Rey duduk sambil melipat tangan di dada. Membayangkan wanita yang berani sekali datang ke ruangannya tanpa mengetok pintu. Wanita kurang ajar! Makinya seorang diri. Dia sangat marah. Dia tidak menyukai wanita manapun untuk menghampirinya. Jangankan bertemu, melihat dari jauh saja dia sudah merasa jijik.
"Dion, kamu dimana sekarang?"
"Saya sekarang di Rumah Sakit, Tuan."
Tuttt...
Tuan Rey mematikan telepon. Dia kembali fokus dengan pekerjaannya. Dia mematikan telepon itu, karena sudah pasti Dion melakukan rutinitasnya mengunjungi seseorang di Rumah Sakit. Dia tidak mau mengganggu sekertarisnya dengan ikut campur untuk setiap kegiatannya.
"Tuan, ini saya Lina, mau mengumpulkan beberapa proposal yang kemarin saya ajukan itu, Tuan..."
Wanita itu memberanikan diri mengetok pintu karena sekretaris yang biasa mengecek serta mengumpulkan proposal itu adalah sekertaris Dion. Jadi, sebelum masuk, dia harus memberitahukan telebih dahulu maksud kedatangannya. Sebenarnya dia tidak tau kenapa Tuan Rey bersikap seperti itu. Dia tadi hendak masuk, tapi untung saja seseorang memberitahukan dirinya semuanya sebelum dia jatuh dalam bencana besar.
"Jangan masuk!"
"Baik Tuan."
Singkat. Hanya itu jawaban dari Tuan Rey.
Wanita itu pergi setelah mendengar atasannya tidak boleh masuk. Dia cukup bersabar atas sikap atasannya.
Dia juga merasa aneh sekali dengan sikap atasannya. Berlebihan sekali pikirnya.
Tidak tahan dengan semua itu, Tuan Rey menghubungi sekretaris pribadinya. Sudah berapa kali dia menolak seseorang masuk ke ruangannya, jika dia adalah seorang wanita.
"Halo Tuan." ucap Dion dari seberang telepon. "Ada apa Tuan?"
"Kamu cepat kembali! Saya sudah muak mendengar beberapa wanita mengetok ruangan saya. Saya ingin kamu yang menanganinya!"
Tuttt...
Lagi-lagi Tuan Rey mematikan telepon tanpa mendengarkan kembali. Kebiasaan yang sama. Tidak bisa berubah.
Dia permisi kepada wanita yang dia tolong tadi, menyuruhnya untuk memakan nasinya agar dia memiliki tenaga.
"Saya pergi dulu, saya ada urusan sebentar," jelasnya, lalu pergi meninggalkan wanita yang terbaring lemah di tempat tidur itu. Sebenarnya dia tidak tega meninggalkan wanita itu, tapi perintah Tuan nya jauh lebih penting dari apapun itu.
Ternyata di balik sikapnya yang dingin, dia masih memiliki sisi yang baik juga. Kalau saja dia tidak mau membantuku pastinya aku sudah di titik terakhirku. Bersyukur sekali dia mau menolongku. Aku pasti akan membalas kebaikannya. Jika aku tidak bisa membalasnya dengan uang, maka aku akan membalasnya dengan tubuh ini. Tubuh ini sudah miliknya seutuhnya. Terimakasih Tuan.
Matanya nanar menatap atap. Kabut bening mulai bermunculan di kelopak mata jika dia mulai mengingat penderitaan yang dirasakannya selama ini. Dia masih ingin mencari bukti penyebab kematian orang tuanya.
Dia harus bertahan! Dia tidak bisa membiarkan penyebab kematian orang tuanya lolos begitu saja. Mereka tidak akan mendapatkan ampun sedikitpun darinya.
Banyak sekali cobaan yang dihadapinya. Bahkan orang-orang tidak ada yang peduli padanya. Sebenarnya dia memiliki kerabat dari orang tuanya. Tapi, kerabat akan hilang juga jika orang itu telah tiada. Tidak peduli kerabatnya itu masih memiliki anak yang harus dibesarkan.
