Tangan Winter sedikit membasah karena gugup, dia sangat ingin menggebrak meja dan mengomel berkata jujur jika berat badannya sangat mengganggu. Namun kini Winter harus menahan makian dan umpatannya dengan berpura-pura menjadi anak baik seperti Winter yang sesungguhnya. Winter menggaruk pipinya yang tidak gatal. “Semalam aku berpikir keras mengenai bentuk tubuhku. Aku merasa sangat kesulitan sepanjang waktu dengan tubuhku, aku tidak bisa berjalan dengan cepat, aku juga tidak bisa memakai pakaian indah seperti gadis lain, aku kesulitan melakukan banyak hal, aku juga merasa cepat lelah saat melakukan sesuatu, aku jga khawatir dengan kesehatan tubuhku jika aku semakin gemuk. Aku berpikir sebaiknya aku memulai hariku yang baru, aku akan mulai melakukan diet untuk menurunkan berat badanku.” Benjamin dan Vincent saling memandang dengan wajah pucat pasi. “Aku ingin bertemu dokter gizi untuk melakukan diet dengan tepat,” kata Winter lagi. Vincent menekan batang
“Aku, anak kepala sekolah tempat kau sekolah,” jawab pria itu dengan senyuman jahatnya.Alih-alih kaget dan takut dengan jawaban pria asing di depannya itu, Winter hanya menggerakan sebelah alisnya tampak meremehkan dan tidak peduli. Winter memalingkan wajahnya dan bersedekap melihat lurus ke depan.Winter merasa sedikit setres dan membutuhkan sedikit penenang dengan sebatang rokok, namun dia tidak bisa mendapatkannya karena masih di bawah umur. Neydish adalah negara yang paling banyak aturan, untuk sebungkus rokok saja, seseorang harus memberikan kartu identitasnya untuk memastikan bahwa dia sudah legal mendapatkan rokok.Kebungkaman Winter membuat Marius melihat ke sisi dan memperhatikan Winter yang sedikit berbeda dengan yang terakhir kali dia lihat setengah tahun yang lalu di sebuah pesta.Setengah tahun yang lalu mereka pernah bertemu dan berkenalan karena ibunya Marius yang bekerja sebagai kepala sekolah mengenal baik ayah Winter.
“Mengenai Paula” Winter mengalihkan pembicaraanya seketika “Apakah Kakak menyukai dia?.”“Aku hanya menyukaimu,” jawab Vincent secepatnya.“Bukan itu maksudku.” Winter memelankan laju treadmill, seluruh tubuhnya terasa basah dan panas, kakiya benar-benar sangat tersiksa kesakitan menahan beban tubuh yang terlalu besar saat berjalan.Winter mengambil air dan menegaknya beberapa kali karena haus.Kondisi tubuh Winter yang memiliki ukuran lambung besar membuat dia terus menerus merasakan perasakan lapar palsu, Winter mensiasatinya dengan minum air putih lebih banyak agar merasa kenyang.Winter hanya akan makan dua kali sehari apapun yang terjadi, dia tidak akan mengkonsumsi apapun lagi menjelang malam selain air putih.“Apakah Kakak menyukai pertemananku dengan Paula?” Winter memperjelas pertanyaannya.Vincent mengerut bingung, selama ini dia selalu memantau pertumbuhan Wi
Kepala Winter mendongkak menatap gerbang sekolah yang sangat besar terbuka lebar, beberapa bus sekolah berjajaran baru datang dan mengantar anak-anak sekolah.Hiro menghentikan mobilnya dan segera berlari keluar membukakan pintu untuk Winter.Winter menelan salivanya dengan kesulitan, Winter terlihat sedikit panik karena baru ingat bahwa dia tidak tahu di mana kelasnya berada.“Nona, Anda tidak apa-apa?” Tanya Hiro yang memperhatikan Winter masih duduk di kursinya terlihat kebingungan.“Tidak apa-apa.”Winter segera keluar dan memasang ekspresi sedatar mungkin menyembunyikan kepanikannya. Anak-anak sekolah yang semula sibuk sendiri perlahan berhenti berjalan dan terlihat kaget karena Winter sudah kembali ke sekolah dengan penampilan yang sedikit berbeda.Winter terlihat lebih mencolok karena Winter mewarnai rambutnya menjadi terlihat lebih terang, rambut itu tidak lagi di kepang, Winter membiarkan rambutnya terg
