Kerlap-kerlip mengisi seluruh ruangan itu. Club yang baru saja buka seminggu sudah mencapai pelanggan melebihi target. Ruangan yang hanya diisi dengan lampu kecil berwarna-warni mengisi ruangan itu. Keadaan gelap.
Seorang gadis cantik yang bernama, Aulia itu, berusaha mengumpulkan kesadarannya. Dalam keadaan mabuk dia meraba-raba sekelilingnya.
Terasa panas bagian tubuhnya, membuatnya lebih cepat berjalan melewati kerumunan orang-orang yang sedang asik bergoyang sambil melambaikan tangan di atas. Dengan bunyi alunan lagu yang memekak di telinga.
"Tolong aku, aku sudah tak tahan, uh," ucap gadis bernama Aulia itu.
Aulia Aurorencia, gadis polos yang terjebak di Club itu. Sahabatnya, yang bernama Rina, sengaja membawanya kesana agar mereka bisa bersenang-senang.
Ternyata, karena Rina yang tengah asik bergoyang di kerumunan itu, membuat Aulia merasa risih. Dia haus. Dia melihat seluruh ruangan itu ternyata banyak sekali pengunjungnya. Sangat sulit untuk mendapatkan air.
Seorang pria menyodorkan segelas air padanya. "Kamu pasti haus ya wanita cantik?" tanya pria itu. Pria yang berbadan besar dan mata yang melebar seketika saat melihat penampilan Aulia. Dari senyumnya yang terlihat nakal itu, mulai mendekati Aulia. Karena merasa takut Aulia pun menghindar. Tapi ternyata, tangan Pria itu lebih dulu menggapai tangan Aulia, menarik kepangkuannya.
"Mau kemana gadis cantik? Mari dulu kita habiskan malam ini bersama, haha," tawa pria itu mengerikan.
Keringat sudah membasahi seluruh pakaian yang dikenakan Aulia. Memperlihatkan buah dada yang ranum segar. Agak menonjol ke atas akibat paksaan dari pria itu untuk duduk di pangkuannya. Mulai mengelus bagian bawah Aulia.
"Kamu cepat sekali basah, sayang," seringai diwajahnya menandakan nafsunya sudah tinggi.
"Lepaskan aku! Aku ingin pulang, jauhkan tangan kotormu itu dariku! atau aku..." Pria itu menutup mulut Aulia dengan telapak tangannya berisi saputangan, yang sudah dia oleskan bius.
Aulia pingsan. Dia dibopong pria ini menuju kamar yang sudah disediakan Club itu.
Mulai membuka satu persatu pakaian yang dikenakan Aulia, karena baju yang dipakainya sempit, pria itu membuka secara paksa. Baju Aulia robek. Kini hanya bra-nya yang tersisa. Dengan cepat tangan besar itu meremas payudara Aulia yang masih dalam pengaruh obat tidur.
Tiba-tiba dari luar ruangan, seseorang berusaha mendobrak pintu itu.
Barrrr...
Pintu itu terbuka.
Seorang pria tampan datang menghampiri pria berbadan besar itu, menghempaskan tubuhnya langsung dari atas Aulia yang dari tadi dia tindih.
"Pria tidak tau diri! Berani sekali kau menyentuh gadis yang dalam keadaan tidak sadar! Dimanakah otak kesadaranmu itu, ha?!"
Pria itu meringis kesakitan. Badannya yang gemuk mengenai meja yang sedikit runcing, membuat punggungnya berdarah. "Siapa kau? Kenapa kau mengganggu malam istimewaku ini"
Cuihh!
Pria itu membuang ludahnya saat pria itu mengatakan bahwa itu malam istimewanya. "Malam istimewa?!"
Pria itu menatap jijik pria yang memiliki badan besar ini. Masih sempat dia memikirkan malam ini malam istimewanya, meskipun malam ini adalah malam terakhir baginya.
"Jangan pernah mengganggu gadis manapun, kau paham?!" hardiknya. Tatapan pria itu berubah menjadi tatapan sengit. Amarahnya kian meledak setelah mendengar perkataan yang keluar dari mulut pria itu.
Pria itu menyuruh sekretaris pribadinya untuk menghubungi seseorang. Sepuluh menit berlalu, akhirnya datang beberapa pria suruhan sekretaris itu lalu membawa pria itu ke tempat asalnya. Ketempat yang sangat mengerikan. Sarang buaya peliharaan pria itu. Setiap orang yang membangkang, akan dibuang kesitu.
