Share

Part 5 Maaf, Tak Sengaja Lagi

 

 

"Maaf, Mas, aku kan nggak tau, scara mimpi loh." Aku memasang muka seperti merasa bersalah dan kasihan melihatnya. Tepatnya di hatiku bilang 'rasain lo! emang enak'

 

Astagfirullah'alaziim, maafkan hamba jadi istri yang durhaka ya Allah. Aamiin.

 

"Aduh! Sakit, Sar, untung hidungku tidak patah." Mas Feri memegang hidungnya dengan ekspresi muka mengernyit kesakitan.

 

Akan tetapi dalam hatiku ada sebuah penyesalan besar. Bahkan penyesalan ini tak ada gunanya karena acara sudah selesai. Penyesalanku yaitu 'Kok tinjuku kurang kuat ya? Belum puas rasanya sebelum hidungmu patah, Mas'. Andaikan waktu bisa diputar, pasti kupasang tenaga super meninju hidungnya, bukan hanya hidung tapi juga antenanya. Ah, sudah lah, masih banyak waktu kok. Mudah-mudahan cita-cita ini tercapai. 

 

"Mari kita obatin, darah mengalir di bibirmu, Mas."

 

"Ambil kotak P3k, Sar, cepat! sakit nih."

 

"Iya iya," jawabku lalu beranjak ke luar.

 

Huh! Menyusahkan saja. Mana mataku mulai ngantuk. Terpaksa ke ruang tengah mengambil kotak P3k yang diletakan di lemari sana.

 

"Ini, Mas, biar kuobatin," ucapku mengambil kapas lalu ingin membersihkan darah di sudut bibir mas Feri.

 

"Pelan-pelan, sakit, Sar," ucap mas Feri menahan tanganku saat ingin menekan kembali bibirnya untuk dibersihkan.

 

'Ih, itu saja manja. Baru sakit sedikit merengek seperti anak mami. Apa tak sadar umur sudah kepala empat. Rasa sakitmu belum seberapa dari yang kurasakan, Mas,' bathinku. Melihat bibirnya teringat lagi saat ia mengucapkan ijab kabul hingga ....

 

"Aduh! Kok makin kencang, Sar? Sakiiit."

 

"Oh, maaf, Mas, maaf, aku nggak sengaja," jawabku. Tadi terbayang perbuatanya hingga kutekan erat bibirnya yang berhasil kutinju. Bahagianya melihat wajah itu sedikit bonyok. Sayang cuma sedikit. Tak apa lah, dari pada nggak ada sama sekali.

 

"Kayak sakit hati aja membersihkan lukaku, udah udah! Biar kubersihkan." Alis mas Feri bertaut karena kesal.

 

'Emang,' jawabku di hati.

 

"Itu aja marah, lagian mimpi itu terbayang lagi, Mas." 

 

"Makanya tidur baca doa, bukan main f*."

 

'Dari pada kamu, Mas, main perempuan,' bathinku terasa kesal.

 

"Iyaa," jawabku pura-pura nurut.

 

Mas Feri membersihkan luka serta mengobatinya sendiri. Terlihat ia mengernyit menahan sakit. Tapi justru itu yang kusuka. Belum puas deh rasanya.

 

Besok, untuk ipar dan ibu mertua. Akan kukeluarkan amarahku. Terutama untuk sepasang sejoli ini. Belum puas rasanya jika belum menampar atau memukul mereka semua. 

 

"Aku ngantuk, Mas, ayo tidur," ajakku sambil membaringkan badan.

 

"Aku tidur di sofa aja, takut kalau kamu mimpi lagi," tolak mas Feri, lalu ia mengambil bantal dan tidur di sofa panjang kamar ini.

 

"Yakin, Mas?"

 

"Iya, udah tidur sana, baca doa dulu biar nggak mimpi aneh."

 

"Iya iyaaa," jawabku lalu tersenyum di balik selimut.

 

Bay bay tukang kawin. Tunggu besok babak berikutnya. Setelah aku puas melampiaskan amarah, baru kutarik semua milikku. Karena aku harus memikirkan caranya. Jika langsung mengambil, mas Feri akan berusaha juga mempertahankan dengan segala cara, hingga sulit bagiku meraihnya. Sedikit demi sedikit, aku melangkah dalam kobaran api pembalasan.

 

***

 

Duduk manis sambil minum kopi. Kutunggu mas Feri ke luar kamar. Sementara ibu mertua dan mbak Imar sedang sarapan. Tuti? Astaga, rajin sekali menyapu lantai. Lumayan, penghematan tenaga.

