Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya RayaPart 1 500 Juta“Ini, Ma.” Aku meletakkan sebuah tas diatas meja.Sebuah tas berisikan uang tunai sebesar 500 juta sebagai syarat jika mas Umair ingin menikahiku.Ya, dua hari yang lalu, keluarga mas Umair yang juga ayahnya adalah sahabat sejak kecil ayahku datang melamarku. Mereka jauh-jauh datang dari desa membawa beberapa barang yang mungkin jika ku totalkan semua tak lebih dari dua juta.Namun, sikap bu Ros –ibu sambungku- menolak mentah-mentah kedatangan keluarga mas Umair. Katanya karena semua ini mendadak. Juga barang yang dibawa sangatlah sederhana, tak sebanding dengan diriku yang seharusnya bisa mendapatkan lebih.Tapi aku yakin ini hanya alasannya saja agar bisa mendapatkan uang banyak secara cuma-cuma. Seperti yang ia lakukan sebelumnya pada pak Marwan. Seorang duda beranak satu, yang usianya lebih dari mama. Ia pemilik mini market di komplek depan tempat
Part 2 PernikahanTiba-tiba, tanpa di duga mas Umair menghampiri pak Marwan dan mama.Lelaki desa yang kini sudah menyandang status suamiku ini, memang sekilas penampilannya tak terlihat seperti orang desa. Perawakannya gagah, tampan dan mempesona. Tapi ya itu, sekali orang desa ya tetap orang desa."Ganteng ya, beruntung banget, deh Saudah, " ujar Sofia teman satu kompleks ku ketika ia pertama kali melihat mas Umair."Iya, ganteng, tapi kalo miskin bisa apa? " sahut Rani, teman kompleks ku juga.Rani itu berbeda dengan Sofia. Rani selalu mengukur laki-laki dari isi dompetnya. Mungkin turunan dari mamanya yang juga satu genk dengan mama tiriku itu."Hutang berapa mama Ros pada Anda? " tanya mas Umair, membuat kami semua yang ada terkejut. Apa dia punya uang?"Lima juta! " tegas pak Marwan menunjukkan lima jari tangannya ke wajah mas Umair."Anda bisa temui saya selesai acara. Saya
Part 3 Surat-surat Berharga"Ikut, Mas." Mas Umair menggandeng tanganku. Mengajakku keluar kamar dan menemui mama yang sedang bersantai di depan televisi."Ma, boleh aku minta waktunya ?" tanya mas Umair pada mama yang tak mengalihkan pandangannya pada televisi."Apa?" jawabnya ketus."Sebenarnya aku dapat bonus voucher makan malam di restoran Bintang dari pihak WO tadi, Mama mau? Karena aku gak terbiasa makan di restoran seperti itu," ujar suamiku yang membuat mama sedetik kemudian menoleh karahnya."Restoran Bintang?" sahut Santi, anak bungsu di rumah ini. Tepatnya adik tiriku. "Itu 'kan restoran mahal Ma," katanya lagi."Jangan bercanda kamu," ucap mama seraya memindah chanel televisi."Enggak, Ma.""Untuk berapa orang?" tanya mbak Sinta."Sekeluarga Mbak. Kalau mama mau, nanti mas Umair konfirmasi lagi kedatangannya, tapi mas Umair dan aku gak ikut. Mas Umair gak mau bikin malu karena belum pernah makan di rest
Part 4 Pulang ke DesaHari ini hari terakhir aku di rumah ini. Urusan surat-surat sertifikat sudah ku serahkan pada notaris untuk mengganti semua aset milik ayah dan ibuku atas namaku.Dan untuk bagian mama, akan ku serahkan nanti jika semua sertifikat itu sudah selesai ditangani."Sudah semua, Mas? " tanyaku pada mas Umair saat kami tengah mempersiapkan barang bawaan untuk ke desa."Sudah. "Tiga buah koper besar berisikan barang dan pakaianku juga punya mas Umair siap dibawa."Kamu yang betah disana, sereot apapun gubuknya itu juga gubuk suamimu, " kata mama ketika kami hendak berpamitan.Lagi, aku dibuatnya terdiam. Aku tahu maksud mama hanya ingin menghina mas Umair. Karena dimatanya, mas Umair yang notabene orang desa pasti rumahnya lebih kecil dari rumah ini."Iya, Ma. Sepekan sekali insyaaAllah kami akan usahakan untuk pulang ke sini. Ngecek keuangan butik, " kataku usai mencium punggung tan
