Share

Bab. 5

Reagan mengendus. "Aku tidak peduli, Milly. Suka atau tidak suka yang pasti aku sudah mendapatkan perempuan yang cocok denganku."

"Reagan, kau mabuk cinta. Bisa saja sekarang kau merasa bahwa dia yang terbaik, tapi bisa jadi nanti kau akan merasa bosan dan menyesal karena sudah mencintainya."

Reagan diam sesaat, apa yang dikatakan kakaknya benar. Saat ini ia hanya sedang mabuk, mabuk cinta terhadap gadis bernama Agatha. "Lalu menurutmu aku harus bagaimana?" tanya Reagan pelan.

"Sekarang ini aku tidak akan melarangmu untuk mengunjungi perempuan lain, itu hakmu sebagai laki-laki. Tapi kau sudah dijodohkan dengan anak sahabat daddy."

"Apa itu artinya kau setuju aku bersama Agatha?"

"Aku tidak bilang setuju atau tidak, Reagan. Tapi jika kau memang ingin mendekatinya kau harus ingat apa saja yang tidak bisa kau lakukan padanya. Kau sudah punya calon istri, tidak mungkin kau akan memberikannya harapan yang sudah pasti tidak akan membuat kalian bersama. "

"Baiklah, aku mengerti," balasnya pelan.

"Kau memang mengerti, tapi kau bersikap tidak mengerti."

Reagan tertawa. "Oke. Terima kasih banyak, Milly, semoga harimu menyenangkan."

Tut! Tut!

Di sisi lain.

Dalam mansion besar yang mewah dan rapi Clare sedang sarapan bersama kedua orangtuanya. Clare duduk di samping kanan Dean, sedangkan Kensky duduk di hadapan Clare.

"Bagaimana hari pertamamu, Sayang?" tanya Kensky sambil menuangkan susu ke dalam gelas anaknya.

"Cukup buruk."

Dean dan Kensky terkejut kemudian sama-sama saling bertatapan.

"Buruk kenapa, Sayang?" tanya Kensky sambil meraih wadah jus orange, menuangkan untuk dirinya sendiri lalu ke dalam gelas Dean.

"Kemarin aku terlambat, jadi panita menyuruhku mengelilingi kampus sebanyak seratus kali. Itu sebabnya hari ini kakiku sekali."

Dean berdeham. "Siapa namanya? Apa perlu papi laporkan dia ke bagian___"

"Jangan, Pi," sergah Clare, "Kan aku yang salah. Mungkin kalau aku tidak terlambat dia tidak akan memberiku hukuman ini."

Kensky tersenyum sayang. "Ingat, universitas itu milik keluarga kita. Jika ada yang berani macam-macam padamu, papimu ini tidak akan segan-segan menyuruh mereka untuk mengeluarkan orang itu."

Clare menggeleng. "Tidak, Mami. Justru aku tidak ingin mereka tahu siapa aku sebenarnya. Kemarin aku sudah memberitahu hal ini juga kepada Ansley, kalau ada mahasiswa yang tahu siapa aku sebenarnya itu berarti perbuatan Ansley atau Papi."

"Kenapa papi?" tanya Dean. Ekspresinya terkejut sambil menatap Clare.

Gadis itu menahan tawa. "Aku hanya bercanda, Pi. Pokoknya aku tidak mau ada yang tahu siapa aku sebenarnya. Dan jika suatu saat mereka tahu, aku tidak akan setuju jika pihak universitas memperlakukanku secara spesial. Aku ingin seperti mahasiswi yang lain, diperlakukan wajar dan layaknya seorang siswi biasa."

"Kau sangat bijaksana, Sayang," kata Kensky.

"Oh, iya," kata Dean, "Ngomong-ngomong soal perjodohanmu, kau tidak keberatan kan setelah lulus kuliah langsung menikah?"

Clare menelan ludah. Baginya keputusan kedua orang tua adalah yang terbaik. "Papi atur saja. Jika menurut Papi dan Mami itu yang terbaik aku pasti akan setuju."

Dean dan Kensky saling menatap bahagia.

"Kau sudah menghubungi Alex?" tanya Kensky kepada Dean.

"Belum, tapi pagi ini aku akan menghubunginya."

Clare menyudahi sarapannya. "Baiklah, aku ke kampus dulu. Aku tidak mau terlambat dan kena hukuman lagi."

Kensky dan Dean mengangguk. Setelah mendapat kecupan manis dari Clare, mereka tersenyum sambil melihat gadis itu hingga menghilang.

"Dia anak yang sangat penurut," kata Kensky.

"Apa menurutmu kita tidak kelewatan? Apa keputusan kita untuk menjodohkannya sudah benar?"

Kensky menatap Dean. "Jika menurutmu itu benar, sudah pasti itu yang terbaik buat anak kita, Sayang."

***

"Clare!"

Suara wanita dari arah belakang langsung mengejutkannya. Ia menoleh dan melihat sosok Ansley yang mendekatinya.

"Kau baru tiba, ya?" tanya Ansley saat melihat gadis itu keluar dari mobil.

"Iya."

