Share

Mulut Netizen

Balasan Untuk Suamiku 5

Mulut Netizen

****

"Bunda, kapan Mas Adam pulang?" tanya Alif dengan wajah polosnya.

"Kenapa Alif nanyain Mas Adam? Kangen, Nak?" tanya Dinda. Ia membingkai wajah mungil putra keduanya, lalu mengecup keningnya dengan lembut.

"Iya, Alif kangen Mas Adam. Di rumah sepi, bukan cuma Ayah aja yang sibuk tapi Bunda juga!" Alif menjawab dengan penuh penekanan.

Hm, mungkin Alif sudah merasakan dampak dari masalah orang tuanya yang sudah berada di ujung tanduk. Semenjak Dinda mengusir Helmi, ia tak pernah pulang lagi ke rumah ini. Mungkin tinggal di rumah gundik kesayangannya!

Pagi itu, Dinda kedatangan Umi, Bang Diki juga adik perempuannya, Disha. Mereka menanyakan tentang kebenaran video yang tengah viral itu.

"Iya, Umi itu mas Helmi. Do'akan aku, agar kuat melewati ini semua!" ucap Dinda sambil tertunduk sedih.

Hanya itu yang mampu Dinda ucapkan pada Umi, dan keluarganya.

"Yang sabar, Dinda, kami semua pasti mendo'akan untuk kebaikanmu. Bagaimana Alif dan Adam, apa mereka sudah tau semua ini?" tanya Bang Diki.

"Em, mereka tidak tahu, cuma tahu Mas Helmi sibuk dan nggak pulang-pulang," jawab Dinda.

"Kak, mas Helmi, kok bisa setega itu? Padahal, Kak Dinda itu nyaris sempurna sebagai perempuan," timpal Disha.

"Sutt, Disha, Kakakmu lagi sedih, jangan membuatnya makin sedih, kasihan!" sela Umi, yang sejak tadi hanya diam saja dan mengusap-usap punggung Dinda dengan lembut.

"Maaf, Kak Dinda!" ucap Disha lagi.

"Oke, Kakak baik-baik saja. Jangan khawatir!" sahut Dinda. Ia mencoba tetap tersenyum pada Disha.

Disha pamit ingin bertemu Alif dan mengajaknya sekedar makan ice cream di taman, Dinda mengijinkan dengan syarat ia harus menjaga Alif dengan baik.

"Em, Din, Abang nggak bisa lama-lama di sini, Abang ada janji sama kolega. Kalau kamu butuh bantuan Abang, langsung hubungi saja, ya!" Bang Diki pamit.

Dinda tersenyum pahit, ketika orang-orang terdekatnya mengasihani nasibnya yang kurang baik. Umi segera memeluknya berharap putrinya bisa tenang. Dengan tangan keriputnya, ia menghapus air mata yang lolos saat dalam dekapan hangatnya.

"Menangis saja, jika itu membuatmu lega. Umi paham perasaanmu," bisik Umi di telinga putrinya.

**** 

Rasa penasarannya, membuat Dinda mengaktifkan kembali media sosialnya, ia menyiapkan hati untuk membaca semua komentar-komentar pedas para netizen yang maha benar.

'Goyangan istrinya kurang liar kali, ya? Sampai-sampai nyari goyangan lagi di luaran, hahaha!'

'Astagfirullah, ceweknya tetanggaku (Emot nangis)'

Dengan serta merta para netizen kemudian menyerbu akun yang mengaku tetangganya si perempuan itu. Termasuk Dinda.

Ia sengaja memakai akun palsu. Lalu, mengirim beberapa pesan padanya, serta mengiming-imingi sejumlah uang agar ia mau memberikan alamat si perempuan itu. Tentu saja Dinda tak perlu jujur, siapa ia sebenarnya.

Dinda ingin menggali informasi. Agar nantinya ia bisa lebih mudah mencari bukti-bukti lainnya dari perempuan itu. Tentu saja, ia tak bekerja sendirian, ia akan menyuruh orang-orangnya untuk menyelidiki asal usul perempuan itu.

Tak lama, orang itu mengirimkan sebuah alama, dan sebagai imbalannya Dinda segera mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening yang ia kirim.

Dinda menghubungi orang suruhannya dan mengirimkan alamat yang ia dapat. Lalu, memintanya untuk menjadi mata-mata di sana.

Beberapa jam kemudian orang itu mengabari Dinda, bahwa perempuan yang di maksud sudah pindah tiga bulan yang lalu.

'Argh, sial!' umpatnya dalam hati.

Dinda mengingat sesuatu. Saat ia berusaha membajak aplikasi w******p suaminya, iamemasang aplikasi pelacak di ponsel milik Helmi.

Akhirnya, Dinta tersenyum senang saat mendapatkan alamat terbaru Helmi dari aplikasi itu, ia segera meminta orang suruhannya untuk segera datang ke lokasi itu.

'Lihat, Mas aku akan membuat hidupmu makin tak tenang! Di kucilkan semua orang, di hujat habis-habisan dan tak menghasilkan uang. Sama, saat pertama kali aku mengenalmu dulu!'

