Share

Bab 7

Postingan Mas Aris di instagramnya benar-benar membuatku kesal. Bagaimana tidak? Aku ajak dia mudik untuk menengok ibu, jawabannya nggak ada libur plus nggak ada duit. Tapi nyatanya baru empat hari kutinggal mudik dia justru piknik dengan teman-teman kantornya di pantai. 

Bahkan saat kukirimkan pesan soal ibu yang masuk klinik pun dia hanya mengucapkan doa kesembuhan tanpa inisiatif mencari dana untuk membayar perawatan. Beruntung sakit ibu nggak parah, hanya dua hari saja di klinik, itu pun bisa pakai bp*s yang gratis lalu diizinkan pulang. 

|Piknik tipis-tipis, mantai dan weekend sembari menikmati indahnya debur ombak ramai-ramai|

Dia upload beberapa foto dengan caption mengesalkan. Caption yang mengundang banyak komentar teman-temannya. Begitu pula komentar Mbak Yuli dan Mbak Heny.  

|Keren ya pantainya, Mas. Seru tuh, mertua sakit bukannya ditengok malah asyik piknik. Bini minta duit buat mudik disuruh ngutang, eh duit dipakai buat liburan dong. Astaghfirullah, jangan terlalu perhitungan sama bini sendiri, Mas. Hati-hati azabNya pedih|

Kukirimkan komentar di sana. Biar saja semakin riuh seperti di grup w******p keluarga besar tempo hari. Aku tahu aku salah menyebar aib suami. Tapi kuperingatkan baik-baik dia selalu tak peduli bahkan nasehatku hanya dianggap angin lalu. Mungkin memang benar kata orang, sesekali dipermalukan biar sadar daripada keterusan pingsan.

"Wit!" Panggilan ibu mengagetkanku. Aku menoleh cepat ke arahnya.

"Kamu dapat uang darimana buat bayar rawat inap ibu, Wita?" tanya ibu saat kusuapi sup ayam dan bubur untuk sarapan. Aku tersenyum menatap ibu yang mulai menua. 

"Kemarin kamu bilang nggak ada uang, kan?" tanya ibu lagi. 

"Ada, Bu. Wita sudah gajian," balasku singkat. Ibu semakin mengerutkan alis, mungkin bingung aku mendapat gaji darimana sementara ibu tahu aku nggak bekerja. 

"Gaji darimana? Bukannya kamu nggak kerja?" tanya ibu kemudian, tepat seperti dugaanku. 

"Wita gajiannya dollar ibu, bulan ini dapat 170 dollar jadi lumayan dua juta lebih, bisa buat bayar klinik dan belanja. Wita mau beliin Zahra tas, sepatu, sandal sama baju baru. Ibu sama bapak nanti juga Wita beliin sekalian, ya? Atau ibu mau ikut ke pasar?" 

Ibu berpikir sejenak lalu kembali mendongak. Sepertinya masih belum mengerti dengan penjelasanku. 

"Ini loh, Bu. Wita bikin youtube dengan nama Lasdafoo Handmade(Cek yuk, Kak heheh). Isinya tentang cara membuat kerajinan tangan. Sudah banyak video di sini, kalau banyak yang nonton nanti Wita dapat duit, Bu. Hitungannya dollar, 1 dollarnya sekitar empat belas ribu rupiah," ucapku menjelaskan cukup detail agar ibu mengerti dan tak salah paham. Terlihat ibu manggut-manggut paham. 

"Alhamdulillah ya, Wit. Kamu punya penghasilan sendiri, nggak hanya menunggu gajian suami seperti yang tetangga-tetangga bilang," ucap ibu lirih. 

"Maksud ibu gimana? Tetangga bilang apa?" 

"Itu si Desy sama Bella katanya sering lihat status kakak ipar kamu, selalu bilang kalau punya ipar benalu yang cuma bisa menghabiskan gaji suami. Ipar yang dia maksud pasti kamu, kan? Cuma kamu ipar Si Yuli itu," ucap ibu lagi. 

Mungkin berita yang ibu dengar benar adanya. Beberapa tetanggaku memang berteman dengan Mbak Yuli di media sosial, sepertinya Mbak Yuli sengaja mengirim pertemanan dengan mereka. Sengaja pula bikin status-status panas supaya para tetangga membaca statusnya dan lapor pada bapak dan ibu. Tak hanya iri dengki tapi dia memang jahat dan licik!

"Tapi beruntung kata mereka Aris nggak pernah bikin status aneh-aneh. Biarlah kalau cuma ipar, nggak perlu diambil hati. Nanti juga diam sendiri kalau lihat kamu mandiri," ucap ibu lagi dengan senyum tipisnya.  

