Jenazah Suamiku
Extra Part 2
"Ini martabak setannya udah jadi, buruan dicicipin. Aku mau mandi dulu, setelah itu kita ke rumah sakit." Restu menghampiri Wulan sambil membawa sepiring martabak hasil buatannya.
"Kok bentuknya aneh gini sih, Mas?" Wulan yang sedang meringis sambil mengusap perutnya langsung mencebik.
"Dicicipi, jangan cuma dilihatin aja! Pasti enak itu rasanya," jawab Restu sambil menoleh sekilas lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Dengan wajah yang cemberut, Wulan mengambil sepotong martabak yang bentuknya amat jelek itu lalu menggigitnya sedikit.
"Hmm ... Enak juga, pedesnya mantap." Wulan menyunggingkan senyum sambil mengambil satu martabak lagi dan melahabnya dengan nikmat.
Rasa nyeri di perut juga pinggangnya hilang sudah, yang ada hanya rasa kenyang juga puas akan tujuh potong martabak yang sudah berpindah ke dalam perutnya. Karena saking nikmatnya, Wulan sampai mencicipi jarinya satu persatu.
"Sayang, masih ad
Jenazah Suamiku1Bab : Dimakamkan Depan Rumah"Gali tanah, terus kubur! Beres deh!""Iya, betul itu. Nggak usah banyak gaya mau bikin acara pesta kematian segala!""Baguslah dia cepat mati, berarti kamu tak perlu repot-repot lagi mengurusi dia yang penyakitan lagi.""Pulang sana, kami tak sudi mengurusi mayat suamimu yang semasa hidupnya tak pernah berguna itu!"Begitulah kata-kata yang kudapat saat datang ke rumah Ayah dan Ibu yang juga dihuni oleh saudara-saudaraku itu, padahal aku ke sana dengan membawa berita duka meninggalnya Bang Wawan--suamiku. Pria yang sudah 10 tahun membina rumah tangga dalam kesederhanaan juga cinta kasih bersamaku. Rumah tangga kami bahagia, walau kami miskin.Kupercepat langkah menuju gubuk kami, di mana Winka--putriku yang berusia 8 tahun itu kusuruh menunggui jenazah Ayahnya.Saat tiba di sana, terlihat sudah ada satu orang tetangga yang datang padahal aku belum memberitahu mereka, sebab ya
Jenazah SuamikuBab 2 : Meninggalkan Hutang"Assalammualaikum," ucap seorang wanita paruh baya dengan gamis putih."Wa--waalaikum--salam .... " jawabku dengan susah payah karena mataku kini tertuju kepada sosok pria berkacamata hitam mirip almarhum Bang Wawan, hanya saja dia berpenampilan lebih glamor dan tak sesederhana suamiku."Apa benar ... Kamu yang bernama Wulandari?" tanya wanita itu lagi.Aku mengangguk dengan debaran keras di dada yang tak dapat untuk kuredam, tangan ini mendadak dingin. Wajahku menegang, aku bingung dan takut"Hmm ... Anda-anda semua ini siapa? Ada keperluan apa datang ke sini?" Bang Wahyu angkat bicara juga sambil mengusap kumis tebalnya, dia menatap bergantian empat orang asing di hadapan kami. Dua orang wanita paruh baya, satu orang nenek tua dan satu orang pria bertubuh tegap yang wajahnya mirip suamiku."Kami ke sini hanya ingin melayat saja, sekalian membeberkan hutang almarhum Wawan .... " Wanit
Jenazah SuamikuBab 3 : Titipan"Wulan, ini untuk kamu. Terima, ya." Wanita bergamis putih itu berbalik ke arahku dan memberikan sesuatu di tangan ini."Apa ini, Bu? Saya tak mau menambah hutang, sudah cukup hutang Bang Wawan yang sudah terpendam itu .... " jawabku dengan menatap amplop di tangan ini."Ini bukan pinjaman, anggap aja sebagai bentuk belasungkawa dari kami, buat jajan Winka. Salam, ya, untuk dia." Wanita itu segera membalikkan badan dan melangkah cepat menuju mobilnya.Aku tertegun, bagaimana dia bisa tahu nama putriku--Winka? Perasaan tadi aku tak ada menyebutkan namanya."Bu, siapa orang-orang tadi?" Suara Winka juga genggamannya di tangan ini segera membuatku tersadar, ternyata mobil mewah tadi juga sudah berlalu dari depan rumah."Ibu nggak kenal mereka, Nak. Ya sudah, aku kita masuk!" Kurangkul pundak
Jenazah SuamikuBab 4 : Acara TahlilanSegera kutenteng dua kantong besar bungkusan dari Bu RT masuk ke dalam rumah, sepertinya isinya ini sembako. Begitulah tebakanku.Benar saja, ternyata isinya ada beras, gula, minyak, telor, mie instans, susu, biskuit dan dikantong satunya ada daging sapi, ayam, udang juga aneka sayuran dan bumbu dapur. Ya Allah, malaikat mana yang menitipkan semua ini? Ini sangat banyak dan bisa dimakan warga satu kampung. Aku menggaruk kepala bingung, memutar otak akan kuapakan bahan makanan sebanyak ini? Mau disimpan juga, takkan bisa karena di rumahku ini tidak ada lemari pendingin atau yang disebut kulkas itu.Cukup lama aku berpikir, hingga muncul ide di kepala ini. Senyum tipis terukir di bibirku, mungkin inilah saatnya aku mengadakan acara tahlilan untuk almarhum Bang Wawan. Aku akan memasak semua ini, lalu memanggil tetangga sekitar untuk mengirimkan doa untuk almarhum. Bukannya aku tak pernah mendoakan almarhum, tapi s
