Share

Ini Uang Sepuluh Ribu Anakmu, Bu.

Saat sedang menikmati sarapan, aku mendengar suara yang jelas kalau itu suara Asma. Mau apa dia kemari? Bukankah tadi dia kembali tidur, karena tak bisa masak dengan uang sepuluh ribu.

Ibu dan mbak Ani bergegas keluar menemui Asma, sedangkan aku lebih memilih menikmati sarapan daripada melihat wajah Asma.

"Kenapa kau bawa baju kotor Alam kemari? Jangan bilang kau minta ibu mencucikan baju suamimu juga!?"

Aku terkejut mendengar teriakan mbak Ani. Mau apa lagi pagi-pagi Asma datang membuat keributan di rumah ibu. Aku segera keluar untuk melihat apa yang di lakukan oleh istriku.

"Asma mau apa kau kemari dan kenapa kau bawa semua baju kotorku kemari?"

Asma tak menjawab, dia hanya meletakkan plastik berisi baju kotor, lalu memberikan uang sepuluh ribu pada ibu yang berdiri di samping mbak Ani.

"Ini uang dari mas Alam. Semoga bisa buat beli detergen untuk mencuci baju kotornya, aku tak perlu dinafkahi lagi, asal jangan minta aku melayaninya."

Asma menatap kami semua, lalu masuk menyambar kunci motor yang tadi aku letakkan di atas meja ruang tamu. Tanpa pamitan dia segera keluar begitu saja, namun dia berhenti saat aku menghadangnya.

"Aku mau pergi kerja, mau kau bawa kemana motor itu?"

Asma menatap kunci di tangannya. Lalu tersenyum kearahku, jelas terlihat senyum sinis di bibirnya. Entah apa yang dia pikirkan kali ini, kenapa aku merasa akan terjadi sesuatu padaku.

"Motor ini milikku yang sudah ada sebelum kita menikah. Sekarang mau aku pakai cari kerja, silahkan kau minta di layani oleh ibu dan iparmu, aku sudah tak perduli lagi."

Asma mendorong tubuhku dan bergegas pergi begitu saja. Aku mematung karena tak menyangka, Asma bisa semarah itu.

"Kejar dia dan ambil motor itu untuk kau kerja, Lam!"

Aku terkejut mendengar teriakan ibu. Sehingga membuatku berlari mengejar Asma. Tapi wanita itu sudah menghilang bersama motornya, sejak gadis dia memang ugal-ugalan kalau naik motor, jadi tak heran kalau dalam waktu sekejab dia sudah menghilang dari halaman rumah ibu.

"Kalau begini kau mau kerja pakai apa, Lam? Ini sudah siang kau bisa terlambat masuk kantor."

Mbak Ani benar, aku harus cari cara untuk pergi kerja karena motor sudah di bawa pergi oleh Asma. Istri kurang ajar kalau begini aku juga yang susah.

"Sudah kau pergi naik ojek saja daripada telat, bisa membuat kinerja mu tak baik di mata pimpinan mu."

Aku segera pergi ke pangkalan ojek. Lebih baik susah sedikit daripada telat masuk kantor. Nanti pulang kerja aku akan buat perhitungan dengan Asma, berani sekali dia mempermalukan aku di depan mbak Ani.

"Naik ojek memangnya motormu kemana, Lam?"

Baru juga mencoba meredam emosi, rekan kerjaku datang dan bertanya pertanyaan yang bikin pusing.

"Rusak lagi diperbaiki tuh di bengkel."

Untuk menutup rasa malu aku memilih berbohong, daripada malu, kalau orang tau motor di ambil Asma karena itu miliknya.

"Rusak ya tapi anehnya tadi aku melihat Asma naik motor mu ke rumah bang Ramlan. Aku rasa dia hendak menjual motor itu, karena terdengar mereka tawar-menawar."

Asma ke rumah orang yang terkenal punya usaha jual-beli motor bekas. Apa mungkin dia berniat menjual motor itu? Kurang ajar ini tak bisa di biarkan.

"Kau salah lihat kali, Asma tak mungkin menjual motor yang aku gunakan kerja setiap hari."

Teman kerjaku tertawa membuatku semakin kesal, karena terdengar tawanya seolah mengejek. Semua ini karena ulah Asma dia benar-benar membuat suaminya malu.

"Semoga saja aku salah, karena kalau benar, mungkin saat ini Asma sudah mulai pintar. Dia tak lagi bisa di bodohi orang lain, terutama suaminya."

Aku terkejut apa maksud ucapan pria di depanku ini. Dia seolah mengetahui banyak hal tentang istriku, apa mungkin mereka punya hubungan, tapi kapan dia mulai kenal Asma?

"Tunggu dulu apa maksudmu dengan di bodohi, siapa yang membodohi istriku?"

Pria itu berhenti setelah aku cekal tangannya. Dia tersenyum dan menepis tanganku dengan kasar.

