“Mengenai Paula” Winter mengalihkan pembicaraanya seketika “Apakah Kakak menyukai dia?.”
“Aku hanya menyukaimu,” jawab Vincent secepatnya.
“Bukan itu maksudku.” Winter memelankan laju treadmill, seluruh tubuhnya terasa basah dan panas, kakiya benar-benar sangat tersiksa kesakitan menahan beban tubuh yang terlalu besar saat berjalan.
Winter mengambil air dan menegaknya beberapa kali karena haus.
Kondisi tubuh Winter yang memiliki ukuran lambung besar membuat dia terus menerus merasakan perasakan lapar palsu, Winter mensiasatinya dengan minum air putih lebih banyak agar merasa kenyang.
Winter hanya akan makan dua kali sehari apapun yang terjadi, dia tidak akan mengkonsumsi apapun lagi menjelang malam selain air putih.
“Apakah Kakak menyukai pertemananku dengan Paula?” Winter memperjelas pertanyaannya.
Vincent mengerut bingung, selama ini dia selalu memantau pertumbuhan Winter dan mengetahui bagaimana sangat dekatnya Winter dengan Paula.
Jika boleh jujur, Vincent sangat tidak menyukai Paula, namun karena Winter sangat dekat dengan Paula, Vincent memilih diam saja.
“Biasanya kau akan marah jika aku membahas hal buruk tentang Paula” jawab Vincent bingung.
Winter mematikan treadmillnya dan perlahan turun, dia terduduk dengan napas kasar karena lelah. “Katakan saja dengan jujur.”
Kimberly benar-benar harus tahu seperti apa Paula di mata orang lain.
Vincent terdiam cukup lama, dia mengenal Paula sejak kecil karena ibunya Paula berteman dengan ibunya.
Setelah kecelakaan besar yang membuat Winter trauma dan amnesia, Paula adalah salah satu orang yang membantu membangkitkan Winter untuk kembali bersemangat dengan kehidupannya.
Paula selalu memberikan makanan manis untuk menghibur Winter yang bersedih, kebiasaan itu akhirnya membuat Winter menjadi ketergantungan kepada makanan hingga akhirnya Winter gemuk seperti sekarang.
Vincent senang Paula bisa mebuat Winter kembali bangkit, namun Vincent tidak suka karena semakin sering dan semakin lama adiknya bergaul dengan Paula, kepribadian Winter menjadi berubah tidak normal.
Vincent merasa cukup bimbang, dia sangat ingin menjauhkan adiknya dengan Paula. Namun di sisi lain, Winter yang tidak memiliki teman dekat selain Paula.
“Kakak, kenapa diam saja?” tanya Winter mendesak.
“Kau terlalu berlebihan dalam mempercayai Paula,” jawab Vincent terlihat ragu untuk berkata jujur karena terakhir kali Vincent berkata jujur, Winter marah kepadanya dan membela Paula.
“Lanjutkan.”
“Kau selalu melakukan apapun atas saran Paula, bahkan kau memaksa ayah untuk mempekerjakan ibu Paula sejak ayah Paula meninggal. Ayah tidak mau menerimanya karena ibu Paula pernah memiliki beberapa catatan buruk penggelapan dan meloby bisnis kotor perusahaan swasta. Tetapi, karena kau memaksa, akhirnya ayah mempekerjakan ibu Paula dengan jabatan yang bagus meski pekerjaannya tidak maksimal. Kau hidup dalam aturan orang lain, aku sangat berharap kau memiliki pendirian sendiri dan berhenti hidup di bawah aturan Paula.”
Winter terdiam dan mendengarkan baik-baik ucapan Vincent.
Kini Winter sudah menemukan benang merah permasalahannya.
Melihat keterdiaman adiknya yang merenung membuat Vincent terlihat khawatir bahwa Winter akan marah lagi kepadanya. Vincent segera beranjak dan mendekati adiknya.
“Jangan marah kepadaku, aku tidak melarangmu berteman dengan Paula, aku juga tidak akan melakukan apapun selama kau bahagia,” ujar Vincent seraya menepuk bahu Winter.
“Aku tidak marah” jawab Winter dengan tenang.
Vincent tercekat kaget, jawaban Winter cukup menenangkan pikiran Vincent. Perlahan Vincent membuat napasnya dengan lega karena sepertinya perubahan Winter sekarang akan menjadi sedikit lebih baik dari sebelumnya.