Jenazah SuamikuBab 5 : Dijemput Tuan Rentenir"Ada apa, Winka?" tanyaku sambil merangkul pundaknya yang sedang berdiri di depan pintu rumah kami."Itu ada Ayah, Bu! Ternyata Ayah belum meninggal," jawabnya dengan wajah yang berbinar-binar, menunjuk ke arah pria berkacamata hitam yang sedang berdiri di dekat makam almarhum Bang Wawan.Ah, pria arrogant itu lagi, Si Penagih Hutang. Sepertinya, dia itu rentenir dan aku membencinya. Dia pasti menjebak almarhum untuk meminjam uang dengannya, dasar licik! Aku yakin suamiku orang baik dan tak mungkin punya hutang walau kami hidup dalam kemiskinan."Dia bukan Ayahmu, Nak, Ayahmu sudah meninggal. Dia orang lain dan kita tidak mengenalnya," ujarku kepada Winka yang sudah hendak berlari turun dari rumah, mungkin kalau aku tak segera menghampirinya, dia sudah berlari memeluk rentenir itu karena memang mirip Ayahnya walau hanya dari wajah saja. Sedangkan penampilan sangat jauh berbeda."Oh, bukan
Jenazah SuamikuBab 6 : Mabuk Kendaraan"Kita mau ke mana, Bu?" tanya Winka saat dia sudah kupakaikan jilbab dari gamis lebaran dua tahun lalu, yang dibelikan oleh almarhum Bang Wawan saat izin ke Kota untuk menemui temannya dulu."Kita akan pergi ke suatu tempat, Nak, dan Ibu akan kerja di sana. Tapi ... cuma hari ini aja kok, sore nanti kita akan diantar pulang. Nah ... Kamu udah cantik, tinggal Ibu lagi yang harus ganti pakaian." Aku tersenyum kepadanya."Apa kita akan pergi naik mobil pria mirip Ayah, Bu?" Raut wajah Winka terlihat senang sekali."Dia tak mirip Ayahmu, Ayah orang baik ... Sedangkan pria itu ... Dia orang jahat. Kita harus hati-hati, Nak!" jawabku sambil menarik baju dari dalam lemari plastik yang sudah sobek-sobek itu."Oh ... Dia orang jahat." Wajah Winka langsung berubah murung sambil melangkah keluar dari kamar.Aku menghela napas berat, dia masih sangat kecil dan takkan mengerti jika kujelaskan maksud pria itu
Jenazah SuamikuBab 7 : Rumah Nyonya"Mbak Wulan, ayo masuk!" Sebuah suara segera membuatku tersadar."Eh, Pak Jaja .... " ujarku saat melihat Pak Jaja dan seorang wanita berseragam sama dengan pria paruh baya itu."Mbak Wulan, kenalkan ini istri saya ... Namanya Yani. Dia ini kepala Asisten Rumah Tangga di rumah ini." Pak Jaja menunjuk wanita di sebelahnya yang ternyata adalah istrinya."Selamat datang, Mbak Wulan." Wanita bernama Yani itu tersenyum ramah kepadaku. "Ayo, masuk ke dalam!""Hmm ... Pak Jaja ... Winka--putri saya mana, ya?" tanyaku dengan mengedarkan pandangan ke sekeliling."Dik Winka ada di dalam. Ayo, kita masuk, Mbak Wulan!" Yani--istrinya Pak Jaja yang menjawab, ia langsung menggandeng tanganku dan melangkah menuju rumah megah di hadapan kami.Aku mengangguk dan menurut saja, dengan mengedarkan pandangan ke sekitar. Katanya di rumah ini mau ada acara, tapi kok sepi-sepi aja."Assalammualaikum," ucapku
Jenazah SuamikuBab 8 : Jalan Kaki"Mbak Wulan, acaranya akan dimulai pukul 15.30. Ini pakaian ganti dari Nyonya, kita akan berangkat pukul 15.15, setelah sholat ashar." Yani masuk ke dalam kamar istirahatku bersama Winka."Jadi, acaranya bukan di rumah ini, Bu Yani? Lalu kapan saya disuruh kerjanya? Kok malah disuruh rebahan di kamar saja? Terus ... Kok disuruh ganti pakaian segala? Apa ini pakaian khas pelayan rumah ini?" Aku yang baru saja terkejut dari tidur segera melontarkan pertanyaan bertubi kepada wanita bertubuh ideal itu, walau usianya tak lagi muda."Hmm ... Bisa jadi ... Kurang lebih ... Demikianlah .... " Bu Yani menjawab dengan menahan senyum.Ah, semua orang di rumah ini semakin aneh saja. Masa jawabnya begitu, hadeehh."Saya permisi dulu, Mbak Wulan!" Yani--Si Kepala Asisten Rumah Tangga melangkah menuju pintu.Aku membuang napas kasar dan menatap Winka yang masih tertidur. Duh, untung aja ada selimut tebal, kalau ngg