"Halo, Ansley."

Suara perempuan dari arah belakang membuat mereka berdua menoleh.

"Chloe?" sapa Ansley, "Tumben kau datang pagi-pagi."

Gadis itu tersenyum paksa ke arah Clare kemudian menjawab pertanyaan Ansley. "Hari ini kan kegiatan di kampus cukup padat. Jadi, aku harus datang lebih awal biar tidak ketinggalan informasi. Aku dengar pagi ini Reagan akan mengajak kita rapat, benar begitu?"

Ansley terkejut "Oh, iya? Tapi kenapa aku tidak tahu, ya? Perasaan di group tidak ada informasi."

"Baiklah, kalau begitu aku tinggal dulu. Sampai nanti."

Ansley dan Clare melihat tubuh Chloe yang sudah menjauh.

"Sepertinya dia memang tidak suka padamu, Clare," kata Ansley.

"Aku tak peduli," balas Clare seraya bergerak meninggalkan tempat itu. Mereka berjalan bersama dengan langkah cepat dan sangat panjang, "Sekarang aku hanya ingin fokus kuliah, itu saja. Jika dia tidak menyukaiku itu urusannya dan aku tidak mau mencari masalah."

"Ansley!"

Suara dari belakang membuat langkah Ansley dan Clare terhenti. Clare yang melihat sosok sedang berlari itu segera pamit dan meninggalkannya. "Aku pergi dulu, Ans. Sampai nanti."

Sosok yang baru saja mendekati Ansley kini melihat ke arah Clare yang berjalan tanpa menatap kiri dan kanan. "Kenapa dia pergi?"

"Aku tidak tahu, mungkin dia malu bertemu denganmu."

Sosok yang ternyata adalah Reagan itu kini tersenyum dengan wajah merah merona. "Apa kau sudah bilang padanya bahwa aku menyukainya?"

Ansley menelan ludah. Di satu sisi ia tak ingin mengecewakan Reagan, tapi di sisi lain ia juga tak mau berbohong. "Aku sudah mengatakannya. Kemarin kau sendiri sudah melihatnya, kan? Dia sangat menyukai burger dan minuman itu."

Reagan tersenyum. "Lalu apa yang dia katakan?"

"Dia tidak bilang apa-apa, tapi mungkin dia ingin kau sendiri yang mengutarakan perasaanmu kepadanya."

"Aku malu, Ans. Aku takut dia menolakku."

Ansley terbahak. "Pria keras kepala sepertimu ternyata punya rasa malu? Rasanya aku tak ingin berhenti tertawa."

Wajah Reagan kembali memerah. "Itu wajar, Ans. Kau tahu sendiri, kan? Ini pertama kali aku jatuh cinta."

"Aku tidak percaya, buktinya dulu kau pernah menyukai perempuan yang seangkatan dengan kita. Ingat, Reagan, kau tidak ingin hal yang sama terjadi lagi, kan?"

Reagan menggeleng. "Itu tidak benar, Ans. Aku menyukai mereka hanya sekedar suka, berbeda dengan sekarang ini. Waktu pertama melihat Agatha rasanya aku sudah menemukan wanita impianku."

"Oke, oke, aku mengerti. Tapi saranku, sebaiknya kau harus memberanikan diri untuk meluapkan perasaanmu kepadanya sebelum semuanya terlambat."

Kepala Reagan tersentak melihat Ansley. "Apa dia sudah punya pacar?"

"Sepertinya tidak, tapi kau coba saja dulu. Kalau memang kau sudah mengungkapkan perasamu kepadanya dan dia menolak, itu berarti dia sudah punya pacar."

Reagan marah. "Apa maksudmu, Ansley? Kau kan temannya, masa kau tidak tahu kalau dia sudah punya pacar atau belum."

Ansley menarik napas panjang. "Baiklah. Aku akan menceritakannya padamu, tapi setelah kegiatan terakhir selesai."

"Itu terlalu lama, Ans. Sekarang saja."

"Tidak. Kalau kau ingin mendapatkan jawaban dariku, selesai kegiatan kita ke kantin dan bicara."

***

Setelah semua kegiatan berakhir, para peserta mahasiswa baru diperbolehkan istirahat.

Ansley yang juga ikut dalam kegitan tersebut langsung berlari dan mendekati Clare. "Setelah ini kau mau ke mana?" tanya Ansley seraya menyodorkan satu botol air mineral kepadanya.

Napas Clare tak beraturan. "Terima kasih. Aku akan ke toilet sebentar. Setelah itu aku akan ke perpustakaan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan ketua."

"Kau tidak ingin makan siang dulu?"

"Aku tidak lapar," jawab Clare, "Oh, iya. Ingat, aku tidak ingin menerima makanan darinya lagi. Jadi kalau dia menyuruhmu lagi seperti kemarin, lebih baik berikan saja makanan itu kepada orang lain karena aku tidak akan memakannya."

Ansley terdiam. "Oke, oke. Tapi kalau dia paksa, bagaimana?"

"Tidak, Ansley, aku tetap tidak akan menerimanya."

Bersambung___

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status