Masih kecil dia sudah ditinggalkan orang tuanya. Rumah yang selama ini mereka tempati sudah diambil alih oleh Paman dan Bibinya. Mereka lebih kejam daripada binatang buas. Mereka mencampakan anak saudara kandungnya sendiri. Keponakan tunggal dari keluarga Adam Malik.
Dengan tega membuang Mischa lalu mengambil alih dalam bisnis orang tuanya. "Malik Grup".
"Mereka semua penghianat!" Pekik Mischa. Tangisannya semakin kuat, hatinya hancur saat mengingat-ingat kejadian tragis yang menimpa mereka saat itu. Kecelakaan yang mengambil nyawa kedua orang tuanya untuk selamanya.
***
"Saya ingin bertemu dengan Tuan Rey," ujarnya seraya menantang tatapan pria yang kini di hadapannya.
Sekretaris Dion tersenyum miring dengan keberanian gadis berumur 20 tahun itu. Siapa sangka dia datang senekat itu. Tidak perduli akan apa yang terjadi padanya nanti.
"Kenapa Anda hanya diam? Apa Anda takut dengan saya?" Tantang gadis itu padanya.
Sekertaris itu tersenyum menyeringai. Dia tidak menyangka gadis itu cukup berani dan seksi. Dengan pakian atas yang sedikit terbuka memperlihatkan belahan buah dadanya. Bentuk tubuhnya bagus dan pas sesuai harapan para pria. Siapapun yang melihatnya akan terbawa nafsu olehnya. "Hei!"
Suara Aulia yang keras cukup mengejutkan pria yang di hadapannya ini yang tengah berkhayal sedang menyentuhnya.
"Tuan Rey ada di dalam Nona," jawab pria itu. Dia kembali terhayut dalam pikiran kotornya. Sehingga tanpa basa-basi Aulia langsung memasuki ruangan Tuan Rey tanpa mengetok pintu.
"Halo, Tuan Rey..." Sapanya. "Apa kabar?" Ucapnya tersenyum tanpa rasa takut.
Sontak membuat Tuan Rey kaget, "Kau!"
Matanya membulat menatap gadis yang sedang di hadapannya berdiri dengan senyum yang lebar. "Sedang apa kau di sini!" Tatapannya berubah seketika. Dia sekarang sangat membencinya. Kemana Dion. Kenapa bisa dia membiarkan gadis itu datang padanya.
"Kenapa Tuan Rey? Anda takut?"
Ucapnya tanpa rasa takut. Dia bahkan berani menatap mata Tuan Rey. Tidak seorangpun yang berani menatapnya, namun gadis ini lain. Dia keterlaluan!
"Lebih baik Anda keluar dari sini sebelum puncak emosi saya keluar!" Ancamnya.
Tidak takut sama sekali, gadis itu malah berani mendekati Tuan Rey. "Tapi kenapa, Tuan?"
Aulia sangat berani menyentuh tangan pria kejam seperti Rey bisa luluh? Mustahil! Kalau saja dia pria, sudah pasti Rey melayangkan tinjunya.
"Jangan sentuh saya! Ini sebagai peringatan terakhir untuk Anda!" Hardiknya lagi.
Aulia tidak mendengar pria itu. Justru dia nekat membuat tubuhnya dengan pria itu semakin dekat. Telinga pria itu kini berdesir akibat ulah Aulia yang menghembuskan napasnya. Tepat di daun telinganya, Aulia membisikkan sesuatu padanya. "Tapi kenapa Tuan? Bukan kah Anda pada malam itu sangat berani menyentuh saya?" Bisik Aulia mantap dengan bibir seksinya sambil terkekeh saat melihat pria itu terkejut dengan apa yang diucapkannya.
Tatapannya yang tajam seketika berubah menjadi tatapan memelas.
Apa ini Tuan Rey yang ditakuti banyak orang? Dia tersenyum licik seraya mengejek pria itu.
Tidak! Darimana dia tau?
