Share

Asma Memotong Rambut Mbak Ani

Ting....

Belum juga sampai pangkalan ojek, sudah ada pesan masuk ke ponselku. Dari siapa lagi kalau bukan dari ibu.

(Terserah aku tak mau tau, Bu. Sudah aku ingatkan jangan menganggu Asma tapi mbak Ani membandel.)

Aku segera membalas pesan ibu yang bertanya, kenapa aku membiarkan Asma memangkas rambut menantunya.

(Tapi gak gini juga, Lam. Ani bisa melaporkan istrimu ke polisi.)

Bodoh lapor polisi memangnya semudah itu, butuh uang dan tenaga sebelum menangkap seseorang.

(Silahkan kalau mbak Ani punya uang dan sanggup bolak-balik ke kantor polisi.)

Aku menarik napas lega, karena tak ada lagi balasan dari ibu. Pasti saat ini mbak Ani sedang meratapi nasibnya, karena tak bisa melawan Asma.

"Mas, ojek."

Aku segera naik ojek setelah sampai di pangkalan. Setelah drama tadi, akhirnya aku sampai juga ke kantor.

Miris aku justru merasa tenang ketika berada di kantor, sementara sebagian besar orang akan tenang dan nyaman ketika sampai di rumah bersama keluarganya.

Berkutat dengan banyak pekerjaan, membuatku melupakan semua masalah. Tau-tau sudah waktunya makan siang. Setelah kenyang berkutat dengan kerjaan lagi tau-tau pulang, rutinitas yang itu-itu saja tapi tak membuatku jenuh, daripada di rumah langsung berpikir soal uang.

Tak Asma, ibu atau mbak Ani masalahnya pasti uang. Asma yang selalu kurang, ibu dan mbak Ani yang selalu merasa tak puas. Jadilah aku korbannya.

"Alam kau mau pulang atau ikut kami karaoke? Aku dengar di sana banyak cewek cakep, yang bisa di bayar untuk menemani kita nyanyi."

Aku terdiam saat mendengar tawaran yang mengiurkan. Kalau sampai rumah aku akan langsung di pusingkan dengan masalah perempuan, lebih baik aku menenangkan diri sebentar.

"Kesempatan tak datang dua kali, ketahuan sekali lagi, habis riwayatmu."

Aku mendengar sindirian Bagus, heran suka banget dia ikut campur urusanku. Tapi kalau dia bicara dengan Asma, bisa bubar hubungan kami berdua.

"Tak usah takut, kita bisa kelabui dia, Lam. Asal kau mau pergi bersama kami dan sebagai tanda jadi berikan uang seratus ribu buat dp."

Belum tentu bisa pergi tapi sudah dimintai dp, lebih baik tak usah saja.

"Aku tak ikut, kalian saja yang masih lajang. Aku sudah beristri kalau ketahuan bisa bubar pernikahan ku."

Mereka mencibir setelah mendengar alasanku. Lalu dari mulut mereka keluarlah sebutan suami takut istri.

Biarlah di bilang takut istri tak ada ruginya. Lebih baik mencari aman, daripada mati tak berharta.

Kembali aku menarik napas, tanpa motor aku harus banyak jalan kaki. Kantor yang tempat parkirnya panjang banget, jadi kalau naik angkutan umum ya harus keluar dari kawasan kantor dulu.

"Kapan aku bisa beli motor sendiri. Sedang kesempatan di rumah tak ada, karena Asma selalu di rumah."

Aku hanya bisa bicara di dalam hati. Menyesali diri yang terus sengsara.

"Bagus mas Alam sudah pulang. Nanti setelah Isya datang kerumah ya, ada yang harus kita bicarakan."

Aku menatap Asma dengan heran. Tak biasanya pak RT memintaku datang kerumahnya. Memangnya mau ada apa?

"Mana aku tau, kenapa tak tanya langsung pada pak RT tadi. Kalau soal mbak Ani sudah beres tadi pagi. Kalau dia masih mau memperpanjang masalah ini, dia harus membayar satu juta, karena telah merusak satu set skincare milikku."

"Sa...satu juta kau bilang, Ma. Untuk apa kau beli skincare semahal itu?"

Aku terkejut saat Asma menyebut harga barang yang baru di beli dan telah dihancurkan mbak Ani. Sekarang dia terlihat santai meski kehilangan satu juta.

"Kau tak sayang meski kehilangan satu juta, Ma?"

Bukannya menjawab Asma justru tertawa dengan keras. Lalu dia berhenti setelah melihatku menunggunya selesai tertawa.

"Meski merasa sayang, tapi terbalaskan saat melihat kakak iparmu menangisi rambutnya yang indah. Aku dengar dia baru saja melakukan perawatan rambut yang menghabiskan uangnya dan hasilnya langsung aku habisi rambutnya tadi pagi."

Asma tersenyum senang tapi tidak denganku. Entah kenapa Asma jadi terlihat seperti psikopat di film-film.

"Kau mau kemana, Mas. Kita kan belum selesai bicara. Apa tak penasaran dengan pak RT yang memintamu datang ke rumahnya?"

Aku menggeleng dan langsung ke kamar mandi. Melihat senyuman Asma membuatku semakin takut. Kira-kira apa yang akan terjadi ketika dia tau rencanaku.

"Mati, Mas."

Prang....

Karena terkejut aku sampai menjatuhkan gelas berisi air minum. Apa dia akan membunuhku, seperti yang baru dia ucapkan barusan?

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Siti Iwat
tebet banget mending ga usah baca
goodnovel comment avatar
Siti Iwat
mending ga usah baca ribet banget
goodnovel comment avatar
Wawan Gurnida
bikin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status