Share

Jangan Menyerah!

Apakah perbuatanku kepada Aulia sungguh kurang ajar? Apakah Aulia semarah itu padaku? 

Rina terus mengingat kata-kata Aulia yang sudah menyinggung perasaannya. Sampai dia masuk ke dalam mobil dan menyuruh supirnya untuk pergi, masih saja terlintas dalam pikirannya.

Seperti perkataan Aulia kepadanya sebelum Aulia meninggalkan dirinya, Aulia sudah memberikan pernyataan pahit kepadanya.

"Kamu bukan lah sahabatku! Sahabat mana yang tega meninggalkan sahabatnya sendiri ke dalam jerat maut? KAU! KAULAH ORANGNYA RINA!" Hardik Aulia. Dia saat itu sangat marah. Marah kepada sahabatnya yang sangat dia sayangi. Namun perlahan dia berpikir, bahwa dirinya telah dikhianati. 

Kalau tidak siapa yang telah bermain api dengannya kalau bukan Rina?

Malam itu Aulia merasakan tubuhnya begitu teransang, ingin mendapatkan langsung sentuhan pria.

Rina perlahan mengingat kejadian malam itu. Dia mengingat betul kalau dirinya mencari Aulia, sahabatnya di tengah-tengah kegelapan Club itu. Sampai-sampai dia ditiduri pria yang tidak dikenalnya. Iya. Dia telah diperkosa.

Malam itu, saat Aulia tidak ada di tempat dimana duduk, Rina langsung mencari Aulia ke seluruh Club, namun dia tidak menemukan keberadaan Aulia. Sampai tiba-tiba ada seorang pria yang tengah mabuk, memeluknya dari belakang. Dia membawa paksa Rina masuk ke dalam kamar yang sudah disediakan Club tersebut. Dia terus melawan, tapi perlawanannya sia-sia. Sebab pria itu sangat kuat. 

Kesucian wanita itu telah direnggut oleh pria yang tidak dikenalnya. Saat diperkosa, Rina pingsan. Dia tidak tahan. Pria itu memperlakukan dirinya sangat bringas. Tidak memberikan napas sedikitpun saat pria itu melumat habis bibirnya. Secara bergantian dia terus bercumbu di tubuhnya Rina yang tak kuat lagi menahan rasa sakit itu. Berlinang air mata menetes di pipinya. Dia sempat berteriak meminta tolong kepada orang-orang di luar, tapi itu semua sia-sia.

Pria itu mulai memasukkan keperkasaannya ke dalam lubang milik Rina. Terasa sempit. Pria itu terus mengerang kenikmatan, sedangkan Rina sendiri merasakan nyeri pada bagian bawahnya. Baru pertama dia melakukan itu. Dia bersusah payah menjaganya dan akhirnya direnggut pria itu. 

Tidak tahan dengan perlakuan pria itu yang kasar memompa keperkasaannya, Rina pingsan. 

Meskipun tau Rina telah pingsan, pria itu tetap melakukannya sampai dia puas akhirnya. 

Pagi Rina bangun, dilihatnya tubuhnya penuh dengan tanda merah, terlihat dengan tatapan lesuh ada bercak darah di atas sprei warna putih, tanda keperawanan wanita itu telah pecah.

Dia menangis kuat. Dia berteriak di dalam kamar itu. Seketika dia melihat sebuah amplop bertuliskan kata maaf dan selembar cek uang senilai 50 juta untuknya. 

Dia melempar uang itu jauh-jauh darinya, "Tidak ini yang aku inginkan, hiks... hiks..."

Dia menjerit dan hampir bunuh diri. Dia mengambil sebuah gunting di atas meja dan hendak menusuk perutnya, namun tindakannya itu dihentikan oleh pria yang bekerja sebagai cleaning service di Club itu.

"Hentikan Mbak! Jangan lakukan itu!" Teriak seorang pria yang langsung mengambil gunting itu dari tangan Rina. 

"Tapi mengapa, Ha? Hiks.. hikss,"

Dia tidak bisa menahan amarah yang ada dalam dirinya saat ini. Betapa hancurnya dirinya sekarang. Dia telah kehilangan kehormatan pada dirinya. Padahal sebentar lagi dia akan bertunangan dengan kekasihnya. Bagaimana dia akan menjelaskan semuanya nanti kepada kekasihnya itu?

"Bunuh diri tidak akan memberikan jalan keluar Mbak, Mbak harus kuat! Mbak nggak boleh putus asa seperti ini," ucap pria itu.

"Tapi..." 

Pria itu tidak membiarkan Rina bicara lagi. Dia memeluk Rina erat. "Ada aku, Mbak," tuturnya.

Siapalah dia yang mengatakan dirinya akan selalu ada buat Rina, sedangkan tugasnya adalah cleaning service. Tapi Rina mulai berhenti menangis saat dia bersandar di pundak pria itu. 