****

Dunia Helmi terasa runtuh ketika video itu viral. Bagaimana bisa ia seceroboh ini? Padahal, ia sudah serapat mungkin menyembunyikan hubungan itu dengan istri mudanya. Bisa ia pastikan, siapapun orang yang ada di balik ini akan merasakan akibatnya!

Helmi tak bisa berkata-kata di depan Dinda, lidahnya terasa kelu. Apalagi, ketika Dinda mengusirnya tiba-tiba dari rumah. Bahkan, ia tak diberikan kesempatan untuk sekadar membela diri. Ia kenal Dinda. Makanya, ia memilih pergi dan membiarkannya tenang terlebih dahulu.

Hilang sudah wibawa Helmi di depan teman-teman bisnisnya. Jika tak ingat dosa-dosanya yang telah menggunung, ia ingin bunuh diri saja mengakhiri semuanya. Karena video itu, mereka dengan beraninya menyeret akunnya dalam komentar-komentar di sana. Tentu saja ia di hujat habis-habisan oleh para emak-emak netizen.

Bukan cuma Helmi yang kena Imbas dari video itu, tapi istri keduanya juga. Ia menghibur diri sediri dan hanya perlu bersembunyi sebentar saja. Lalu, nanti ia akan mengkasuskan mereka dengan kasus pencemaran nama baik.

"Mas, ini bagaimana? Kita nggak bisa, diam terus! Lihat, netizen itu menghujatku! Aku malu, Mas!" desak Mariah, istri kedua Helmi.

"Tenang dulu, Sayang! Kalau kamu panik begini aku jadi ikut panik juga. Gimana aku bisa mikir, coba?"

"Coba, Mas dulu dengar aku! Berterus terang tentang pernikahan kita sama Mbak Dinda, kita nggak akan sesulit ini. Kita bisa tenang tinggal di rumah Mas yang besar itu," gerutu Mariah, menyalahkan suaminya.

"Cukup, Mariah! Aku sudah pusing dengan video itu jangan kamu tambah-tambahi dengan ocehanmu!" Helmi sedikit membentak perempuan berambut pendek itu.

"Mas itu nggak adil! Padahal, waktu itu mas janji akan mengajakku tinggal di rumah yang di tempati oleh Mbak Dinda. Tapi kenyataannya, terus saja aku di suruh sembunyi di rumah ini. Mas Jahat!" Mariah merajuk. Ia menghentak-hentakan kakinya saat berjalan ke kamar dan membanting pintu.

"Nanti akan Mas usahakan, Mariah!" teriak Helmi. Ia prustasi menghadapi sikap manja istri mudanya.

'Akh, manjamu berlebihan dan kekanak-kanakkan beda sekali dengan Dinda!'

Helmi menghubungi pihak hotel langganannya. Karena ia sangat yakin itu video rekaman saat di hotel beberapa hari yang lalu.

"Maaf, itu di luar tanggung jawab kami, Pak! Karena sebenarnya pihak hotel tak pernah menyimpan CCTV  di dalam kamar, hanya di koridor saja." Jawaban dari pihak hotel terdengar menyebalkan di telinganya.

"Argh, tidak Mungkin! Lalu siapa yang merekam kami? Lalu sengaja menyebarkannya hingga saya mengalami kerugian besar. Hilang harga diri saya karena keteledoran kalian!" 

Tut. 

Helmi mematikan telepon dengan kesal, karena dari pihak mereka hanya kata maaf, maaf dan maaf saat ia meminta pertanggungjawaban dari mereka.

"Mas, makan dulu?" titah Mariah. Ia duduk di meja makan sambil menatap makanan di meja dengan wajah yang di tekuk.

Helmi menghampirinya dan segera memeluknya dari belakang  serta mengecup mesra pucuk kepalanya. Namun, sesaat kemudian Helmi terkejut dengan menu yang Mariah siapkan untuknya.

"Loh, kok, menu cuma sayur bening dan tahu tempe. Ayamnya mana, Sayang?" tanya Helmi heran.

"Tak ada ayam tak ada ikan tak ada daging, Mas! Isi kulkas semuanya habis, aku tak mungkin keluar rumah. Aku takut mereka akan mengenaliku, huhuhu."

'Jawaban Mariah ada benarnya, kasihan sekali dia!'

"Baiklah, nanti Mas yang akan belanja, jangan sedih lagi nanti cantiknya hilang!" rayu Helmi pada istri mudanya.

Setelah selesai makan, Helmi segera meluncur ke minimarket terdekat. Ia memilih semua kebutuhan untuk sehari-sehari untuk persediaannya selama masa persembunyian, hingga tiga keranjang penuh. Namun, saat ia akan membayar dengan kartu debit, kasirnya bilang semua kartunya tidak bisa di gunakan.

'Hm, kenapa, ya? Padahal aku yakin sekali, saldoku sangat banyak.' 

Akhirnya Helmi pun kembali ke kontrakan istri mudanya dengan tangan kosong.

'Argh, sial!'

_________________ 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Saripa Santi
rasain itu belum seberapa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status