 

"Ma, ini ada tas model terbaru lagi diskon." Naswa menghampiriku, lalu melihatkan layar ponselnya.

 

"Enam ratus ribu? Kok murah, Nas, Mama pesan dua ya, yang ini sama yang ini." Kutunjuk foto tas di layar ponsel Naswa.

 

"Apaan sih, Sar? Kupingku dengar tas nih." Mbak Imar membawa piring nasi sarapanya mendekat.

 

"Ini, Tante, temanku jual tas dan lagi diskon lima puluh persen," jawab Naswa.

 

"Lima puluh persen besar loh, apa nggak rugi?"

 

"Cuci gudang, Tant."

 

"Yang mana sih?" Mata mbak Imar langsung tertuju ke layar ponsel yang kupegang.

 

"Ini, ini." Kutunjuk foto tas itu.

 

"Hah? Enam ratus ribu masih mahal, Sar, aku aja beli tas paling mahal tiga ratus ribu aja."

 

"Itu mah standar, Mbak, lihat nih, ini model terbaru loh."

 

"Pengen juga, tapi aku tak punya uang."

 

Aku tahu mbak Imar minta kubelikan. Biasanya jika aku beli sendal ataupun hijab, ia pasti kubelikan juga termasuk ibu mertua dan iparku yang satu lagi. Tapi tidak untuk sekarang dan selanjutnya.

 

"Nas, Mama pesan tiga, kapan tasnya datang?"

 

Mbak Imar langsung tersenyum mendengarnya. Dikiranya tas yang kupesan salah satu untuk dia. Enak saja, kubuat bathinmu sakit melihat apa yang kulakukan. Sederhana, tapi aku yakin bisa nenusuk bathinmu.

 

"Bentar aku W* dulu, Ma," jawab Naswa lalu jarinya sibuk dengan ponsel.

 

Mbak Imar beranjak ke meja makan. Ia dan ibu mertua melanjutkan makan. Lahap dan tanpa rasa bersalah telah mempermainkanku. 

 

"Sar, tolong belikan aku obat sakit gigi." Mas Feri keluar kamar dengan memegang pipi kanan, lalu duduk di sampingku. 

 

"Feri, mukamu kenapa?" tanya ibunya mendekat.

 

Pipi kanan mas Feri lebam akibat tinjuku semalam. Entah kenapa merasa kurang yang kukakukan. Apa lagi ia melirik Tuti yang terhenti menyapu lantai karena melihatnya, ya ada adegan saling memandang dari jauh.

 

"Ini, Bu, hanya ...." Mas Feri seakan enggan melanjutkan jawaban. Ia melihatku.

 

"Maaf, Bu, aku mimpi semalam, tak sengaja meninju Mas Feri," jelasku. Kuakui karena ingin melihat reaksi mereka.

 

"Kamu mimpi kok muka Feri yang lebam, Sar?" tanya mbak Imar, sepertinya itu mewakili isi hati Tuti. Ia menatap khawatir ke mas Feri.

 

"Aku mimpi Mas Feri selingkuh, Mbak, rasanya sakiiiit kali, makanya kutonjok lalu kutampar, untung di sampingku tak ada pisau, kalau tidak mungkin Mas Feri sudah dikubur."

 

"Astagfirullah'alaziim, Sarah! Kamu sadar nggak menyakiti suamimu? Kasihan Feri," tukas ibu mertua sedikit nada marah.

 

Dalam hatiku, 'syukurin, ntar kutambah lagi'

 

"Maaf, Bu, lagian aku hanya mimpi, rasanya nyata sekali."

 

"Mama kok bisa mimpi gitu? Itu tanda-tanda manusia yang mudah dipengaruhi jin, aku pernah dengar tentang manusia dikendalikan jin di luar kesadarannya." Naswa tampak semangat menjelaskan sesuatu yang aku sendiri tak mengerti. Namun sepertinya Naswa tau dengan yang kulakukan.

 

"Makanya tidur baca doa, Mbak Sarah, jin syetan akan menjauhi kita." Tiba-tiba Tuti ikut menasehatiku.

 

"Aku tau itu, bahkan aku juga baca ayat kursi agar kejahatan tidak mendekati keluargaku, maklum, sekarang banyak yang jahat," jawabku ketus.

 

"Ma-maaf, Mbak, aku hanya sarani." Tuti tergagap.

 

"Maksud Tuti baik loh, Sar, jangan tersinggung," bela ibu mertua.

 

"Nggak usah ribet juga ngurusin sesuatu yang nggak penting."

