subur-makmur itu."Aku mau lihat sumber suara itu, pasti ponsel 'kan, ya? Mengaku saja! Dapat dari mana kamu barang mahal itu?!" Kak Wati berkacak pinggang dengan bola mata garangnya."Nggak ada apa-apa di kamar, sebaiknya Kak Wati dan Ibu pulang deh!" Aku menggiring mereka menuju pintu.Kak Wati melengos kesal karena telah gagal masuk kamar dan kini malah kudorong keluar dar
Jenazah SuamikuBab 14 : Perjanjian Dua Saudara"Bu Hera, saya hanya mencintai almarhum Bang Wawan saja dan takkan bisa mengabulkan keinginan Ibu untuk menikah dengan Tuan Restu. Walau wajah mereka mirip, tapi mereka orang yang berbeda," ujarku tiba-tiba setelah sama-sama diam beberapa saat."Tapi, Restu sudah berjanji kepada Wawan untuk menikahi kamu, Wulan!" Bu Hera menggenggam tanganku."Bang Wawan tega ... Menyuruh saudara kembarnya menikahi istri jandanya?" Aku menitikkan air mata mendengarnya, perasaan jadi tak menentu. Antara kesal juga sesak."Jangan salah paham, Wulan! Itu isi dari perjanjian mereka, karena pada awalnya ... Wawan melarang kami menemui kalian meski ia sudah tak ada pun. Akan tetapi Restu tetap ngotot, karena demi Wawan ... ia telah banyak berkorban. Tapi ... Wawan malah meminta Restu menikahi kamu sekalian jika tetap ngotot menemui kamu, Winka, juga makamnya." Bu Hera kembali berkata.Ya Tuhan, kepalaku semakin mumet
Jenazah SuamikuBab 15 : Saudagar Tambang EmasDengan langkah ragu-ragu, aku naik juga ke teras rumah Ibu dan melewati lorong sebelah kanan untuk masuk lewat pintu samping. Dengan jantung yang mendadak berdebar kencang, kusempatkan melirik lewat jendela kaca samping. Ah, seperti ada pembicaraan serius diantara rombongan orang asing dengan keluargaku itu. Entah kenapa, perasaanku semakin tak tenang saja."Wulan, akhirnya kamu datang juga. Ayo masuk!" Kak Melati--istri kedua Bang Wahyu menyambutku ramah dan ini tak seperti biasanya. Benar-benar mencurigakan. "Kak Mawar, Wulan sudah datang ini!" sambungnya sambil menariakkan nama istri pertama Abangku. Iya, mereka hidup rukun damai dan entah ilmu pelet jenis apa juga yang digunakan Bang Wahyu untuk menjinakkan dua wanita dengan nama bunga-bungaan itu."Wulan, adik iparku ... Ayo ke kamar Kakak!" Kak Mawar menarikku ke dalam kamarnya.Tak salah lagi, pasti ada apa-apanya ini. Oke, Wulan, kalem aj
Jenazah SuamikuBab 16 : Dijaga 10 PremanKutumpah segala kesusahan di hati ini di atas sajadah, lewat sujud panjang dengan harapan Allah memberikan pertolongan-Nya atas masalah berat yang sedang kualami sekarang.Keluargaku memang keterlaluan dan ancaman Bang Wahyu sungguh membuatku takut. Jika aku dan Winka nekad kabur, maka dia akan membakar makam Bang Wawan. Sungguh sadis memang ancamannya, dia manusia paling zholim."Bu, kok nasinya cuma dipandangin aja sih? Ayo, dimakan! Ibu kenapa sih? Coba cerita sama Winka!" ujar Winka mengejutkan lamunanku."Eh, iya, Nak. Ibu makan kok," jawabku sambil menyuap nasi ke mulut.Sebenarnya aku tak berselera untuk makan, tapi aku tak boleh terlalu larut dan menyiksa diri. Aku tetap harus kuat dan tak boleh pasrah dengan keadaan.Usai makan malam berdua, Winka langsung mengemaskan piring kotor dan membawanya ke tempat pencucian. Putriku ini terlihat semakin pintar saja, dia selalu berusaha m
Jenazah SuamikuBab 17 : Kabur"Ibu jangan keluar sendiri, Winka ikut! Suara Om Restu 'kan itu yang kesakitan?" Winka menarik tanganku, ia terlihat menahan tangis."Nak, kamu tunggu di kamar saja, biar Ibu yang nolongin Om Restu!" Aku menghapus cepat air mataku sembari mengusap kepalanya dan mendorongnya melangkah menuju kamar.Perasaanku campur aduk saat ini, antara kesal, khawatir juga takut. Ya Allah, bantu hamba."Winka, cepat masuk kamar!" teriakku pada Winka yang ternyata masih berdiri di depan tirai."Ibu hati-hati!" jawabnya dengan berteriak pula sambil masuk ke dalam kamar.Aku menghembuskan napas panjang dan membuka pintu dengan perlahan. Benar saja dugaanku, ternyata preman itu sedang menghajar Restu--saudara kembar Bang Wawan.Dengan berusaha mengerahkan segenap keberanian, aku turun dari rumah. Aku takkan membiarkan preman itu membunuh kembaran suamiku. Kuseka air mata di pipi dengan kasar sambil membawa kayu
Jenazah SuamikuBab 18 : Hanya Wulan!"Tuan Wahyu, Tuan Wahyu!!!"Rumah keluarga Wahidin diketuk 2 orang preman bertubuh kekar, namun penuh luka dan babak belur."Tuan Wahyu, buka pintunya!!" Kedua berteriak bersamaan.Pria berkumis tebal yang dipeluk oleh dua istri di kanan dan kirinya itu menajamkan pendengaran sembari membuka matanya."Mawar, Melati, pinggirkan tangan kalian ini!" sentak Wahyu garang kepada dua istrinya itu."Ada apa sih, Bang?" rengek Melati--sang istri kedua."Abang .... " Mawar malah tak mau kalah saing, bukannya menjauh, ia malah semakin mengeratkan pelukannya.Melihat sang madu masih bermanja di dada sang suami, Melati pun tak mau kalah saing. Ia juga semakin menempelkan tubuh kepada sang suami."Aagghh ... Kalian ini, minggir sana! Ada yang teriak-teriak itu di depan pintu!" Wahyu segera bangun dan mendorong dua istrinya itu."Abang .... " Keduanya kembali merengek manja.