"Jangan bawa aku, jangan bawa aku, tolong... tolong..." Pria itu berteriak, berharap seseorang dapat menolongnya. Tapi tidak ada yang berani.
Pria itu menyuruh sekretarisnya untuk menangani gadis yang masih dalam keadaan tidak sadar itu. Dia pun berlalu pergi lebih dulu. Sedangkan sekretaris itu menyuruh sisa anak buah yang lainnya membawa gadis itu masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, pria itu sudah berada disana. Sikapnya yang tadi bersikap kasar dan menantang adalah salah satu kepribadiannya yang buruk. Dia duduk di jok kanan belakang.
Sampai kapan gadis ini akan sadar? gumamnya dalam hati. Memerhatikan seluruh pakaian yang dikenakan gadis itu sudah hancur.
Tanpa disadarinya, mata pria itu tertuju pada buah dada gadis itu. Sangat indah.
Baru ini dia merasakan getaran dalam tubuhnya. Banyak gadis di luar sana yang mendekatinya, sedikitpun dia tidak tertarik.
Tangan pria itu dengan enggan menelusuri bra yang masih melekat pada gadis itu. Nafsunya meningkat. Kenapa Dia merasakan sekujur tubuhnya panas. Padahal selama ini dia pasti bisa mengatasinya.
Karena sudah tidak tahan, dia melumat bibir gadis itu. Tanpa perlawanan dari pemiliknya, dia semakin liar.
Keringat dinginnya sudah membasahi pakaiannya. Tidak mampu menahan gerah dalam tubuhnya itu, tubuhnya seperti terbakar, dia membukanya dan terlihatlah badan kekar yang berotot.
Sangat tampan. Dibandingkan dengan pria mana pun dia tidak akan tersaingi. Wajah yang tampan itu merupakan cerminan dirinya dengan ayahnya, serta memiliki ibu yang cantik mengahasilkan anak yang sangat ganteng. Sempurna.
"Tidak. Aku tidak boleh menyentuh gadis ini. Bagaimana kalau nanti dia masih perawan atau..." setengah kesadaran pria itu muncul. Tetapi setengah kesadarannya yang lain menyuruh untuk menyetubuhi gadis itu.
"Bibirnya sangat manis," ucapnya sambil melenguh kenikmatan.
Sekretarisnya dari tadi sudah memperhatikan apa yang sudah dilakukan Tuan nya itu. Tidak mungkin dia melarang. Apapun yang menjadi keputusan Tuan nya dia harus tutup mulut, tidak usah ikut campur.
Pria itu menelan salivanya, karena perlahan dia membuka bra milik gadis itu. Kemudian ditahankannya. Menyuruh sekretarisnya cepat melajukan mobil agar sampai di rumah.
Untuk menahan nafsunya itu, dia pun mencium berulang kali gadis itu sampai bibir gadis itu merah dan bengkak.
Sesampainya, pria itu langsung membopong gadis itu ke Apartemen miliknya. Menapaki anak tangga menuju kamar pribadi miliknya. Nafsunya sudah tidak tertahankan.
Di dalam mobil, Sekretaris itu bingung dengan tingkah Tuan nya barusan. Tidak biasanya dia seperti itu. Lalu dia menoleh ke belakang, mencari minuman yang sudah dicampurnya tadi dengan obat perangsang.
Itu dia lakukan, karena sekretaris yang bernama Dion itu sudah terbiasa memakainya. Dia memakainya karena semua gadis yang dia tiduri bergantian mengeluh bahwa pria itu tidak kuat dalam ranjang.
"Tuan Rey pasti meminumnya,"
Merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan, dia memukul kepalanya sendiri dengan ponsel yang ada ditangannya. Merutuki kebodohannya.
***
Wanita paruh baya tertidur karena sedang menunggu seseorang dimeja makan. Seseorang yang ditungguinya itu sangat penting dan tak sadar Dia pun tertidur pulas. Tak lama kemudian Dia terbangun dan melihat jam sudah tengah malam.
Dia adalah ibu dari pria yang membawa gadis tadi. 'Nyonya Ans'.
"Kenapa Rey belum pulang?"
Dia pergi ke luar, melihat apakah Anaknya itu sudah pulang atau belum. Lalu dia pergi lagi ke kamar anaknya tidak ada disana. Dimana dia sekarang?