Part 5 Wanita Masa Lalu SuamikuRasanya hatiku benar-benar teriris-iris. Baru saja aku mulai mencintai dan menerimanya, tapi apa nyatanya yang ku dapat? Mas Umair dan keluarganya seakan mempermainkanku. Mempermainkan pernikahan ini dan juga wasiat dari ayahku."Lupakan! " ucapku lalu berlari sekuat tenaga meninggalkan mereka."Hahahaha!! " jelas ku dengar Riska tertawa sangat lantang saat kepergianku.Aku terus berlari tanpa mengerti tujuanku kemana. Entahlah, tak terasa bahkan air mataku jatuh membasahi pipi ini.Sesekali ku tengok ke belakang, mas Umair pun tak terlihat batang hidungnya untuk mengejarku. Benar-benar dia ya!Ku hentikan langkahku saat aku sampai di hamparan persawahan yang cukup luas. Pemandangan yang menyejukkan mata, dengan gunung yang jauh disana sebagai pelengkapnya. Hatiku rasanya mulai tenang kembali.Mas Umair benar-benar sudah keterlaluan. Ternyata pernikahan ini hany
Part 6 Kehadiran Mama"Cukup Rima! Jika kamu tidak ingin berurusan dengan polisi lebih baik kamu tinggalkan tempat ini! " usirku pada Rima yang membuatnya menatapku dengan tajam. Ternyata punya cukup keberanian juga dia. Tak ingin kalah, ku balas tatapannya dengan kedua tangan yang berkacak pinggang. Takkan ku biarkan siapa pun mengacaukan acaraku ini. Apalagi Rima, wanita yang hanya masa lalu suamiku. "Kamu pikir aku takut? " tentangnya semakin menjadi-jadi. Bahkan kini suasana semakin tegang karena perseteruan kami. "Sudah Dek, biarkan saja, " kata mas Umair mencoba menghentikanku. "Tolong bawa istrimu pergi, " titah suamiku pada suami Rima. Masih bisa setenang itu? Haduh. Tanpa berpikir panjang, suami Rima berusaha menarik tangan istrinya meskipun Rima sendiri terus saja berontak. "Dasar wanita gil*!" umpatku yang seketika membuat mas Umair melirik kearahku. "Hus! " katanya pelan. Ah, suamiku ini terlalu baik. Dengan usaha yang keras, akhirnya suami Rima berhasil membawa Rima
#SKDYPart 7 Ancaman"Mama mau apa kesini?" tanyaku langsung agar kami tak lama-lama menjadi pusat perhatian. Selain itu, aku juga penasaran apa tujuan mama datang kemari? Jika hanya sekedar memintaku mengurus surat-surat yang hilang, ku rasa itu hanya dalihnya saja.Netra mama melihat ke sekeliling. Sementara itu abi dan umi -panggilan untuk pak Santoso dan bu Nila selaku mertuaku- meninggalkan posisi duduknya."Maaf, kami tinggal sebentar karena ada tamu dari jauh yang baru datang, " kata ibu mertuaku sebelum beliau beranjak dari duduknya."Iya, " balas singkat mama yang tak mengalihkan pandangannya dari ponselnya.Abi dan umi berjalan kearah sepasang suami istri yang baru saja datang. Entah siapa itu. Yang jelas mereka terlihat sangat akrab.Umi bersalaman dilanjutkan bercipika cipiki dengan wanita tersebut, lalu memeluknya sejenak. Begitu dengan abi yang tak kalah hangat menyambut pria paruh baya tersebut."Siapa Mas? " ta
Kalau bukan karena status mama Ros sebagai istri ayahku, sudah rasanya ingin ku buang jauh ke lautan mereka. "Ini Mas, disuruh umi, " kata Riska salah satu kerabat suamiku. Ia datang seraya meletakkan beberapa bingkisan diatas meja. Lalu dengan gegas ia pergi. Suasana sedikit cair setelah cukup lama menegang diantara aku dan keluargaku sendiri. "Bu Ros, tolong diterima ya, " kata umi yang tiba-tiba muncul bersama abi. "Isinya jauh lebih banyak dari yang tadi dimakan, " katanya lagi. Aku pun menyadari bahwa ternyata beberapa paper bag itu berisikan makanan yang dihidangkan saat acara hari ini. Aku benar-benar tak menyangka dengan sikap kedua mertuaku ini. Mereka masih saja mau bersikap baik dengan memberikan 'oleh-oleh' pada keluargaku. Padahal sejak tadi keluargaku benar-benar tak menunjukkan sikap ramahnya sama sekali. Ah, beruntungnya aku bisa menjadi menantunya."Terima kasih! " balas mama ketus tanpa tersenyum