***
Winter duduk di kursi belakang dan menurunkan kaca jendela mobilnya untuk melihat Vincent yang kini berdiri di teras melambaikan tangannya terlihat tersenyum memaksakan meski khawatir melepaskan Winter pergi ke sekolah lagi.
Sikap Vincent sangat mirip seperti seorang ibu yang khawatir dengan anaknya yang baru pertama kali akan pergi ke sekolah.
Pagi ini Winter akan pergi ke sekolah setelah beberapa hari menenangkan diri dan mempelajari keadaan yang memaksa jiwa Kimberly harus beradapatasi dengan situasi.
Selama menenangkan diri, jiwa Kimberly merasakan kehidupan yang sedikit membosankan karena Vincent terus memperlakukan dia seperti anak kecil selama berada di rumah.
Tubuh Winter boleh saja berusia tujuh belas tahun.
Namun sekarang jiwa di dalam tubuh Winter adalah jiwa yang baru, dan jiwa itu milik Kimberly yang berusia dua puluh tujuh tahun.
Kimberly yang terbiasa dengan aktifitas yang padat, kini dia harus menahan diri dengan jiwanya yang memberontak, dia harus berusaha bersikap seperti anak tujuh belas tahun yang lugu dan polos.
“Nona Winter,” panggil Nai yang sedang fokus menyetir. “Anda mau menjemput Paula? Jika Anda belum menghubunginya, saya akan menelponnya.”
Winter yang terdiam sambil menopang dagu langsung melihat ke arah Nai. “Kenapa kita harus menjemputnya?” tanya balik Winter.
“Anda selalu menjemputnya setiap kali akan pergi sekolah bersama” jawab Nai dengan datar. “Jika Anda dan Paula masih bertengkar, kita akan langsung ke sekolah saja.”
“Kita langsung ke sekolah saja” jawab Winter dengan tenang. Winter segera mengambil cermin kecil dari saku jass sekolahnya dan bercermin sejenak memeriksa penampilannya.
Kimberly memandangi tubuh dan wajah barunya yang beberapa hari ini dia tempati.
Kini Kimberly sedikit sedikit terbiasa dan tidak begitu setres lagi saat melihat fisiknya yang baru.
Bibir Kimberly bergerak tersenyum merasa sedikit puas karena wajah cantik Winter sudah cukup bagus meski hanya di polesi pelembab bibir, dan makeup yang membuat dia terlihat lebih segar, apalagi kini rambutnya menjadi lebih berkilau setelah menghabiskan setengah hari perawatan.
Kimberly menurunkan cerminnya lagi.
Kimberly yang berada dalam tubuh Winter itu sudah bertekad.
Dalam waktu setengah tahun dia akan berubah seratus persen dengan cara yang tepat, dia akan menghancurkan siapapun orang yang sudah berani memperalat dan memanfaatkan kebaikan, kepolosan dan keluguan gadis yang bernama Winter di masa lalu.
Kimberly membuang napasnya dengan berat kembali melihat ke sisi ketika mobil yang di tumpanginya perlahan berhenti karena lampu merah. Kimberly menurunkan kaca jendela mobilnya dan melihat ke atas gedung alun-alun kota yang menanyangkan berita.
Mata Winter terbelalak kaget, wajahnya sedikit memucat melihat berita mengenai tutupnya beberapa yayasan sekolah gratis yang dulu pernah di bangun olehnya Kimberly Feodora.
Kini, Yayasan itu tutup karena bangkrut.
Dulu, ketika Kimberly naik daun dan menjadi model yang mendapatkan bayaran yang fantastis, dia selalu menyisakan uangnya untuk membangun banyak sekolah dan yayasan.
Apa yang Kimberly bangun tidak sedikit.
Mungkin ada lebih dari seratus yayasan dan sekolah yang dia bangun.
Kimberly menyumbangkannya banyak uang untuk membangun sekolah agar dia bisa mendorong anak-anak kecil yang tidak beruntung untuk bisa menjadi sukses sepertinya.
Namun sepertinya perjuangannya di masa lalu berakhir tidak baik karena kini yayasan yang dulu dia bangun harus tutup karena bangkrut. Jika yayasannya bangkrut, maka sekolah-sekolah yang Kimberly bangun akan terkena imbasnya juga.
Winter mengerjap sedih.
Mobil kembali bergerak membuat Winter menaikan kaca mobilnya lagi.