"Kenapa Tuan Rey? Kenapa sekarang muka Anda berubah seperti orang yang katakutan?"
"Saya tidak menyentuh Anda. Sebaiknya Anda diam dan pergi dari ruangan saya ini!" Perintah Rey kembali dengan emosi yang melunjak. Napasnya sekarang tidak beraturan. Tatapannya tajam seperti orang yang siap membunuh. Dia tersenyum kecut setelah mengetahui wanita ini sangat tidak pantas untuk dihargai. Semua wanita sama saja. Sama-sama penggoda!
"Keluar dari sini wanita jalang!" Maki Rey sangat keras. Gadis yang di hadapannya sekarang menjadi takut. Keberaniannya yang tadi dia kumpulkan kini berkurang setelah melihat pria itu marah. Benar-benar menyeramkan.
Sekretaris Dion langsung masuk ke dalam ruangan, setelah tersadar dari pikiran kotornya. Bayangan Aulia yang memancing hasratnya untuk bercinta sampai terbawa dalam pikirannya
"Sebaiknya Nona keluar sesegera!"
Perintah sekretaris Dion. Dia tidak mau atasannya itu melakukan serangan fisik kepada Aulia. Itu akan membuat nama atasannya akan buruk di masyarakat luas nanti.
Kedua tangan Rey mengepal. Dia geram sekali. Wanita itu tidak mau pergi dari hadapannya. "Enyah kau wanita jalang!" Hardik Rey dengan kasar. Dia sudah tidak peduli dengan perasaan gadis yang di hadapannya itu. Meskipun dia tau, perkataannya telah menyakiti perasaan gadis itu. Yang dia inginkan, gadis itu segera menyingkir dari penglihatannya.
"Saya akan pergi. Tapi dengan satu syarat..." Cecar Aulia. "Anda harus bayar saya atas kerugian saya, karena Anda telah memperkosa saya."
Sekertaris Dion terkejut dengan ucapan gadis itu. Gadis bodoh! Kemudian dia terkekeh.
Begitu pula dengan Tuan Rey. Dia bahkan merasa gadis itu sudah gila. "Berapa?" Tanya Tuan Rey cepat. Dia ingin gadis itu cepat mendapatkan uangnya dan pergi.
"Saya hanya minta 2 milyar, apa Anda sanggup?"
Tuan Rey menatap lekat wajah gadis itu, gadis bodoh yang berani meminta pertanggungjawaban kepadanya atas apa yang tidak dilakukannya sama sekali. Dia memang menyentuhnya, tapi tidak memperkosanya.
Setelah membawa uang sebanyak 2 milyar itu, Aulia pergi ke rumah sakit. Dia menelusuri koridor rumah sakit, sampa dia tiba di ruang operasi, dia menghampiri seorang wanita dan memberikan uang itu kepadanya. "Ini... pakailah untuk operasi anakmu," ucap Aulia setelah memberikan uang itu kepada wanita kurus kering seperti orang yang tidak makan.Wanita itu bernama, Sarah. Dia membawa anaknya ke rumah sakit termahal ini, RSUPN dengan dokter yang menanganinya, Dr. Cipto Mangunkusumo. Dia membawanya ke sana, hanya untuk mendapatkan perawatan yang maksimal.Wanita itu, bukan lah yang dikenal oleh Aulia, namun pada hari itu, saat dia melihat wanita itu memohon ke bagian admistrasi agar anaknya segera mendapatkan operasi yang layak, namun karena dia tidak memiliki uang, jadi rumah sakit tidak mengijinkan anaknya untuk mendapatkan operasi. Saat dia mengingat apa yang sudah dikatakan bagian kepengurusan admistrasi rumah sakit itu."Maaf Bu, Kami tidak bisa mela