Sepanjang malam Aulia tidur. Hingga pagi ini dia terbangun. Tapi kesiangan. Tepat jam 12 siang dia bangun.Aulia terkejut saat menyadari bahwa dia tidak berada di kamarnya. "Kamar siapa ini?" lirihnya.Melihat seluruh ruangan tampak indah yang dihias dengan berbagai macam kerajinan tangan.Dimana aku?Mulai mengingat kejadian yang sedang dialaminya tadi malam. Pria dengan tubuh besar itu memperkosanya. Apakah pria itu sudah memperkosanya atau tidak. Dia masih yakin keperawanannya masih utuh.Tapi...Mengingat kejadian semalam lagi, dimana tidak ada satupun yang datang menolongnya. Lalu rumah siapa ini?Dia turun dari tempat tidur, berjalan dengan hati-hati, takut ada seseorang yang mengetahui dirinya sudah sadar.Apalagi dia tidak tau rumah itu rumah siapa. Apakah rumah ini milik pria semalam yang berbadan besar?Perlahan membuka pintu lalu k
Rey duduk sambil melipat tangan di dada. Membayangkan wanita yang berani sekali datang ke ruangannya tanpa mengetok pintu. Wanita kurang ajar! Makinya seorang diri. Dia sangat marah. Dia tidak menyukai wanita manapun untuk menghampirinya. Jangankan bertemu, melihat dari jauh saja dia sudah merasa jijik."Dion, kamu dimana sekarang?""Saya sekarang di Rumah Sakit, Tuan."Tuttt...Tuan Rey mematikan telepon. Dia kembali fokus dengan pekerjaannya. Dia mematikan telepon itu, karena sudah pasti Dion melakukan rutinitasnya mengunjungi seseorang di Rumah Sakit. Dia tidak mau mengganggu sekertarisnya dengan ikut campur untuk setiap kegiatannya."Tuan, ini saya Lina, mau mengumpulkan beberapa proposal yang kemarin saya ajukan itu, Tuan..."Wanita itu memberanikan diri mengetok pintu karena sekretaris yang biasa mengecek serta mengumpulkan proposal itu adalah sekertaris Dion. Jadi, sebelum masuk, dia harus membe
Setelah membawa uang sebanyak 2 milyar itu, Aulia pergi ke rumah sakit. Dia menelusuri koridor rumah sakit, sampa dia tiba di ruang operasi, dia menghampiri seorang wanita dan memberikan uang itu kepadanya. "Ini... pakailah untuk operasi anakmu," ucap Aulia setelah memberikan uang itu kepada wanita kurus kering seperti orang yang tidak makan.Wanita itu bernama, Sarah. Dia membawa anaknya ke rumah sakit termahal ini, RSUPN dengan dokter yang menanganinya, Dr. Cipto Mangunkusumo. Dia membawanya ke sana, hanya untuk mendapatkan perawatan yang maksimal.Wanita itu, bukan lah yang dikenal oleh Aulia, namun pada hari itu, saat dia melihat wanita itu memohon ke bagian admistrasi agar anaknya segera mendapatkan operasi yang layak, namun karena dia tidak memiliki uang, jadi rumah sakit tidak mengijinkan anaknya untuk mendapatkan operasi. Saat dia mengingat apa yang sudah dikatakan bagian kepengurusan admistrasi rumah sakit itu."Maaf Bu, Kami tidak bisa mela
Apakah perbuatanku kepada Aulia sungguh kurang ajar? Apakah Aulia semarah itu padaku? Rina terus mengingat kata-kata Aulia yang sudah menyinggung perasaannya. Sampai dia masuk ke dalam mobil dan menyuruh supirnya untuk pergi, masih saja terlintas dalam pikirannya. Seperti perkataan Aulia kepadanya sebelum Aulia meninggalkan dirinya, Aulia sudah memberikan pernyataan pahit kepadanya. "Kamu bukan lah sahabatku! Sahabat mana yang tega meninggalkan sahabatnya sendiri ke dalam jerat maut? KAU! KAULAH ORANGNYA RINA!" Hardik Aulia. Dia saat itu sangat marah. Marah kepada sahabatnya yang sangat dia sayangi. Namun perlahan dia berpikir, bahwa dirinya telah dikhianati. Kalau tidak siapa yang telah bermain api dengannya kalau bukan Rina? Malam itu Aulia merasakan tubuhnya begitu teransang, ingin mendapatkan langsung sentuhan pria. Rina perlahan mengingat kejadian malam itu. Dia mengingat betul kalau dirinya mencari Aulia, sahabatnya d