“Kau… sejak kapan kau bisa memakai sepatu seperti itu?” tanya Paula bingung. “Tidak seperti biasanya kau juga dandan dan memakai korset.”Alis Winter sedikit bergerak. “Kak Vincent mendandaniku.”“Kak Vincent pulang?”“Ya.”“Senangnya...” senyum Paula terlihat bahagia. “Pasti dia membawa banyak hadiah untukmu.”Winter menyeringai, Vincent memang membawa banyak hadiah untuk Winter, Namun itu semua tidak terlepas dari makanan yang sangat mengganggunya.“Winter, mengenai Hendery, aku sudah menemui dia memarahinya, Hendery tampak menyesal atas apa yang telah dia perbuat padamu, Hendery juga sudah mendapatkan hukumannya dari sekolah. Dia berharap bisa berbicara denganmu dan meminta maaf atas kejadian waktu itu.”“Kau atur saja waktunya.”“Baiklah.”Paula dan Winter kembali berjalan, kebersamaan
Seorang guru yang berdiri di depan kelas segera mengambil laptopnya dan berpamitan pergi usai mendengar suara bel yang berbunyi.Beberapa orang mulai beranjak dari duduk mereka dan pergi keluar menikmati waktu istirahat mereka.Winter sedikit menguap sambil melihat keluar jendela, sudah sangat lama dia tidak pernah belajar, kepalanya terasa sedikit penat dan suntuk begitu kembali harus belajar.Winter segera beranjak dari duduknya dan pergi keluar, sekilas dia melihat pemuda yang berbicara dengannya tadi pagi. Tanpa sengaja mereka saling berpandangan.Pria itu menatapnya dengan lembut, namun ekspresi di wajah tampanya sangat dingin dan tidak tersentuh.Winter langsung memutuskan tatapannya, gadis itu memilih pergi keluar dari kelasnya.Kedatangan Winter keluar dari kelas kembali menjadi pusat perhatian banyak orang seperti tadi pagi, Winter yang sangat percaya diri tetap melangkah dengan tegas melewati orang-orang yang beberapa di anta
“Memangnya kejadian mana yang sudah membuatku jadi naif?” Tanya Winter dengan senyuman misteriusnya berusaha memancing Marvelo bicara dan memberitahu apa yang sebenarnya telah terjadi.Jiwa Kimberly sendiri mengakui betapa naifnya kehidupan Winter Benjamin yang sebelumnya. Winter yang dulu adalah gadis selalu mengalah demi orang lain, tidak pernah marah, dan menuruti apapun yang orang lain katakan kepadanya.Jiwa Kimberly yang kini ada di dalam diri Winter menjadi sangat marah.Winter yang dulu tidak ada bedanya dengan sampah yang bernilai, tidak berguna namun memiliki nilai mahal.Kening Marvelo sedikit mengerut, pria itu menghadap Winter dan menatap tajam gadis itu.“Saat kau bertengkar dengan Paula, kau sangat marah begitu besar meluapakan emosimu, kau bersikap seperti seseorang yang ingin mati dan tidak memiliki harapan apapun lagi setiap mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Paula. Setelah kejadian itu, seharusnya
Winter melongo, bibirnya menekan menahan makian karena jumlah bayaran yang harus dia bayar sangat besar. Dari mana Winter memiliki uang sebesar itu?.Bahkan jika Winter memiliki uang sebesar itu, dia akan lebih memilih pergi ke klinik kecantikan untuk luluran dan spa selama beberapa bulan.“Aku tidak memiliki uang sebesar itu,” jawab Winter.“Winter, Kau lupa? Kartumu tanpa batasan,” Paula mengingatkan.Seketika Winter berekspresi dingin, dia sudah menebak jika Paula ingin di belikan, namun Winter tidak menyangka jika Paula benar-benar setidak tahu malu itu karena jumlah uang yang harus di keluarkan terlampau sangat banyak.Dengan ragu Winter mengambil dompetnya dari dalam tas dan membukanya, ada banyak kartu yang tersedia di sana.Benjamin benar-benar memanjakan Winter dengan uangnya.Winter memberikannya kartunya kepada kasir dan Winter hanya perlu memasukan beberapa pin dan pembayaran itu langsung selesai.