Apakah perbuatanku kepada Aulia sungguh kurang ajar? Apakah Aulia semarah itu padaku? Rina terus mengingat kata-kata Aulia yang sudah menyinggung perasaannya. Sampai dia masuk ke dalam mobil dan menyuruh supirnya untuk pergi, masih saja terlintas dalam pikirannya. Seperti perkataan Aulia kepadanya sebelum Aulia meninggalkan dirinya, Aulia sudah memberikan pernyataan pahit kepadanya. "Kamu bukan lah sahabatku! Sahabat mana yang tega meninggalkan sahabatnya sendiri ke dalam jerat maut? KAU! KAULAH ORANGNYA RINA!" Hardik Aulia. Dia saat itu sangat marah. Marah kepada sahabatnya yang sangat dia sayangi. Namun perlahan dia berpikir, bahwa dirinya telah dikhianati. Kalau tidak siapa yang telah bermain api dengannya kalau bukan Rina? Malam itu Aulia merasakan tubuhnya begitu teransang, ingin mendapatkan langsung sentuhan pria. Rina perlahan mengingat kejadian malam itu. Dia mengingat betul kalau dirinya mencari Aulia, sahabatnya d
"Aku benci semua pria! Aku benci semua yang berkaitan tentang pria!" Pekik Aulia sambil berjalan menyusuri setiap perjalanan menuju rumahnya. Di malam yang gelap dengan diiringi beberapa lampu di jalanan membuat jalan itu sedikit terang dengan dibantu cahaya bintang-bintang yang ada di atas langit. Dia begitu hancur dengan semua yang terjadi padanya. Tidak disangka kalau dia akan merasakan pahit sejauh ini. Padahal dirinya dulu hanya meminta untuk menjadi seorang gadis yang didambakan oleh semua pria, namun sayangnya semua harapan itu telah sirna. "Aku benci Rina! Aku benci persahabatan yang palsu! Aku tidak ingin memiliki seorang sahabat lagi. Sudah cukup aku dikhianati oleh sahabatku sendiri," ucap Aulia sembari air mata itu terus setia membasahi pipinya. Semua terjadi begitu saja. Andai aku tidak ikut hari itu, mungkin aku tidak akan mengalami hal pahit ini. Rina... mengapa kau tega? Kau tega meninggalkankan
"Kenapa kau begitu marah?" Tanya pria itu sedikit kasihan kepada Aulia yang tengah menangis tidak henti-hentinya sedari tadi. "Tidak apa-apa," jawab Aulia ketus. Dia memasang muka masam kepada Novan yang terus meliriknya. "Kalau tidak apa-apa, jangan sedih lagi dong. Kasihan wajahmu jadi korban dari tangisanmu. Lama-lama wajahmu jadi jelek seperti badut. Lumayan menghibur, eh taunya jadi menakutkan," ujar pria itu sambil menyeringai puas. Saat matanya tertuju pada wajah yang menyedihkan itu sudah lumayan membaik, dia pun merasa tenang. Air mata itu sudah kering dari pipinya. Kini dia kembali normal seperti biasa. Semua rasa sakit itu perlahan hilang semenjak pria itu menghiburnya. "Siapa namamu?" Tanya Aulia sembari menoleh ke arah pria itu yang tengah sibuk menyetir. "Apakah namaku perlu kau ketahui?" Ucapnya dengan menoleh ke arah Aulia sebentar, setelah itu dia pun berpaling. Kecantikan Aulia sungguh membuatnya han
“kamu terlihat sangat cantik malam ini...” Goda sekretaris Dion dengan tatapan liar. Dia terus memainkan jemarinya menelusuri celah lembut gadis itu. Dia menindihnya seraya tidak mau lepas dari setiap sentuhannya kepada gadis yang masih berada di bawahnya. “Tuan, jangan lakukan! Aku takut itu akan sakit,” tolak Lusi. Pria itu dengan bebas memberi sebuah cap di bagian tengkuk dan juga payudaranya. Dia tidak menyangka tubuh gadis itu sangat harum dan nikmat. Dia melakukannya dengan liar, meskipun Lusi tengah menahan sebelah tangannya yang ingin memasuki celah lembut Lusi. “Ini tidak akan sakit,” ucap pria itu seraya meyakinkan Lusi untuk setiap sentuhan yang dia berikan kepada gadis yang baru saja mencapai klimaksnya. “Ahhh,” erang Lusi dengan kenikmatan yang luar biasa dia dapatkan saat satu sampai dua jari pria itu telah memasuki celah lembutnya. Tangan kirinya meremas payudara gadis itu sambil mulutnya memil
