Balasan untuk Suamiku 4Untuk Kamu yang belum subscribe, ayo subscribe dulu!Selamat membaca.****"Non, ada telepon dari Non Vio," ucap Mbak Sri.Mbak Sri adalah ART di rumah Dinda. Ia sudah bekerja lama dan pekerjaannya cukup memuaskan."Makasih, Mbak Sri," sahut Dinda. Mungkin, karena ponsel Dinda yang raib di ambil jamret itu sudah tak aktif. Makanya, Vio menghubunginya via telepon rumah."Ya, Vi, ada apa?" tanya Dinda santai."Kenapa sulit banget di hubungi, sih, Din? Dari semalam aku chat kamu berulang-ulang tapi nggak aktif terus. Ponselmu rusak?" cecarnya dari seberang telepon."Ponselku kena jamret, Vi. Aku belum sempat cari gantinya, mungkin nanti sore," sahut Dinda masih santai."Pantas. Aku ke rumah kamu sekarang, ada yang mesti aku tunjukin sama kamu!" Tut.Sambungan telepon dimatikan sepihak oleh Vio tanpa pamit, malah di akhir percakapan seperti ada kata penekanan, kalau dia punya sesuatu yang sangat penting untuk Dinda.'Hm, Vio itu memang begitu. Selain grasa-grusu,
Balasan Untuk Suamiku 5Mulut Netizen****"Bunda, kapan Mas Adam pulang?" tanya Alif dengan wajah polosnya."Kenapa Alif nanyain Mas Adam? Kangen, Nak?" tanya Dinda. Ia membingkai wajah mungil putra keduanya, lalu mengecup keningnya dengan lembut."Iya, Alif kangen Mas Adam. Di rumah sepi, bukan cuma Ayah aja yang sibuk tapi Bunda juga!" Alif menjawab dengan penuh penekanan.Hm, mungkin Alif sudah merasakan dampak dari masalah orang tuanya yang sudah berada di ujung tanduk. Semenjak Dinda mengusir Helmi, ia tak pernah pulang lagi ke rumah ini. Mungkin tinggal di rumah gundik kesayangannya!Pagi itu, Dinda kedatangan Umi, Bang Diki juga adik perempuannya, Disha. Mereka menanyakan tentang kebenaran video yang tengah viral itu."Iya, Umi itu mas Helmi. Do'akan aku, agar kuat melewati ini semua!" ucap Dinda sambil tertunduk sedih.Hanya itu yang mampu Dinda ucapkan pada Umi, dan keluarganya."Yang sabar, Dinda, kami semua pasti mendo'akan untuk kebaikanmu. Bagaimana Alif dan Adam, apa mer
****"Bagaimana keadaanmu, Nak?" tanya Umi ketika mereka berkumpul di ruang keluarga."Aku baik-baik saja, Mi," jawab Dinda. Ia mencoba tersenyum semanis mungkin di depan Umi, wanita terhebatnya."Maaf, Umi tak bisa berlama-lama di sini, kasihan Abi di rumah sendirian. Mungkin Disha, sementara waktu akan tinggal di sini, untuk menemani kamu dan Alif." Sambil mengusap punggung putrinya, Umi berkata dengan lembut."Iya, Umi.""Tenang, Kak. Disha akan jagain Kak Dinda dari orang-orang jahat!" sahut Disha sambil cengengesan."Jagain Kakak kamu dan Alif dengan baik, ya, Dis!" pesan Umi lagi. 'Sekhawatir itukan Umi padaku? Berasa masih di perlakukan seperti anak kecil, nyatanya sekarang usiaku sudah masuk di angka 37. Ah, Umi I Love You!'****Sepeninggalnya Umi, Dinda masih duduk di ruang keluarga. Menyandarkan kepalanya di kepala kursi, tatapannya menatap kosong ke luar jendela. video berdurasi beberapa menit itu menyisakan luka dan kehampaan dalam jiwanya.Suara bel pintu menyadarkan lam
****"Pak, boleh izin keluar sebentar nggak? Sepupuku minta di antar ke toko sebelah," ucap Hana, karyawan terbaik Helmi .Helmi menatap perempuan muda berambut pendek yang berdiri di samping Hana, sampai-sampai jiwa mudanya meronta-ronta kerena terpesona."Pak, boleh nggak?" desak Hana lagi. Lamunannya buyar seketika padahal sudah traveling kemana-mana."Oh, iya. Jangan lama-lama, Han!" jawab Helmi dengan gugup.Ketika hendak pulang, Helmi melihat gadis itu berjalan sendirian di area parkiran. Entah bagai mana ceritanya, ia yang sedang mengemudi refleks berhenti ketika gadis itu tepat di samping mobilnya."Kamu sepupunya Hana, kan? Ayo masuk!" ucap Helmi tanpa malu-malu."Ta-tapi ..." Gadis itu kebingungan."Ayo, masuk dulu saja!" bujuk Helmi dengan lembut.Akhirnya, gadis itu pun masuk dengan malu-malu. "Jangan takut, aku hanya akan mengantarmu saja! Namanya siapa?" tanya Helmi kemudian."Ma-Mariah, Andara Mariah." Ia menjawab gugup."Mariah, kemana tujuanmu?" tanya Helmi lagi. Enta