 

"Sarah, kok kamu malah sensi? Aku yang sakit gigi kamu yang marah." Mas Feri juga ikut membela Tuti.

 

Aku diam sambil mengambil ponselku di meja. Rasanya ingin menampar Tuti, mas Feri, ibu mertua dan mbak Imar. Mereka sekongkol. 

 

"Tuti, jaga omonganmu, Sarah tak sengaja kok ngomong gitu," bela mbak Imar. 

 

'Jangan sok membela, aku masih ingat senyumu mengucapkan selamat atas pernikahan mereka,' bathinku.

 

"Maaf, Mbak Imar, maaf Mbak Sarah," ucap Tuti.

 

Kukirim W* ke Naswa. Ada sebuah rencana yang terlintas di kepalaku. Dan ini bisa membalaskan sakit hati yang kupendam. Tanganku gatal ingin menampar mereka satu persatu, kakiku juga ingin menendang mereka. Enak saja bersandiwara masuk ke rumahku.

 

[Lanjut, Ma] balas W* Naswa.

 

Oke permisah, saatnya kita berakting.

 

"Aduh!" Kupegang kepalaku. Lalu kuletakan ponsel di meja, tentu layarnya kukunci agar tak bisa dibajak.

 

"Kenapa, Sar?" tanya ibu mertua.

 

"Kepalaku sakit, Bu," jawabku mencoba bersandar di sofa.

 

"Kok malah kamu yang sakit? Aku sakit gigi nih," gerutu mas Feri. Mukanya masih dengan ekspresi mengernyit kesakitan.

 

"Aduh! Pusing," ucapku terus memegang kepala.

 

Mbak Imar mengambil segelas air putih, lalu memberikannya padaku. "Minum dulu, Sar," kata mbak Imar.

 

"Pusing, Mbak," jawabku belum menerima gelas itu.

 

"Aduh, gigiku juga sakit, nih." Mas Feri masih duduk di dekatku. Bahkan rasa pusingku diabaikanya, tak masalah, lagian hanya pura-pura kok.

 

"Ma, biar kuoles minyak kayu putih." Naswa ingin mendekat, tapi Tuti langsung menyahut.

 

"Biar Tante aja yang olesin, Nas," pinta Tuti. Mau cari muka dia.

 

"Oh, ini Tante." Naswa menyodorkan minyak kayu putih ke Tuti.

 

Nawa duduk agak menjauh dariku sesuai ide dari pesan W* barusan. Ia menunggu aktingku. Tak sabaran ingin melampiaskan amarah atas perbuatan mereka. Bahkan rasanya sudah tak tahan.

 

Menurut artikel yang kubaca, wanita harus mengeluarkan rasa amarah untuk mengurangi stres. Dan ini yang ingin kulakukan. Pelampiasan semalam masih terasa kurang.

 

Kini, di samping kananku ada mas Feri. Di samping kiriku ada ibu mertua. Di depanku ada mbak Imar sedang memegang segelas air putih, dan Tuti yang ingin mengoleskan minyak kayu putih.

 

"Uh!" Kurebut segelas air putih dari mbak Imar, lalu kusiram kasar ke wajahnya. Lalu kulempar gelas ke lantai. Jika ke kepala mereka aku takut masuk penjara tiba-tiba mereka mati. 

 

"Ugh!" Secepatnya kutendang Tuti hingga ia terduduk di lantai.

 

Plak!

 

Kutampar ibu mertua karena ia mempermainkan hidupku. Bersekongkol merestui pernikahan putranya tanpa peduli perasaanku.

 

"Ugh!" Kutinju pipi mas Feri, tepat dekat giginya yang sakit. Aku yakin, bekas lebam kini bertambah sakit.

 

Semua kulakukan dengan kecepatan tinggi sebelum mereka memegang tanganku. Aku seperti lepas kendali menghajar mereka tanpa ampun. Asbak rokok pun kulempar bentuk seperti orang kesurupan.

 

"Ha ha ha, uuuugk! Ha ha ha." Aku tertawa sambil berdiri dan mengulangi menendang, kali ini lutut Mbak Imar yang kutendang mengingat ia tersenyum mengucapkan selamat atas pernikahan suamiku dengan Tuti. 

 

"Astaga, Mama kesurupan!" teriak Naswa dengan ekspresi wajah khawatir.

 

Bersambung ....

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Ruqi Ruqiyah
hahahaha.....yg baca jadi terhibur thor
goodnovel comment avatar
Anna D'Sandong
bagus sekali......
goodnovel comment avatar
Maria
ahahahhh lanjut Sara good job.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status