Winter menautkan jari-jarinya dengan kuat merasa khawatir dengan masa depan anak-anak yang pernah dia bantunya.
To Be Continue..
Kepala Winter mendongkak menatap gerbang sekolah yang sangat besar terbuka lebar, beberapa bus sekolah berjajaran baru datang dan mengantar anak-anak sekolah.Hiro menghentikan mobilnya dan segera berlari keluar membukakan pintu untuk Winter.Winter menelan salivanya dengan kesulitan, Winter terlihat sedikit panik karena baru ingat bahwa dia tidak tahu di mana kelasnya berada.“Nona, Anda tidak apa-apa?” Tanya Hiro yang memperhatikan Winter masih duduk di kursinya terlihat kebingungan.“Tidak apa-apa.”Winter segera keluar dan memasang ekspresi sedatar mungkin menyembunyikan kepanikannya. Anak-anak sekolah yang semula sibuk sendiri perlahan berhenti berjalan dan terlihat kaget karena Winter sudah kembali ke sekolah dengan penampilan yang sedikit berbeda.Winter terlihat lebih mencolok karena Winter mewarnai rambutnya menjadi terlihat lebih terang, rambut itu tidak lagi di kepang, Winter membiarkan rambutnya terg
“Kau… sejak kapan kau bisa memakai sepatu seperti itu?” tanya Paula bingung. “Tidak seperti biasanya kau juga dandan dan memakai korset.”Alis Winter sedikit bergerak. “Kak Vincent mendandaniku.”“Kak Vincent pulang?”“Ya.”“Senangnya...” senyum Paula terlihat bahagia. “Pasti dia membawa banyak hadiah untukmu.”Winter menyeringai, Vincent memang membawa banyak hadiah untuk Winter, Namun itu semua tidak terlepas dari makanan yang sangat mengganggunya.“Winter, mengenai Hendery, aku sudah menemui dia memarahinya, Hendery tampak menyesal atas apa yang telah dia perbuat padamu, Hendery juga sudah mendapatkan hukumannya dari sekolah. Dia berharap bisa berbicara denganmu dan meminta maaf atas kejadian waktu itu.”“Kau atur saja waktunya.”“Baiklah.”Paula dan Winter kembali berjalan, kebersamaan
Seorang guru yang berdiri di depan kelas segera mengambil laptopnya dan berpamitan pergi usai mendengar suara bel yang berbunyi.Beberapa orang mulai beranjak dari duduk mereka dan pergi keluar menikmati waktu istirahat mereka.Winter sedikit menguap sambil melihat keluar jendela, sudah sangat lama dia tidak pernah belajar, kepalanya terasa sedikit penat dan suntuk begitu kembali harus belajar.Winter segera beranjak dari duduknya dan pergi keluar, sekilas dia melihat pemuda yang berbicara dengannya tadi pagi. Tanpa sengaja mereka saling berpandangan.Pria itu menatapnya dengan lembut, namun ekspresi di wajah tampanya sangat dingin dan tidak tersentuh.Winter langsung memutuskan tatapannya, gadis itu memilih pergi keluar dari kelasnya.Kedatangan Winter keluar dari kelas kembali menjadi pusat perhatian banyak orang seperti tadi pagi, Winter yang sangat percaya diri tetap melangkah dengan tegas melewati orang-orang yang beberapa di anta
“Memangnya kejadian mana yang sudah membuatku jadi naif?” Tanya Winter dengan senyuman misteriusnya berusaha memancing Marvelo bicara dan memberitahu apa yang sebenarnya telah terjadi.Jiwa Kimberly sendiri mengakui betapa naifnya kehidupan Winter Benjamin yang sebelumnya. Winter yang dulu adalah gadis selalu mengalah demi orang lain, tidak pernah marah, dan menuruti apapun yang orang lain katakan kepadanya.Jiwa Kimberly yang kini ada di dalam diri Winter menjadi sangat marah.Winter yang dulu tidak ada bedanya dengan sampah yang bernilai, tidak berguna namun memiliki nilai mahal.Kening Marvelo sedikit mengerut, pria itu menghadap Winter dan menatap tajam gadis itu.“Saat kau bertengkar dengan Paula, kau sangat marah begitu besar meluapakan emosimu, kau bersikap seperti seseorang yang ingin mati dan tidak memiliki harapan apapun lagi setiap mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Paula. Setelah kejadian itu, seharusnya
Winter melongo, bibirnya menekan menahan makian karena jumlah bayaran yang harus dia bayar sangat besar. Dari mana Winter memiliki uang sebesar itu?.Bahkan jika Winter memiliki uang sebesar itu, dia akan lebih memilih pergi ke klinik kecantikan untuk luluran dan spa selama beberapa bulan.“Aku tidak memiliki uang sebesar itu,” jawab Winter.“Winter, Kau lupa? Kartumu tanpa batasan,” Paula mengingatkan.Seketika Winter berekspresi dingin, dia sudah menebak jika Paula ingin di belikan, namun Winter tidak menyangka jika Paula benar-benar setidak tahu malu itu karena jumlah uang yang harus di keluarkan terlampau sangat banyak.Dengan ragu Winter mengambil dompetnya dari dalam tas dan membukanya, ada banyak kartu yang tersedia di sana.Benjamin benar-benar memanjakan Winter dengan uangnya.Winter memberikannya kartunya kepada kasir dan Winter hanya perlu memasukan beberapa pin dan pembayaran itu langsung selesai.