"Aku benci semua pria! Aku benci semua yang berkaitan tentang pria!" Pekik Aulia sambil berjalan menyusuri setiap perjalanan menuju rumahnya. Di malam yang gelap dengan diiringi beberapa lampu di jalanan membuat jalan itu sedikit terang dengan dibantu cahaya bintang-bintang yang ada di atas langit. Dia begitu hancur dengan semua yang terjadi padanya. Tidak disangka kalau dia akan merasakan pahit sejauh ini. Padahal dirinya dulu hanya meminta untuk menjadi seorang gadis yang didambakan oleh semua pria, namun sayangnya semua harapan itu telah sirna. "Aku benci Rina! Aku benci persahabatan yang palsu! Aku tidak ingin memiliki seorang sahabat lagi. Sudah cukup aku dikhianati oleh sahabatku sendiri," ucap Aulia sembari air mata itu terus setia membasahi pipinya. Semua terjadi begitu saja. Andai aku tidak ikut hari itu, mungkin aku tidak akan mengalami hal pahit ini. Rina... mengapa kau tega? Kau tega meninggalkankan
"Kenapa kau begitu marah?" Tanya pria itu sedikit kasihan kepada Aulia yang tengah menangis tidak henti-hentinya sedari tadi. "Tidak apa-apa," jawab Aulia ketus. Dia memasang muka masam kepada Novan yang terus meliriknya. "Kalau tidak apa-apa, jangan sedih lagi dong. Kasihan wajahmu jadi korban dari tangisanmu. Lama-lama wajahmu jadi jelek seperti badut. Lumayan menghibur, eh taunya jadi menakutkan," ujar pria itu sambil menyeringai puas. Saat matanya tertuju pada wajah yang menyedihkan itu sudah lumayan membaik, dia pun merasa tenang. Air mata itu sudah kering dari pipinya. Kini dia kembali normal seperti biasa. Semua rasa sakit itu perlahan hilang semenjak pria itu menghiburnya. "Siapa namamu?" Tanya Aulia sembari menoleh ke arah pria itu yang tengah sibuk menyetir. "Apakah namaku perlu kau ketahui?" Ucapnya dengan menoleh ke arah Aulia sebentar, setelah itu dia pun berpaling. Kecantikan Aulia sungguh membuatnya han
“kamu terlihat sangat cantik malam ini...” Goda sekretaris Dion dengan tatapan liar. Dia terus memainkan jemarinya menelusuri celah lembut gadis itu. Dia menindihnya seraya tidak mau lepas dari setiap sentuhannya kepada gadis yang masih berada di bawahnya. “Tuan, jangan lakukan! Aku takut itu akan sakit,” tolak Lusi. Pria itu dengan bebas memberi sebuah cap di bagian tengkuk dan juga payudaranya. Dia tidak menyangka tubuh gadis itu sangat harum dan nikmat. Dia melakukannya dengan liar, meskipun Lusi tengah menahan sebelah tangannya yang ingin memasuki celah lembut Lusi. “Ini tidak akan sakit,” ucap pria itu seraya meyakinkan Lusi untuk setiap sentuhan yang dia berikan kepada gadis yang baru saja mencapai klimaksnya. “Ahhh,” erang Lusi dengan kenikmatan yang luar biasa dia dapatkan saat satu sampai dua jari pria itu telah memasuki celah lembutnya. Tangan kirinya meremas payudara gadis itu sambil mulutnya memil
"Aulia?" Panggil Reyna pada adiknya itu, yang masih terlelap di atas ranjang. Sudah pukul tujuh gadis itu belum beranjak bangun dari tidurnya. "Apakah dia masih bermimpi? Alarmnya terus berbunyi, tapi gadis ini belum bangun-bangun juga, apa yang sedang terjadi padanya. Jangan bilang kalau dia sudah mati," ucap Reyna asal dengan memperhatikan tubuh adiknya yang masih terbaring di atas ranjang. "Aulia?" Panggilnya, mengulangi suaranya dengan agak sedikit keras, sehingga isi kamar itu diisi sepenuhnya oleh suaranya sendiri. Tidak biasanya adiknya itu bangun kesiangan seperti itu. Apakah Aulia sedang sakit? Jika iya, aku harus apa... Tidak aku akan memeriksa keadaannya dulu. Reyna mendekati tubuh Aulia yang masih tertidur itu, seraya ingin memastikan apakah adiknya itu baik-baik saja. "Aulia?" Ucapnya mengulangi kata-kata yang sama pada adiknya itu. Tangannya memegang bagian keningnya, seraya ingin merasakan apakah tubuhnya