Aku hanya menghembuskan napas panjang. Aku jadi curiga, jangan-jangan ibu sakit-sakitan karena mendengar berita tak enak dari postingan Mbak Yuli itu? Ah, kalau saja ibu sudah lebih sehat, akan aku perlihatkan sekalian screenshotanku kemarin pada ibu, tapi untuk saat ini masih kusimpan sendiri. 

Aku tak ingin ibu kembali drop dan kembali masuk klinik jika mendengar kenyataan dan melihat bukti menantunya memang sudah tak seperti dulu lagi.  

"Kamu kenapa melamun, Wit?" Pertanyaan ibu cukup mengagetkanku. 

"Nggak, Bu. Pokoknya sekarang ibu tenang saja, ya? Tiap bulan Wita akan kirim uang buat ibu. Ibu pengin beli makanan apa, InsyaAllah Wita belikan. Sekarang ibu sama bapak sudah tua, kalau ada kabar aneh-aneh jangan diambil pusing. Wita nggak mau ibu banyak pikiran dan jatuh sakit lagi," ucapku panjang. Ibu pun mengangguk pelan kembali, dengan senyumnya yang menenangkan.  

💕💕💕 

Saat ke pasar, banyak sekali pesan masuk ke ponsel. Termasuk panggilan Mas Aris berulang kali namun kuhiraukan saja. Aku masih asyik memilihkan sepatu buat Zahra. Aku bahagia sekali melihat anak perempuanku itu tersenyum senang bahkan lompat-lompat kegirangan saat kami sudah sampai di rumah. 

Beberapa belanjaan ada di atas kasur. Tas sekolah, sepatu dua pasang, sandal dan gamis untuk Zahra. Aku juga membelikan ibu mukena dan daster baru sedangkan bapak kubelikan sarung, koko dan sajadah baru. Untukku sendiri cukup membeli satu gamis dengan merk tertentu, sedikit mahal tak apa lah sesekali memberi reward diri sendiri. Aku juga ingin bahagia. 

Kedua orang tuaku tersenyum senang melihat tingkah lucu cucu kesayangannya. Mereka tak kalah bahagianya seperti Zahra bahkan ibu sudah sempat menceritakan pekerjaanku sekarang pada tetangga saking bahagianya. 

"Bu, Zahra foto dulu ya belanjaannya sebelum dicuci," ucap Zahra kemudian setelah mencoba sepatu di kaki mungilnya. Aku iyakan saja, tak ingin menggoreskan kebahagiaan yang baru saja datang jika melarangnya. 

"Buat apa difoto segala?" tanyaku iseng. 

"Nggak apa-apa, Bu. Zahra mau tunjukkan ke Nissa kalau ibu hebat. Bisa dapat uang banyak tanpa harus meninggalkan Zahra sendirian," ucap Zahra lagi dengan senyum manisnya. 

Ide g1laku muncul juga. Foto dari Zahra dengan belanjaan lengkap sekalian punya bapak dan ibu sengaja kubuat status w******p aku setting khusus untuk keluarga besar dan Mas Aris saja. Biar mereka saja yang melihat dan bertanya-tanya darimana aku mendapatkan uang untuk membeli semuanya.

|Alhamdulillah, akhirnya bisa juga membeli semua ini dengan gaji sendiri. Senang banget pokoknya bisa membuat ibu, bapak dan Zahra tersenyum bahagia. Terima kasih untuk semua doa dan dukungannya padaku| 

Klik. Status muncul sudah dengan belanjaan di atas ranjang. Senyumku mulai mengembang saat beberapa orang yang kutuju mulai melihat statusku. Bahkan Mbak Yuli membuat status tandingan. 

|Duit dari ngutang saja pamer. Sok-sok an bilang duit sendiri. Caper banget jadi perempuan. Paling juga barang murahan, sudah kayak branded an semua|

Aku hanya tersenyum sinis membaca status Mbak Yuli. Dia mulai kepanasan atau iri dengki? Ya ... mungkin memang lebih pas disebut iri! Senang jika melihat orang lain susah dan susah jika melihat orang lain bahagia. 

Tunggu tanggal mainnya, Mbak. Kamu pasti akan semakin kepanasan nanti. Makanya jangan iri melihat kebahagiaan orang lain agar hidupmu tak banyak drama!  

💕💕💕

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Alhamdulillah akhirnya wita.punya gaji sendiri
goodnovel comment avatar
Unha Waode Unha
yang dikatakan mbak wita super sekali,jangan selalu iri melihat kebahagiaan orang lain.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status