Share

BAB 8

Kami memilih tempat di sebuah sudut halaman parkir yang agak rindang untuk bermusyawarah.  

Bapak mulai membuka rundingan, menyampaikan hasil diagnosa dokter dan rencana tindakan medis yang harus dilakukan termasuk estimasi biaya.

"Jadi Saya mengumpulkan kalian untuk memusyawarahkan bagaimana kita akan mengatasi masalah ini. Setiap orang harus berpendapat, supaya nanti tidak ada saling iri dan saling menyalahkan. Kita semua mengupayakan yang terbaik untuk kesembuhan Marry." Kata Bapak.

"Yang membuat Marry sakit lah yang bertanggungjawab." Celetuk Rara yang langsung diperingatkan oleh Bang Ishaq, suaminya.

"Apaan sih" katanya pelan.

"Aku setuju sama Rara." Kata Lily.

"Kalau gak mau tanggungjawab, kita laporkan ke kepolisian, kasus penganiayaan." Lanjutnya.

Nandean mendehem.

"Kalau menurut aku sih kita bisa sumbangan semampu kita, jika masih kurang nanti dicarikan jalan lainnya." Kata Naura yang diiyakan oleh Tanto, suaminya.

"Aku terserah Bapak aja, pak. Bagaimana sebaiknya. Tabunganku juga lagi kosong." Kata Anggun.

"Aku nyumbangin tabunganku, pak. Tapi bagi dua, untuk Marry setengah dan setengahnya lagi untuk Leang." Kata Rossy.

"Kalau Bapak si Leang juga pasti keluar uang banyak untuk biaya Leang." Mama menanggapi.

"Sebenarnya ini tanggungjawab saya sebagai orangtuanya, tapi saya ingin melibatkan anak-anak saya dalam mengatasi masalah ini, supaya kalian tahu dan merasakan bagaimana seharusnya hidup bersaudara. Saling bantu, saling tolong, saling mendukung. Bergandengan tangan melewati kesulitan, bahu membahu mengatasi kesusahan.

Setelah mendengar masing-masing pendapat kalian, silakan kalian sebutkan nominal yang bisa kalian sumbangkan, biar sisanya kita pikirkan lagi sama-sama. Rossy, kau catatlah jumlah sumbangan kakak-kakakmu." Kata Bapak.

"Selain soal si Marry, keluarga Nandean juga harus kita pikirkan. Saat ini kau tahu sendiri anaknya juga masih dalam proses perawatan di rumah sakit ini." Lanjut bapak.

"Untuk biaya perawatan anakku tak perlu kalian pikirkan. Kita fokus saja pada biaya yang dibutuhkan Marry." Ujar suamiku.

"Ya iyalah. Dia ketabrak sendiri kok. Kalau mau minta saja ganti rugi pada si penabrak." Kata Lily.

"Oh begitu?" Tanya Nandean.

"Ya iya. Yang nabrak Leang lah yang tanggungjawab. Masa kita yang harus nanggung biayanya juga." Rara menjawab.

"Kalau begitu kita urutkan kronologi kejadiannya ya?" Tanya Nandean.

"Anakku lari keluar karena pintu pagar yang sengaja dibuka lebar oleh Marry, bahkan Marry sendiri bilang: biar saja ketabrak mobil, biar mati sekalian! Artinya ada unsur kesengajaan dari Marry supaya anakku celaka. Iya kan? Berarti aku dan istriku seharusnya minta pertanggungjawaban Marry.

Kalau yang ada dalam pikiranmu seperti ini, maka aku minta tolong padamu, bangunkan Marry sekarang lalu suruh dia bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada anakku.

Setelah urusan anakku selesai, biarkan Marry terbaring lagi lalu kau minta Naya bertanggungjawab. 

Aku yakin Naya dan keluarganya mau bertanggungjawab.

Istriku ini bukan yatim piatu ya, dia tidak hidup sebatang kara. Keluarganya siap membantu dan membela dia. Jadi jangan kau merasa hebat sendiri, semena-mena pada orang lain.

Atau kita laporkan saja kedua kasus ini ke polisi. Begitu maumu?" Papar Nandean.

Lily terdiam.

"Entah dimana otakmu kau simpan, Lily." Gerutu Bapak.

"Kau juga maunya begitu kan, Ra?" Tanya Nandean.

"Gila saja disuruh membangunkan orang yang sedang tidak sadar untuk tanggungjawab." Kata Rara sewot.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status