Dia menerima segalanya yang diucapkan pria itu dengan lapang dada. 

Pokoknya aku akan mencari tau siapa pria yang sudah meniduriku. Aku harus mencarinya, kemanapun dia berada, aku akan pastikan dia akan kutemukan.

Janji Rina dalam hatinya. 

Hatinya pilu saat mengingat kejadian itu. Dia lalu merasa hatinya terbakar amarah setelah mendengar Aulia juga merasakan apa yang sudah dialaminya. Kini hatinya hancur berkeping-keping. Dia telah membawa sahabatnya sendiri ke dalam kehancuran. Jika dirinya saja yang hancur, tidak apa-apa, tapi sahabatnya juga mengalaminya. 

Dia menghindar dari Aulia, karena dia sendiri belum siap menemui sahabatnya itu, dengan semua yang terjadi padanya.

Dia terus menangis di dalam mobil, sehingga supirnya yang melihat keadaan majikannya itu merasa kasihan. Dialah orang yang pertama mengetahui kalau majikannya sudah diperkosa. Dia tidak memberitahukan kepada yang lainnya, karena Rina, majikannya melarangnya untuk memberitahukan masalah yang menimpanya itu, terutama pada Aulia.

***

Tuan Rey telah sadar. Dia membuka matanya dan mendapati Dion tengah tidur di atas meja. 

"Aww..." 

Tuan Rey meringis kesakitan saat infus di tangannya lepas. 

Dion langsung datang mendekat saat mengetahui Tuan Rey telah bangun. "Tuan, hati-hati!" Ucapnya merasa khawatir. 

"Kenapa aku disini?" Tanya Tuan Rey kepada Dion yang sedang menundukkan kepalanya. Ada sesuatu yang tersembunyi dalam pikiran itu dan harus disembunyikan dari Tuan Rey. 

"Tuan Rey tadi pingsan. Tapi itu hal biasa kata Dokter," jelasnya berbohong.

Dokter tadi sudah menjelaskan kepada Dion, kalau Tuan Rey tidak boleh syok. Kalau tidak dia akan terkena serangan jantung.

Dion harus menutupi penyakit yang diderita oleh Tuan Rey. Bagaimanapun caranya dia harus menutupinya. Seberapa banyak pun konsekuensi yang diterimanya akibah kebohongannya itu.

"Kata Dokter, Tuan boleh bekerja kalau keadaan Tuan sudah benar-benar pulih."

Dion menyuapi Tuan Rey dengan penuh perhatian. Dia sangat menghormati pria yang merupakan adalah atasannya sendiri. 

Tidak boleh ada terjadi kepada Tuan Rey, kalau sampai terjadi sesuatu padanya, Tuan Rey tidak akan memaafkan dirinya seumur hidupnya.

Tiba-tiba dering teleponnya berbunyi. Dari Rumah Sakit yang menangani Mischa.

"Halo, selamat sore, Pak..." 

Ucap resepsionis Rumah  Sakit RSUPN dari seberang telepon.

"Halo." Jawab, Dion singkat.

"Maaf, Pak... Apa ini dengan Bapak Dion?"

"Iya..." 

Perasaan Dion sudah tidak tenang.

Kenapa tiba-tiba memanggilku? Apa terjadi sesuatu pada Mischa? 

"Begini Pak, pasien dengan nama Nona Mischa keadaannya tiba-tiba menurun Pak, sepertinya itu dikarenakan darahnya yang rendah. Bapak segera kesini dan membawakan orang yang akan menjadi pendonor Nona Mischa," jelas resepsionis itu.

Dion memutus sambungan telepon. Dia langsung permisi pada Tuan Rey dan berlari cepat sebelum lift tutup. Dia sempat masuk. Dia sangat khawatir dengan keaadan Mischa.

Sesampainya di Rumah Sakit, dia bertemu dengan Aulia yang sedang menunggu di luar ruang operasi. Dia raut wajahnya dia terlihat khawatir. 

Dion meneruskan langkah kakinya cepat. Wanita itu sedang membutuhkannya saat ini. Tidak ada waktu untuk memikirkan Aulia. Yang dia pikirkan adalah keselamatan Mischa. 

Dia sampai dan melihat di ruangan itu telah ada Dokter dan Perawat yang tengah menangani Mischa. 

"Mischa... Bertahanlah. Aku tau kamu kuat. Jangan menyerah," harapnya.

Dia melihat Mischa yang terbaring lemah dengan memakaikan infus di tangannya dan juga regulator oksigen untuk membantunya bernapas.

Dia segera menelepon pria yang mau mendonorkan darahnya kepada Mischa. Pria itu mengatakan, kalau dirinya akan sampai di sana tepat waktu.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
hmmm cerita d awal dah rumit....
goodnovel comment avatar
Rina Ahrianti
puyeng...semua serba koin... jd ngga seru bacanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status