"Din, Siapkan baju-bajuku, besok ada tugas luar kota"
Aku mengambil tas kerja ditangan Mas Haris. Meletakkan sepatunya dirak dekat pintu dan mengikutinya kekamar."Berapa hari mas?""dua hari, minggu malam mungkin aku sudah pulang.""Kenapa setiap libur selalu ada tugas luar kota sih mas?""Mau bagaimana, aku kan bawahan! Memangnya kamu nggak tau, aku kerja juga buat menghidupi kamu!" Ucapnya penuh penekanan lalu berjalan mengambil handuk kering di rak ujung kamar, Mas Haris masuk ke dalam kamar mandi.Aku mendengus kesal dan mengambil koper kecil di sudut kamar kami. Aku mulai menata beberapa kemeja dan celana kain, pakaian dalam dan baju santa lalu mengambil tas perlengkapan mandi di atas lemari dan memasukkannya pada koper bagian depan. "Kenapa susah sekali sih?" Aku bergumam sendiri.Kembali ku coba memasukkannya, tas kecil yang kubawa tak juga mau masuk, seperti ada sesuatu yang menganjal di dalam.Aku merogoh kantung depam koper itu, merasakan plastik mengumpul di sana, kutarik semua isinya keluar, Mas Haris mengumpulkan banyak plastik, entah bekas apa saja.Setelah kurasa kosong, kutata tas mandi ke dalam koper lalu aku letakkan koper yang telah tertata di dekat pintu. Aku mulai mengumpulkan buntalan plastil yang berserakan di lantai. Saat hendak berdiri, beberapa benda jatuh ke lantai.Aku mengambil bungkus yang kupikir permen, namun saat kulihat lagi, ini Kond*m! Mataku membulat sempurna. Ku bongkar lagi semua plastik di depanku, dan terduduk lemas, enam kondom kutemukan diantara banyaknya plastik, bahkan dua di antaranya sudah terpakai.Rasanya jantung ini lolos dari tempanya, lantai tempatku berpijak seolah goyah, ada desir nyeri di dadaku. Bahkan mataku mulai memanas, bersama otakku yang terus berputar mencari jawaban atas prasangkaku sendiri.Sementara gemericik air masih kudengar dari dalam kamar mandi, aku berusaha menapakki kesadaranku kembali. Kupunggut semua plastik dan membawanya ke dapur, kondom yang kutemukan dari dalam koper kuletakkan di bawah tempat tidur.Aku berjalan mendekati ponsel Mas Haris di atas tempat tidur, namun saat hendak mengambilnya, terdengar hendel pintu dibuka.Segera aku beralih ke depan lemari, mengambil beberapa pakaian mas Haris lalu meletakkanya di atas tempat tidur, tepat ketika Ponsel Mas Haris menyala, dengan jelas tertera nama "Mayangku" dilayarnya.Aku meremas ujung daster, keluar segera dari kamar dan berjalan menahan amarah menuju dapur, lalu mengatur napasku sendiri."Ada apa ini mas? Apakah ada perempuan lain?" Ucapku geram.Rasanya ingin memberondong suamiku itu dengan seribu tanya yang berputar di dalam kepala. Tapi masih kutahan, Jika memang lelaki yang menikahiku enam bulan lalu ini bermain api, maka aku akan menjadi magma yang menelannya hidup-hidup.Aku atur napas perlahan, mencoba tetap menjadi istri yang baik. Kubuatkan Mas Haris secangkir kopi, seperti kesukaannya. Aku berjalan ke ruang tengah, suamiku sedang memberi makan ikan kami di taman kecil samping rumah. Kuletakkan kopi di meja dekat pintu, dan berjalan mendekati mas Haris."Kopinya sudah di meja mas." Ucapku dengan senyum mengusap lengannya perlahan. " Terimakasih yaa Din, kamu memang istri sempura buat mas." Ucapnya sembari mengusap pipiku.Aku tersenyum getir mendengarnya."Sempurna untuk kau tipu dengan manis sikapmu mas!" Ucapku dalam hati.Aku lepas tanganya dari pipiku lalu kutarik dia masuk dan duduk di