"Tentu saja di bodohi oleh para benalu. Semoga saja dia benar-benar sadar, karena dia berhak bahagia meski tanpa benalu."

Pria ini berkata seolah aku serta ibu adalah benalu. Berani benar dia menghina dan mencampuri rumah tanggaku. Dia harus diberi pelajaran agar tau diri.

Bug ....

Aku memberinya bogem mentah. Karena tak bisa lagi menahan kesabaran, karena pria ini berbicara tentang istriku, dia bahkan berani menyebut benalu. Tau apa dia pada hubungan pernikahan orang lain.

"Tutup mulutmu kau tak berhak ikut campur, memangnya sejak kapan kau kenal Asma?

Sepertinya aku tak pernah memperkenalkannya padamu. Begitu juga pada rekan kerja yang lainnya, jangan-jangan kau ada main dengan Asma?"

Bukannya menjawab pria itu tertawa, membuatku semakin heran padanya. Apa mungkin dia mulai gila atau justru tergila-gila pada istriku. Dengan menahan sakit dia bergegas masuk ke kantor. Sedangkan aku kebingungan mau masuk atau pulang saja.

"Ijin pulang memangnya kau ada urusan apa, Lam? Tadi aku lihat kau ribut dengan Bagus. Ada masalah apa dengan kalian berdua?"

Aku tak mungkin mengatakan tentang keributan kami, malu kalau aku ketahuan cemburu pada pria itu. Karena dia mengetahui banyak hal tentang Asma istriku. Selain cerewet ternyata Asma juga penggoda, dia pasti mengoda banyak pria di belakang suaminya.

"Hanya salah paham saja, Pak. Tapi saya benar-benar ada urusan keluarga, tolong ijinkan saya pulang, bukankah selama ini saya jarang ijin ataupun cuti?"

Aku menunjukan wajah memelas, agar pria itu mengijinkan aku pulang. Urusan dengan Asma harus segera di bereskan. Dia harus menjelaskan kenapa ke rumah bang Ramlan.

"Baiklah kau bisa pulang tapi besok harus masuk, aku tak bisa memberimu ijin lebih dari sehari."

Aku bergegas pergi setelah mengucapkan terima kasih. Di ruang pegawai aku bertemu Bagus yang tersenyum kearahku. Asma harus menjelaskan apa maksud semua ini. Dia juga harus memberitahuku, ada hubungan apa dia dengan Bagus.

"Kenapa kau sudah pulang di jam segini, Lam?"

Ibu menatap ku heran, karena tak mungkin aku pulang secepat ini, kecuali memang tak masuk kerja.

"Alam ijin tak masuk, Bu. Mana baju kotor yang di bawa Asma tadi? Dia harus mencucinya. Karena itu tugasnya sebagai istri bukan lagi tugas ibu."

Ibu menunjuk bungkusan plastik yang masih teronggok di sudut dapur. Aku ambil dan membawanya pulang, agar dicuci Asma di rumah.

"Asma buka pintunya!"

Aku berteriak tapi tak terlihat tanda-tanda orang di dalam rumah. Bahkan motor juga tak terlihat di halaman, kemana sebenarnya Asma pergi.

"Asma pergi bawa bungkusan tadi, Lam. Sampai sekarang dia belum pulang, mungkin mau ke laundry karena aku lihat plastik itu isinya baju."

Jadi sejak ke rumah ibu dan mengambil motor, dia memang belum pulang. Gawat kalau dia benar menjual motor itu, bisa jadi banyak pengeluaran kalau setiap hari naik ojek.

"Terima kasih mbak mungkin dia ke rumah ibu numpang nyuci."

Kembali aku berbohong agar tak banyak pertanyaan. Wanita ini terkenal tukang gosip, bisa habis kalau dia tau Asma menjual motor karena marah padaku.

"Aneh dia kan biasa mencuci tangan, lagipula sejak kapan ibumu baik pada Asma. Yakin dia diijinkan minjam mesin cuci ibumu?"

Kurang ajar sekali mulut perempuan ini. Kalau tak ingat perempuan, sudah ku hajar juga mulut lemesnya.

"Sudahlah itu bukan urusanmu, mau baik atau tidak tak usah ikut campur."

Aku berkata ketus membuat wanita itu pergi sambil mengomel panjang lebar. Aku lihat dia sudah duduk di warung, bersama beberapa orang wanita yang menatapku dengan aneh.

Pasti Asma juga seperti mereka, saat aku sibuk kerja dia sibuk bergosip ria. Dasar perempuan-perempuan kerak neraka. Tapi kemana Asma pergi. Kenapa sampai sekarang dia belum juga pulang. Istri kurang ajar itu harus diberi pelajaran, agar tak bertingkah seperti ini lagi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
paijah08771622
ngomong perempuan kerak neraka , gak ngaca kalo dia laki laki zholim pada istri sudah pasti kerak di antara kerak paling bawah neraka jahanam dn ibunya juga kerak neraka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status