Share

Bab 4

|Gamis branded terbaru dengan harga lumayan di kantong, tapi tak apa lah. Yang penting nyaman, daripada yang murah bikin gerah|

Status w******p Mbak Yuli kembali memamerkan gamisnya. Dia foto di depan sekolah dengan Bu Sila. Aku hanya tersenyum tipis. Kemarin dia juga memamerkan sepatu high heelsnya. Entah apa yang ada di pikiran Mbak Yuli, bisa-bisanya membuat status begitu di media sosial. Dia selalu bilang orang kota dan modis tapi justru norak menurutku, karena tak bisa meletakkan sesuatu pada tempatnya.

Aku sengaja screenshoot status itu da mengirimkannya ke w******p Mas Aris. Biar dia tahu kalau kakaknya kini sudah tak sesederhana yang ada dalam pikirannya. Dia sudah berubah, tak seperti kakak yang dulu membesarkannya penuh cinta dan keringat luka.

|Buat apa kamu mengusik status Mbak Yuli? Kamu iri karena dia punya banyak tas dan sepatu branded sedangkan kamu nggak punya? Dia jualan online, Wita. Jika Mas Danu tak memberinya uang pun dia masih bisa membeli keperluannya sendiri, sedangkan kamu? Makanya jangan iri tapi cukup sadar diri!|

Balasan Mas Aris cukup membuat hatiku berdenyut nyeri. Padahal dulu dia sendiri yang memintaku fokus di rumah, mengurus Zahra dan rumah karena dia tak suka rumah berantakan apalagi dengan alasan anak. Selama ini aku juga tak diizinkannya cari duit sendiri dengan alasan itu adalah kewajibannya sebagai suami.

Mas Aris selalu bilang, jika istri bisa mandiri soal keuangan boleh jadi akan tumbuh menjadi istri yang pembangkang karena merasa siap untuk ditinggalkan dan tak terlalu butuh materi dari pasangan. Padahal semua itu tak selamanya benar. Tergantung pribadi masing-masing perempuan.   

|Bukan maksud iri atau mengusik hidupnya, Mas. Cuma mau menunjukkan ke kamu kalau Mbak Yuli sudah tak seperti Yulimu yang dulu, Mas. Seiring berjalannya waktu dia juga sudah berubah. Tak lagi sederhana tapi modis dan glamor.|

Entah mengapa tak ada balasan dari Mas Aris. Seperti biasa tiap kali membahas Mbak Yuli emosinya pasti naik dan sekarang aku yakin dia mulai malas membalas pesan yang kukirimkan. Sebenarnya dia juga tahu perubahan Mbak Yuli, namun dia berusaha menutup mata hanya karena balas budinya.

|Pakde, Bude, Om, Tante ... Hari Ahad nanti bisa datang ke aqiqahan Amira, kan, ya? Amira harap keluarga bisa datang semua sekalian silaturakhim sudah lama tak berjumpa| 

Pesan dari Mbak Heny, anak bungsu Budhe Santy-- kakak almarhum ibu mertua muncul di grup w******p keluarga besar. Biasanya aku jarang sekali nongol di grup, hanya sebagai pembaca saja namun sepertinya kali ini aku harus ikut komen karena rencananya hari sabtu nanti aku ajak Zahra pulang ke rumah ibu.

Tadi pagi ibu telepon, kangen dengan Zahra karena sudah setahun tak berjumpa. Kebetulan sudah selesai UAS dan Zahra libur cukup lama, jadi aku tak ingin melewatkan kesempatan ini begitu saja. 

|Maaf ya, Mbak Heny. Sepertinya aku sama Zahra nggak bisa datang, rencananya kami ingin mudik. Sudah setahun nggak mudik, ibu kangen sama cucu semata wayangnya. Sekali lagi aku minta maaf, ya| 

Kukirimkan komentar di grup w******p keluarga besar itu. Heny seumuran denganku namun dia berpendidikan tinggi dan berkecukupan, berbeda denganku yang hanya lulus SMA itu pun kejar paket.

Sekolahku putus di tengah jalan saat kelas dua SMA karena tak memiliki biaya lagi. Memilih bekerja membantu ibu mencari biaya untuk mengamputasi kaki bapak karena kecelakaan. 

|Maaf ya, Wit. Aku nggak mengundang kamu kok, jadi tak perlu minta maaf begitu. Santai saja. Aku cuma ngundang Aris, itu pun kalau dia nggak sibuk kerja dan mau datang. Lagipula biasanya kamu nggak pernah muncul di grup, tumben sekali muncul di sini|

Kubaca sekali lagi balasan Mbak Heny, teganya dia membalas seperti itu di grup keluarga, yang mana banyak sekali penghuninya. Anak-anak Budhe Santy dan Bibi Sarah semua ada di grup itu. Malu, itu pasti karena aku tak pernah dianggap ada. Tapi tak harus menghinaku seperti itu, kan? Aku juga memiliki hati dan rasa. 