sofa. "Diminum dulu kopinya mas, nanti keburu dingin. Mas kan ngak suka kopi yang dingin." Aku sodorkan secangkir kopi padanya.Mas Haris tersenyum lekat memandangku, lalu menerima secangkir kopi hitam di tangan." Terimakasih yaa" Ucapnya lalu menyesap ujung cangkir, terdengar nikmat saat kopi itu lolos ke krongkongannya.Aku duduk manis di depan mas Haris melihatnya gelisah, berpindah posisi beberapa kali dan...BRUKK!! Mas Haris ambruk tak sadarkan diri. Kupastikan tubuhnya benar -benar tak sadar, senyumku mengembang melihat lelakiku ini terkulai di atas sofa."Baiklah mas, istri sempurnamu ini akan memastikan dulu, kamu tersesat kearah mana!" Ucapku mulai membuka ponsel Mas Haris.BersambungAku mulai mengusap layar HP mas Haris. Rupanya Tersandi, aku tersenyum kecut dan berjalan ke arah dapur. Kuambil kunci di bawah Oven, lalu membuka lemari paling ujung dan mengambil kotak pipih yang terselip di antara Loyang kue dan peralatan dapur lain.Kubawa benda itu kemeja makan, membuka bungkus plastik dan tas yang menutupinya. Sebuah laptop dan dua ponsel tersimpan di dalamnya. Aku menyalakan laptop dan sebuah kabel USB kusambung pada ponsel mas Haris. "Mari beraksi!" Ucapku pelan mulai membuka sandi ponsel suamiku.Tak akan sulit membobolnya, bahkan dengan ponsel yang tersambung ke laptop, aku bisa dengan mudahnya masuk ke semua akun pribadi suamiku.Satu persatu kubuka akses dari laptopku, semua tak luput dari mata ini. Aku masuk membuka pesan chatnya dengan perempuan yang bernama Mayang.[Sayang, aku tak sabar menunggu besok][Aku juga sayangku, Tak sabar memanjakanmu di atas ranjang.]
Aku menunggu suami tercintaku bangun. Memasak semua makanan kesukaannya, memakai gaun terindah malam ini dan menyalakan lilin beraroma di setiap sudut ruangan.Saat kulihat tubuh itu mengeliat bangun, Kupasang senyum termanis mendekatinya."Capek sekali mas? Sampai tertidur begitu lama?""Iyaa, jam berapa ini?" Mas Haris memijat pelipisnya sendiri."Sepuluh malam.""Sepuluh? kau tak membangunkan aku Dina? lima jam lebih aku tertidur dan kau diam saja?""Lantas aku harus apa mas? Aku sudah coba membuatmu bangun, tapi kamu bilang 'Jangan ganggu aku' heem ?" Aku mencoba membela diri, meski aku ragu ini tak akan meredam rasa kesalnya padaku, tapi aku tetap berjalan dengan anggun kearahnya."Jangan konyol din, Kamu sedang apa ? Kenapa rumah begitu gelap?" Matanya menyisir ruang tengah rumah kami." Aku hanya ingin memberimu waktu spesial mas, sebelum kamu berangkat keluar kota.
Selamat pagi duniaku. Menikmati tarian mas sepanjang malam, Sunguh membuatku tertidur lelap. Siraman airnya di kamar mandi saja, bahkan jadi musik alami tersendiri. Masuk dan keluar kamar mandi, sambil memegangi perutnya yang entah serasa seperti apa, melihatnya lemas, bahkan untuk sekedar memegang ponsel pun dia tak sempat. Kasihan suamiku!Tapi hidup memang selucu ini ya, lelaki yang semenjak menikah kujaga kualitas hidupnya, makannya, bahkan vitamin dan kesehatannya. kini kubuat tak sangup lagi bercinta online, dengan g**diknya itu.Hari ini kusiapkann sarapan untuk mas Haris, membuatkanya bubur hangat dan juga beberapa lauk untuk menyambut tamu-tamu istimewaku nanti.Aku harus berperan menjadi istri terbaik untuk suamiku bukan? Semangat Dina!Setelah semua siap, Mas Haris terlihat lemas berjalan menuruni tangga lalu melempar tubuhnya ke sofa."Din, lihat ponsel mas?"Dikamar sepertinya, kenapa?"