Winter kembali keluar dari dari toilet kembali dan menemui Paula yang kini duduk sendirian. Tidak berapa lama seorang pria berpakain hitam dan terlihat muda, juga menarik datang menghampiri mereka.Paula tersenyum lebar segera berdiri menyambut kedatangan Hendery yang datang sendirian. Pria itu tidak memakai seragam sekolahnya karena masih di skors atas tindakannya kepada Winter yang menyebar luas di forum sekolah.Winter yang duduk dan bersedekap sedikit mengangkat pandangannya dan membalas tatapan Hendery yang meliriknya saat berbicara dengan Paula.Kening Winter sedikit mengerut dan sedikit berdecih. Wajah dan fisik Hendery benar-benar tidak masuk ke dalam kualifikasi sempurna pria idaman seorang Kimberly.Jiwa Kimberly sedikit tertawa, menertawakan selera Winter yang sangat benar-benar tidak ada levelnya bagi seorang Kimberly.“Hendery, akhirnya kau datang.” Sambut Paula yang langsung memeluk Hendery dengan akrab.Hende
“Nona, ini dompet Anda” Nai menyerahkan dompet Winter yang sempat di buang.Nai memasang ekspresi dingin di balik kacamata hitam yang dia kenakan. Wajahnya yang sudah menua terlihat masih tampan dan gagah, namun belakang kepalanya terlihat berkilau karena rambutnya yang rontok.“Terima kasih.” Winter tersenyum puas melihat dompetnya masih mulus.Nai mengangguk singkat dan segera menutup pintu mobil, pria itu segera pergi mengitari mobil dan menyusul masuk.Nai duduk di kursi depan dan meminta sopir melajukan mobilnya. Nai segera membuka tabletnya untuk membuka catatan kegiatan Winter hari.“Anda mau langsung terapi?” tanya Nai.“Ya, antar aku ke sana.”Nai mengangguk dan langsung bicara kepada sopir yang duduk di sampingnya untuk segera berangkat.Winter menjatuhkan kepalanya ke sandaran kursi untuk meredakan rasa lelahnya. Fisik Winter yang besar membuat dia menjadi cepat merasa lelah dan kesulitan bernapas. Beruntung sekarang musim salju, Winter akan lebih banyak kedinginan di ban
“Persetan dengan kata professional” sela Kimberly dengan tajam. “Jika kalian menuntut model professional, kalian juga harus menyiapkan panggung yang lebih professional agar keselamatan para model terjamin. Panggung itu setinggi dua meter, tulang model akan patah jika terjatuh dan terpeleset. Jika tidak bisa memberikan panggung yang aman, pikirkanlah rencana lain tanpa membuat model berisiko celaka dan acara tetap berjalan dengan lancar.” “Diamlah Kimberly! Kami tidak keberatan dengan panggung yang basah” sela Lexy, wanita yang bergaun putih seperti salju di pagi hari. “Bilang saja kau takut karena ini untuk pertama kalinya kau memakai gaun, kau kan hanya terbiasa memakai pakaian dalam saja. Kau khawatirkan kan? Kau tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhmu karena gaun terbaik malam ini di pakai olehmu.” Kimberly tersenyum smirk. “Tutup mulut sialanmu itu. Aku bicara karena aku kasihan kepada kalian.” “Diamlah! Berhenti bertengkar! Bersiaplah dan lakukan yang terbaik malam ini!.” Relai