Grup mendadak ramai karena balasanku dan jawaban Mbak Heny barusan. Banyak diantara penghuninya yang mengirimkan emoticon tertawa, bahkan Mbak Yuli sengaja memberikan komentar yang makin membuatku sakit hati. 

|Syukurin! Sekarang kamu sadar kan, Wit? Keluarga besar juga nggak ada yang suka sama kamu apalagi aku. Makanya tahu diri. Perempuan kampung dan miskin macam kamu memang nggak pantas berada di keluarga besar kita. Aku juga heran kenapa dulu Aris bisa jatuh cinta sama kamu yang hanya menjadi benalu!|

Air mataku menitik seketika. Dipermalukan keluarga sendiri rasanya memang luar biasa sakitnya. Apalagi dalam grup itu rata-rata sama saja, pandai menghina. Hanya Mbak Ningsih-- anak pertama Bi Sarah yang biasanya membelaku. Namun saat ini dia memang sedang sakit stroke jadi jarang banget mengintip grup keluarga. Mungkin fokus dengan latihan berjalan dan kesembuhan kakinya.

|Bukan aku yang benalu tapi kamu, Mbak Yul. Kamu yang selalu minta duit tiap minggu pada Mas Aris untuk memenuhi ambisi sosialitamu! Aku memang miskin, tapi nggak pernah memblokir orang yang sudah memberikan pinjaman padaku. Ohya, jangan lupa bayar cicilan gamismu di tempat Mbak Indri. Baru saja dia memintaku untuk menagihkan kreditanmu yang belum lunas sejak tiga bulan lalu|

Gegas kukirimkan balasan itu di sana. Grup kembali heboh dan riuh. Keluarga besar pasti sangat kaget saat kuceritakan tentang kreditan gamis milik Mbak Yuli. Dia yang selalu tampil glamor dan sosialita itu ternyata hanya perempuan biasa yang demen kreditan bahkan selalu banyak alasan bila ditagih pemiliknya.

|Beneran, Yul? Jadi gamis dan sepatu branded yang selama ini kamu pamerkan itu kredit belum lunas?| 

Balasan dari Mbak Heny tampak begitu kaget dan nggak percaya, begitu pula dengan Mbak Desy yang hanya mengirimkan emoticon kaget di sana. Tiga anak budhe Santy ikut nimbrung begitu pula dua anak Bibi Sarah. Semua saling timpal-menimpali, rata-rata nggak ada yang percaya dengan ucapanku karena sandiwara Mbak Yuli memang luar biasa pintarnya. 

|Jangan ada yang percaya deh, si Wita memang tukang bikin huru-hara dan fitnah belaka| 

Mbak Yuli masih saja membela diri. Kuscreenshoot saja cerita Mbak Indri barusan lalu mengirimkannya ke grup. Tak selang lama setelah kukirimkan screenshoot itu, Mbak Yuli mengirimkan pesan padaku. Dia ngomel tak karuan di sana bahkan mengumpat dan menyumpahiku segala. 

Benar-benar gak pantas disebut kakak ipar. Dia pikir aku akan diam saja mendapat hinaannya di grup keluarga besar? Selama ini mungkin iya, tapi sekarang nggak akan lagi. Aku akan melawan!

|Sudah. Sudah. Kita satu keluarga, jangan sampai terpecah belah begini. Kalau Aris tahu juga repot nanti. Buruan hapus komentarmu, Hen. Yuli juga hapus semua. Kasihan Wita, bagaimana pun masa lalunya, dia tetap bagian dari keluarga kita|

Mas Nanda anak tertua Budhe Santy pun ikut bicara. Dia memang sering menengahi saat ada perseteruan antar keluarga. 

💕💕💕

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Mendingan tinggal kan saja suami dan keluarganya yang demen menghina
goodnovel comment avatar
Kirana ae
keluarga dan laki model gini halal di lempar ke benua antartika loh wit jd jangan sungkan ya..ntar abis gajian dari yutub sewa jet buat angkut mereka ke tempat terakhirnya ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status