Hay Queen..." Seseorang dengan tampilan glamour nya berjalan mendekat. Dialah Rose, Cantik, kaya, selebgram ternama, dan semua barangnya tak dapat disebut 'Murah'. Dia mudah bergaul, tapi tak semua diterimanya dengan baik. Aku mengenalnya dalam pertemuan singkat kami disebuah toko komik sembilan tahun lalu, dia masih sama, sahabat kecilku.Dibelakangnya seorang laki-laki dengan tubuh gempal ikut berdiri mendekatiku. Kukatupkan kedua tangan, mengingat kami bukan mukhrim. Dengan cepat dia melemparkan botol kosong kearahku."Sialan kau Queen!"Aku tertawa, tapi dia tau, aku memang tak mau disentuh lelaki lain. Dialah Rock.Sayangnya dia bukan pemain band. Rock seorang koki disalah satu Hotel berbintang dulu. Tapi sudah Tiga tahun ini berhenti. dan mebuka Cafe usahanya sendiri. Jelas saja dia memilih membuka usaha sendiri. pendapatanya didunia Cyber bahkan bisa sepuluh kali lipat dari gaji dan bonusnya seb
Aku hampir saja berlari kebawah, saat mobil mas Haris memutarkan arahnya, namun tiba-tiba mobil itu kembali berputar ke arah Bandung dan aku kembali duduk mengatur nafasku sendiri."Jangan ulang lagi!" Titahku pada King."Oke... Oke... !" Jawabnya sembari tertawa. Hampir saja aku klimpungan, jika Mas Haris benar-benar pulang, aku bisa dibilang "Bukan istri sholeha' karena keluar tanpa izinnya.Melihat dua manusia koral itu masih dalam perjalanan, dan tak akan terjadi apapun, aku memilih berjalan keluar ruangan dan mencari udara segar.Aku menuju ke mobil dan mengambil makanan yang kubawa tadi. "Pak, makan!" Kuserahkan dua kotak makanan pada pak Salim dan mang Harjo. Biar mereka ikut juga merasakan masakanku"Terimakasih bu." Pak Salim menerima makananku lalu berjalan menghampiri mang Harjo di taman."Itu pedas ya pak, Jadi sediakan minum.dilantai" Ucapku lalu kembali mas
Prov HarisKulaju mobilku ke Kontrakan mala, sebenarnya aku hanya ingin merebahkan diri di kasur, namun empat puluh lebih panggilan tak terjawab dan ratusan pesan membuatku tak bisa tenang sebelum menjelaskannya.Mala, sepupu Dina istriku, usianya baru 23 tahun. Mala memang tak terlalu cantik, dibandingkan Dina yang punya tinggi hampir 170 meter, Mala hanya terlihat sejengkalnya. Namun entah mengapa wanita itu bisa membuat adrenalinku terpacu setiap kali bercinta dengannya.Mala begitu lihai memanjakanku di atas ranjang, dengan Dina aku hanya merasakan kenyamanan, namun tak ada yang membuatku bergejolak liar. Dina istri yang patuh, cantik, lugu dan penurut, lelaki manapun akan mudah jatuh hati padanya.Aku dan Mala bertemu saat aku melamar Dina, setelahnya entah dari mana, Mala mendapat nomorku. Kami sering menjalin komunikasi dan setelahnya bertemu hingga berlanjut ke atas ranjang. Mala membuatku nyaman bercerita padanya, saa
Benda Kotak berantai itu terus saja menghantam kepalaku, wajahku, tanganku bahkan leherku tak luput dari sambaranya.Aku sudah berusaha menjelaskan pada Mala, namun wanita ini seperti kerasukan jin ponsel, dia bahkan menarikku ke tengah semak belukar sekarang."Cari!" Tirahnya, kakinya menghentak-hentak tanah, seperti orang tersetrum saja!Aku menyisir tempatku berpijak sekarang, bagaimana akan kucari benda sekecil itu di rimbunnya rumput liar ini?"Cari mas!" Aku terkejut Mala melemparku dengan kerikil, segera saja aku berjongkok, menyibak semak dan duri di depanku.Sialnya aku, baru beberapa saat lalu membayangkan nikmatnya liburan, kini aku harus mencari benda sia*lan itu. Bodohnya aku, kenapa juga harus kubuang, harusnya kumasukkan saja ke tas Mala lalu memintanya keluar bersama ponselnya itu.Aku lihat Mala masih menyisir rumput yang lebih pendek, sementara dia paksa aku membuka hutan duri di te
Hari mulai gelap, Selepas solat Isya bersama dan makan malam yang hangat, aku duduk berdua dengan mas pandu di bakon rumahku.Balkon memang selalu jadi tempar favorit kami bercerita. Dulu di rumah, Kami akan naik tangga bambu dan duduk berlama-lama di atap rumah hanya untuk saling berbagi cerita.Lalu semenjak rumah di renovasi, Bapak membuat baklon juga di belakang rumah. Bapak bilang, itu di buat untukku dan Mas Pandu, karena seringnya kami memanjat ke atap rumah. Namun kenyataanya jadi hak milik Emak, tempat istimewa menjemur pakaian saat siang." Bagaimana kabarmu mas? "Mas Pandu menatapku sebentar, lalu memandang langit yang penuh bintang."Aku baik, seperti yang kau lihat. Kau sendiri, apa kesibukanmu?"Aku hanya tersenyum, memandang rumput plastik tempat kami duduk. "Jadi istri sholeha mas, tu pekerjaanku.""Itu bukan pekerja Din!""Lantas?" Aku