"Aulia?" Panggil Reyna pada adiknya itu, yang masih terlelap di atas ranjang. Sudah pukul tujuh gadis itu belum beranjak bangun dari tidurnya. "Apakah dia masih bermimpi? Alarmnya terus berbunyi, tapi gadis ini belum bangun-bangun juga, apa yang sedang terjadi padanya. Jangan bilang kalau dia sudah mati," ucap Reyna asal dengan memperhatikan tubuh adiknya yang masih terbaring di atas ranjang. "Aulia?" Panggilnya, mengulangi suaranya dengan agak sedikit keras, sehingga isi kamar itu diisi sepenuhnya oleh suaranya sendiri. Tidak biasanya adiknya itu bangun kesiangan seperti itu. Apakah Aulia sedang sakit? Jika iya, aku harus apa... Tidak aku akan memeriksa keadaannya dulu. Reyna mendekati tubuh Aulia yang masih tertidur itu, seraya ingin memastikan apakah adiknya itu baik-baik saja. "Aulia?" Ucapnya mengulangi kata-kata yang sama pada adiknya itu. Tangannya memegang bagian keningnya, seraya ingin merasakan apakah tubuhnya
"Kenapa dia belum datang-datang juga?" Tanya seorang pria yang sedari tadi menunggu kedatangan Aulia mulai dari pukul enam. Dan sekarang sudah pukul sembilan, tetapi gadis yang dia tunggu-tunggu itu tidak muncul juga di hadapannya.***"Sekretaris Dion! Kau seharian ini dari mana saja? Apa kau sudah lupa dengan tugasmu?" Ucap Tuan Rey, tatapannya yang tajam tertuju kepada sekretaris Dion yang tengah berdiri di dekat pintu kamarnya.Pria itu menemui Tuan Rey, karena Tuan Rey sendiri yang meminta. Sebab, dia telah tiada kabar yang membuat Tuan Rey harus mengerjakan sendiri semua tugas yang menumpuk selama satu hari."Maaf, Tuan. Saya habis melakukan kesalahan lagi, kesalahan yang tidak bisa dimaafkan oleh Tuan Rey. Saya salah, mohon maafkan saya," ucapnya lirih seolah tidak ingin Tuan Rey salah menebak kalau dia bicara dengan nada tinggi, Tuan Rey akan akan mengira kalau dirinya tengah memberontak."Saya akan maafkan. Tapi dengan satu sya
"Aulia, kamu sudah sadar?" Tanya Reyna langsung menghampiri adiknya itu. "Emangnya aku kenapa, Kak?" Tanya Aulia heran. Dia bingung dengan apa yang sudah terjadi dengannya. Saat dia bangun tadi, hanya sebuah kain yang terletak di atas kepalanya. Selebihnya, dia hanya melihat setiap sudut kamar itu dalam keadaan masih pusing di kepalanya. "Kak... Kenapa Kakak diam saja?" "Nggak apa-apa kok Al, cuma kamunya kecapaian aja kata dokter Harun. Kau hanya butuh istirahat," jelas Reyna. Rasa khawatir yang berlebihan dalam pikirannya, kini sudah agak lebih baik. Aulia tidak terjadi apa-apa padanya. "Mama sekarang ada dimana, Kak?" Reyna mendelik. "Apa kau baru saja mengatakan Mama?" "Iya, Kak... Aulia juga tidak ingin berlama-lama untuk membenci Mama. Jika Aulia masih membencinya sekarang, itu bukan aku, Kak, aku masih punya hati untuk memaafkannya," jawab Aulia. "Bagus dek." *** Seorang pria yang bertemu dengan Aulia saat itu, terus menunggu Aulia keluar dari simpang itu, namun gadis