****Dinda menatap nanar ketika Helmi tiba-tiba datang dan membawa perempuan itu ke rumahnya. Ia merasakan dadanya seketika sesak luar biasa hingga untuk bernapas pun rasanya sangat sulit."Sayang, dengar Mas! Dia itu bukan gund*k, bukan pelakor. Namanya Mariah, dia itu istri Mas juga!" bela Mas Helmi ketika Dinda menyebut perempuan itu seorang pelakor.Entahlah, sebutan apa yang pantas untuk perempuan itu? Namun, pembelaan Helmi membuatnya sangat sakit."Ayaaaah!" teriak Alif. Ia menghambur ke pelukan Helmi. Sungguh, pemandangan yang membuat hati Dinda makin teriris-iris. Sedangkan Disha yang sejak tadi bersama Alif, tak mampu menghentikan langkah kecil anak itu."Hai, anak Ayah, apa kabar?" tanya Helmi, Ia lalu menciumi kening putra bungsunya."Tidak baik. Karena Ayah tak pulang-pulang, Alif rindu!" rengek bocah itu sambil terus memeluk leher ayahnya.Dinda menatap Helmi. Semoga ia tak mengatakan hal-hal yang aneh, yang mampu membuat Alif bingung sekaligus patah hati."Maaf, Ayah ba
Balasan untuk suamiku 9****"Disha, tolong jaga Alif selama Kakak keluar, ya! Jangan biarkan perempuan itu mengambil kesempatan untuk mendekati Alif, cukup Mas Helmi saja yang berpaling!" Dinda berpesan pada adiknya, Disha."Siap, Kak!" sahutnya semangat.Belum kakinya melangkah, tiba-tiba Mariah dan Helmi berjalan dengan terburu-buru menghampiri Dinda. Wajah keduanya terlihat panik membuat Dinda sedikit penasaran."Dinda, aku pinjam mobilmu, mobilku sedang di bengkel!" pinta Mas Helmi."Tidak bisa, Mas. Hari ini aku ada urusan," jawab Dinda acuh."Kamu, kan bisa pergi pakai taksi online, Din!" ucap Helmi kemudian."Kenapa tak kamu saja yang pakai taksi, Mas?" Dinda mulai sewot."Ini darurat. Bapaknya Mariah sedang kritis di rumah sakit. Tolong, Din!" sahut Helmi dengan wajah memelas."Hah, bukankah bapaknya sudah meninggal, Mas?" Dinda keceplosan.Wajah Helmi tiba-tiba memucat. Dia terlihat gugup dan salah tingkah mendengar ucapan dinda.'Hm, jadi Hana berbohong padaku? Tega sekali d
****"Aku, aku cuma ingin Dinda menerima pernikahan keduaku," sahut Helmi tanpa rasa salah sedikit pun."Lalu bagaimana jika anakku tidak bisa?" tanya Abi lagi."Dinda harus Mau, Abi. Karena aku dan Mama menginginkan anak perempuan. Kita semua tahu juga, kalau Dinda tak mungkin bisa hamil lagi, karena sudah nggak memiliki rahim, bukan?" jelas Helmi lantang menyudutkan Dinda."Jadi itu alasanmu, Helmi? Sampai-sampai kamu tega mengecewakan anak kami." ujar Abi. Ia mengulas senyum getir di bibirnya."Iya, Helmi diam-diam menikah itu karena punya alasan yang kuat. Sedangkan anak kalian, wataknya keras dan tidak bisa di ajak bicara baik-baik." sela Wulan semakin menyudutkan posisi Dinda. Dinda terus membaca istighfar sebanyak mungkin, menenangkan hati yang rapuh karena mendengar mereka yang terus menyudutkannya atas pernikahan kedua Helmi."Bagaimana, Dinda? Kamu sudah mendengar semuanya, silahkan mengambil keputusan. Ambil menurutmu yang terbaik untuk kamu, Adam dan Alif!" tegas Abi menat
****Semalam, Helmi pulang larut malam bersama Mariah, Wajah kusut keduanya membuat Dinda sangat penasaran. Namun, belum juga Dinda mendekat, mereka menatapnya dengan berang seperti hendak menerkam.Melihat tatapannya, nyali Dinda tidak menciut sedikit pun, malah ia melangkah dengan penuh percaya diri menghampirinya."Bersyukurlah, kalian tidak menginap di balik jeruji besi," ejek Dinda penuh kemenangan."Aku yakin, ini ada hubungannya dengan kamu, Mbak!" pekik Mariah, meluapkan kemarahannya pada Dinda."Punya bukti?" tanya Dinda, dengan tatapan penuh ejekan."Akan segera kudapatkan, tunggu saja!" ucap Mariah dengan ketus."Silakan!" Dinda tak kalah tegas."Oh, iya, Mas. besok pagi kalian semua harus sudah angkat kaki dari rumah ini!" lanjut Dinda kemudian."Dinda, kamu itu keterlaluan sekali, pengacaramu saja memberikanku waktu 1×24 jam untuk berpikir, kenapa kamu malah mengusirku?" sergah Helmi."Untuk apa berpikir? Semuanya sudah selesai, Mas!" bentak Dinda."Uangku sudah kamu bekuk